backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Benarkah Kertas Cokelat Pembungkus Makanan Bahaya untuk Kesehatan?

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 02/11/2020

    Benarkah Kertas Cokelat Pembungkus Makanan Bahaya untuk Kesehatan?

    Kebanyakan makanan yang dijajakan di pinggir jalan seringnya dikemas dalam kertas pembungkus berwarna cokelat. Gorengan bahkan dikemas dalam kertas bekas pakai atau kertas koran. Nah, saat jam makan siang nanti, sebaiknya Anda jangan lupa untuk memindahkan makanan tersebut ke piring biasa. Pasalnya, sejumlah penelitian menemukan bahwa kertas pembungkus makanan tersebut mengandung BPA yang diyakini berbahaya bagi tubuh. Ingin tahu lebih lanjut? Simak ulasannya berikut ini.

    BPA tidak hanya ada di plastik, juga di kertas pembungkus makanan

    BPA atau bisphenol A adalah bahan kimia yang sering digunakan sebagai bahan pembuat wadah makan, bukan hanya plastik, tetapi juga kertas. Awalnya BPA digunakan pada wadah makanan kaleng agar kaleng tersebut tidak mudah berkarat.

    Namun, dilansir dari WebMD, Kurunthachalam Kannan, Ph.D., seorang ilmuwan riset di New York State Department of Health, menyatakan bahwa BPA juga terkandung pada kertas pembungkus makanan dengan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi.

    Kadar BPA tinggi pada umumnya terdapat dalam kertas pembungkus makanan yang merupakan hasil daur ulang. Bubuk BPA digunakan untuk melapisi kertas supaya lebih tahan terhadap panas. Selain pada kertas pembungkus makanan, BPA juga sering terdapat pada tisu toilet, kertas koran, kertas struk belanja, maupun tiket.

    Risiko kesehatan dari BPA

    Saat BPA masuk ke dalam tubuh, zat tersebut dapat meniru fungsi dan struktur hormon esterogen. Karena kemampuannya tersebut, BPA dapat memengaruhi proses tubuh, seperti pertumbuhan, perbaikan sel, perkembangan janin, tingkat energi dan reproduksi. Selain itu, BPA mungkin juga memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan reseptor hormon lainnya, seperti reseptor hormon tiroid.

    Jadi, apakah penggunaan BPA dilarang?

    Sampai saat ini banyak pakar kesehatan yang masih mempertanyakan perihal keamanan BOA. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, China, Korea Selatan, dan negara lainnya sudah membatasi penggunaan BPA. Dilansir dari Healthline bahwa 92% penelitian independen menemukan dampak negatif penggunaan BPA pada kesehatan.

    Sejauh ini, para pakar kesehatan menduga bahwa BPA dapat memunculkan beragam efek negatif sebagai berikut:

  • Risiko keguguran meningkat tiga kali lipat pada wanita hamil yang terpapar BPA. Selain it, wanita usia subur yang terpapar BPA dilaporkan mengalami penurunan produksi sel telur sehat dan berisiko 2 kali lebih tinggi untuk sulit hamil.
  • Pada pasangan yang menjalani program bayi tabung, pria yang terpapar BPA berisiko hingga 30-46 persen untuk menghasilkan embrio berkualitas rendah karena jumlah sperma yang dimilikinya rendah.
  • Pria pekerja pabrik manufaktur BPA di Cina mengalami sulit ereksi dan sulit orgasme hingga 4,5 kali lipat daripada pria yang tidak bekerja di pabrik BPA.
  • Anak yang lahir dari ibu dengan paparan BPA tinggi ditemukan lebih hiperaktif, agresif, serta rentan cemas dan depresi.
  • Paparan BPA pada pria meningkatkan risiko kanker prostat dan kanker payudara pada wanita, karena BPA memengaruhi perkembangan prostat dan jaringan payudara.
  • Meski begitu, kebanyakan studi mengenai keamanan BPA dan dampaknya terhadap tubuh, namun belum benar-benar meyakinkan. Masih dibutuhkan lebih banyak penelitian terhadap manusia untuk dapat memastikan hal tersebut.

    Tetap saja, lebih baik mencegah daripada mengobati. Mengurangi penggunaan wadah yang mengandung BPA, khususnya juga kertas pembungkus makanan, adalah langkah terbaik yang bisa Anda lakukan. Jika sudah terlanjur menggunakan kertas pembungkus makanan, maka jangan biarkan makanan Anda terlalu lama terbungkus di dalamnya. Segera pindahkan ke piring makan atau wadah lainnya.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 02/11/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan