backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Saatnya Berhenti Mengonsumsi Trenggiling

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 04/11/2020

    Saatnya Berhenti Mengonsumsi Trenggiling

    Trenggiling merupakan salah satu hewan yang sering dikonsumsi di Tiongkok dan beberapa negara di Afrika karena diyakini punya khasiat kesehatan untuk tubuh. Padahal hewan itu semakin langka dan belakangan disinyalir sebagai penyebar covid-19 atau novel coronavirus. Sudah saatnya konsumsi trenggiling dihentikan.

    Stop makan trenggiling

    Sumber: Wikipedia

    Trenggiling merupakan hewan mamalia yang beraktivitas di malam hari dan hidup di daerah tropis seperti Afrika dan Asia. Hewan bersisik ini dikenal memiliki protein yang cukup padat, alias keratin. Apabila trenggiling merasa terancam, hewan ini akan menggulung diri mereka menyerupai bola. 

    Trenggiling termasuk hewan dilindungi karena populasinya terbatas dan terancam punah. Jumlahnya semakin berkurang akibat diburu manusia. Banyak yang meyakini daging trenggiling bisa memberi efek kesehatan terhadap tubuh. 

    Misal, masyarakat di Vietnam percaya bahwa konsumsi sisik trenggiling dapat digunakan untuk mengobati saluran susu yang tersumbat. Padahal kenyataannya, belum ada penelitian ilmiah soal ini.

    Untuk mengubah persepsi masyarakat, para mahasiswa jurusan pengobatan tradisional di beberapa universitas di Vietnam kini diajarkan bahwa konsumsi trenggiling tidak termasuk obat tradisional yang efektif.

    Tidak hanya itu, para peneliti juga tidak mendukung klaim masyarakat yang menyebutkan ada manfaat sisik trenggiling untuk kesehatan ginjal.

    Sumber: Wikimedia Commons

    Selain di Asia, negara lain yang percaya bahwa makan trenggiling memiliki efek kesehatan yang baik untuk tubuh adalah Afrika. Menurut penelitian dari PLoS One13 bagian tubuh trenggiling digunakan sebagai salah satu metode pengobatan tradisional, terutama sisik dan tulangnya. 

    Bagian-bagian tubuh trenggiling tersebut dikonsumsi untuk mengobati kejang dan rematik. Pengobatan tradisional ini terus berlangsung sampai saat ini meskipun manfaatnya kesehatan tubuh belum terbukti secara ilmiah.

    Makan trenggiling membuat mereka semakin cepat punah

    Banyak masyarakat yang percaya bahwa makan daging trenggiling memiliki efek kesehatan yang baik bagi tubuh mereka. Tanpa disadari, konsumsi terhadap hewan mamalia ini membuat trenggiling menjadi lebih cepat punah. 

    Pada 2019, terjadi peningkatan permintaan terbesar terhadap daging trenggiling di Malaysia Timur. Menurut sejumlah media, pihak berwenang menemukan sekitar 30 ton produk trenggiling, termasuk 1800 daging trenggiling beku dan 316 kilogram sisik trenggiling. 

    Selain itu, pada Januari 2019, pihak berwajib juga menemukan sekitar 8 ton sisik trenggiling yang kemungkinan berasal dari 14.000 trenggiling di Hong Kong. Penyelundupan hewan yang terancam punah ini disebut-sebut berasal dari Nigeria dan dihargai sebesar 8 juta dolar AS. 

    Akibat meningkatnya permintaan daging trenggiling, terutama pada negara-negara di Asia, membuat trenggiling terancam punah. 

    Oleh karena itu, bagi sebagian masyarakat yang mungkin percaya bahwa makan trenggiling memberikan efek baik terhadap kesehatan, mungkin sudah saatnya untuk berhenti. 

    Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang benar-benar membuktikan bahwa trenggiling memiliki manfaat untuk kesehatan Anda. Terlebih lagi, menghentikan konsumsi daging hewan bersisik kering ini juga bertujuan untuk melindungi mereka dari kepunahan.

    Trenggiling disebut sebagai ‘penyebab’ novel coronavirus

    Sudah dianggap sebagai hewan yang terancam punah, para peneliti menduga bahwa trenggiling menjadi ‘tersangka’ hewan yang menularkan novel coronavirus ke manusia. 

    Wabah coronavirus yang sudah menelan lebih dari 1.000 korban jiwa dan menimbulkan sekitar 40.000 kasus secara global ini belum diketahui bagaimana penyebarannya.

    Coronavirus merupakan zoonosis, yaitu penyakit dan infeksi yang berasal dari hewan vertebrata yang dapat menular ke manusia.

    Penularan virus dari hewan ke manusia sebenarnya cukup jarang terjadi. Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti SARS dan MERS-CoV, zoonosis menjadi dalang dibalik wabah penyakit tersebut.

    Mirip dengan SARS dan MERS-CoV, novel coronavirus atau 2019-nCoV diduga berasal dari kelelawar. Sel virus yang ada pada kelelawar tersebut diduga berpindah ke trenggiling dan akhirnya dimakan oleh manusia. 

    Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa daging dan sisik trenggiling diperjualbelikan di Wuhan, Tiongkok. Hal ini dikarenakan masyarakat Asia, terutama di Tiongkok, percaya bahwa makan daging trenggiling memberikan manfaat yang baik terhadap tubuh mereka. 

    Maka itu, trenggiling diduga menjadi salah satu ‘dalang’ dibalik wabah novel coronavirus. Walaupun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut apakah molekul virus yang ditemukan pada trenggiling menjadi penyebab dari novel coronavirus

    Yuk, hentikan konsumsi satwa liar

    hewan liar novel coronavirus

    Trenggiling bukan satu-satunya satwa liar yang terancam punah karena dieksploitasi oleh manusia. Entah itu makan daging trenggiling dan satwa lainnya untuk efek kesehatan atau hanya sekadar mengikuti tren. 

    Pasalnya, tidak hanya mempercepat kepunahan satwa liar, konsumsi hewan-hewan yang dianggap eksotis ini dapat menimbulkan berbagai penyakit. Salah satu sumber penyakit yang cukup mengkhawatirkan adalah sel coronavirus yang ditemukan di beberapa hewan, seperti kelelawar. 

    Oleh karena itu, dengan mengurangi hingga menghentikan konsumsi satwa liar, Anda sudah berkontribusi dalam mencegah kepunahan hewan tersebut dan mengurangi risiko penularan. 

    Kepercayaan masyarakat di beberapa negara tentang efek kesehatan yang didapat dari makan daging trenggiling ternyata menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan. Tidak hanya lingkungan, konsumsi satwa liar juga berisiko terinfeksi virus yang mungkin ditemukan di tubuh hewan. 

    Maka itu, sangat disarankan untuk menghentikan konsumsi satwa liar sebagai upaya mencegah kepunahan hewan tersebut dan menjaga kesehatan Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Patricia Lukas Goentoro

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 04/11/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan