Jamu atau obat tradisional telah dipercaya ratusan tahun dalam penanganan berbagai penyakit. Karena itu setiap ada penyakit yang mewabah, obat tradisional selalu menjadi pertimbangan untuk menjadi salah satu jawaban dalam penanggulanganya. Ketika wabah COVID-19 menyebar pertama kali, Pemerintah Cina secara resmi langsung menetapkan beberapa jenis obat tradisionalnya untuk dipakai sebagai terapi komplementer dan kemudian para ahli di China melakukan uji klinik beberapa obat tradisionalnya untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan.
Selain itu jamu atau obat tradisional juga menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari penularan.
Apakah jamu atau obat tradisional terbukti ampuh dalam membantu pencegahan dan pengobatan COVID-19?
Potensi jamu dan obat tradisional untuk penanganan pasien COVID-19
Sebelum membahas lebih lanjut, saya ingin saya menekankan bahwa cara pencegahan dan penularan COVID-19 yang paling utama adalah dengan melakukan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak).
Sampai saat ini belum ada bukti klinis suplemen apapun yang dapat mencegah atau melindungi seseorang dari infeksi COVID-19. Kita pernah mendengar suplemen vitamin C, vitamin D3, Zink, probiotik, dan lainnya tapi belum ada bukti ilmiah bahwa nutrisi tersebut bisa secara spesifik mencegah penularan COVID-19.
Meski begitu, peningkatan popularitas obat tradisional atau jamu selama pandemi COVID-19 bukan tanpa alasan. Pemerintah China secara resmi menyatakan bahwa obat tradisionalnya dapat meringankan gejala, mempercepat penyembuhan, dan mengurangi angka kematian akibat COVID-19. Walaupun belum ada uji klinis secara spesifik, tapi China menggunakanya langsung pada pasien COVID-19 di rumah sakit.
Potensi obat tradisional semakin terlihat selama pandemi COVID-19 contohnya dengan banyaknya testimoni dari masyarakat serta penelitian bioinformatika. Yakni penelitian in-silico, simulasi di komputer di mana ditunjukkan senyawa aktif dari suatu obat tradisional atau herbal dapat berikatan dengan protein virus SARS-CoV-2.
Sebenarnya apa yang bisa disebut obat tradisional?
Ada tiga penggolongan obat tradisional yang sesuai dengan ketentuan BPOM. Pertama adalah jamu, berupa herbal yang telah digunakan secara turun temurun dengan pembuktian pengalaman dari generasi ke generasi.
Kedua disebut obat herbal terstandar, yakni obat tradisional yang bahan bakunya telah terstandarisasi dan telah melalui uji praklinik, uji keamanan dan efektivitas pada hewan.
Ketiga, disebut fitofarmaka, yakni obat herbal terstandar yang telah lolos uji klinis –uji keamanan dan efektivitas pada manusia.
Sejauh ini, Indonesia telah memiliki catatan pengalaman penggunaan obat tradisional dalam penanganan wabah virus influenza yang melanda pada tahun 1918. Ketika wabah flu melanda saat di tahun itu, karena obat farmasi konvensional sangat sulit didapatkan di Indonesia, obat Obat tradisional digunakan dalam penanganan wabah virus influenza (flu spanyol), yakni jamu cabe puyang dan jamu temulawak.
Jadi walaupun belum diteliti secara klinis, tapi jamu yang pernah dipakai pada masa wabah influenza bisa jadi relevan digunakan untuk penanganan COVID-19. Seperti halnya di China juga langsung menguji obat-obat tradisionalnya.
Obat tradisional sebagai Imunomodulator
Imunomodulator adalah zat atau substansi yang berfungsi mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun yang terganggu dengan mengaktifkan mekanisme pertahanan tubuh.
Tanaman obat yang memiliki sifat imunomodulator biasanya bukan hanya meningkatkan sistem imun tubuh tapi juga bersifat anti-inflamasi (anti-peradangan).
Tanaman obat yang terbukti secara empirik memiliki sifat imunomodulator, di antaranya:
- Temu mangga
- Temulawak
- Kunyit
- Meniran
- Bawang merah
- Bawang putih
- Jahe
Tanaman obat yang terbukti secara ilmiah memiliki sifat imunomodulator:
- Temulawak
- Bawang putih
- Rimpang kunyit
- Kembang lawang
- Jahe
- Daun sirsak
- Buah jambu biji
- Daun kelor (moringa oleifera)
Tanaman obat yang sudah diteliti secara klinis sebagai imunomodulator pada pasien COVID-19
- Herba meniran
- Herba echinacea
- Jintan hitam (habbatussauda)
Penelitian obat tradisional sebagai imunomodulator pada pasien COVID-19 telah dilakukan di banyak wilayah/negara. Sebagai contoh, Pakistan telah melakukan uji klinis efektivitas kombinasi jinten hitam dan madu pada pasien COVID-19. Penelitian tersebut membuktikan bahwa kombinasi dua obat tradisional itu secara signifikan mampu membantu mengatasi gejala-gejala pada pasien COVID-19.
Ini merupakan data berharga meskipun memang masih perlu pembuktian klinis lebih lanjut melalui uji klinis dalam skala yang lebih besar.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan buku pedoman penggunaan herbal dan suplemen kesehatan terkait COVID-19. Jadi, meskipun belum banyak penelitian yang membuktikan efektivitas penggunaan herbal secara klinis pada pasien COVID-19, obat tradisional sudah direkomendasikan.
Kami Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) juga melakukan beberapa upaya. Contohnya Uji klinis jamu atau obat tradisional imunomodulator asli Indonesia dalam penanganan COVID-19 di Indonesia yang dilakukan PDPOTJI saat ini sedang dalam masa penulisan laporan akhir.
Kita berharap dapat memberikan rekomendasi dalam penanganan wabah COVID-19 di Indonesia.
[embed-health-tool-bmi]