Ganja adalah salah satu jenis narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia. Dibandingkan dengan obat-obatan rekreasi jenis lain, efek ganja memang dianggap paling jinak dan memiliki risiko kesehatan paling kecil. Tapi tidak demikian dengan “adik” barunya, ganja sintetis yang belakangan ini sempat populer. Efek ganja sintetis jauh lebih berbahaya daripada lintingan ganja tradisional — bahkan sudah terbukti mematikan.
Apa itu ganja sintetis?
Meski memiliki nama yang sama, ganja sintetis bukanlah ganja. Ganja sintetis adalah campuran bahan kimia industri yang disemprotkan pada daun kering dan potongan rumput biasa, dibungkus sedemikian rupa dan dijual dengan berbagai nama samaran .
Berbagai nama yang dikenal mulai dari Hanoman, Ganesha, Thunderbear, Cap Badak, hingga Cap Gorilla yang paling dikenal.
Tak jarang pula ganja sintetis diperdagangkan sebagai lintingan rokok tembakau tak bermerek.
Ganja sintetis termasuk dalam kelompok obat yang disebut “zat psikoaktif baru’ yang tergolong ke dalam kategori narkotika golongan 1.
Zat psikoaktif baru adalah jenis narkoba psikoaktif yang tidak diatur yang telah tersedia di pasaran dan dimaksudkan untuk menyalin efek obat-obatan terlarang.
Dalam hal ini, ganja sintetis meniru efek ganja tradisional. Tapi ganja sintetis bisa menampakkan efeknya hingga ratusan kali lebih kuat daripada sekadar THC dalam ganja biasa.
Bahkan John W. Huffman, ilmuwan pelopor pencipta ganja sintetis tidak merekomendasikan masyarakat awam untuk mengonsumsi senyawa tersebut. Pada dasarnya ganja sintetis diciptakan bukan untuk konsumsi manusia.
Dari mana asalnya ganja sintetis ini?
Senyawa ini awalnya dirancang selama 20 tahun terakhir oleh John William Huffman, seorang lulusan Harvard dan profesor kimia organik di Clemson University, atas alasan medis untuk menyelidiki efek ganja pada hewan penelitian di laboratorium yang terkontrol.
Namun, senyawa ini tidak pernah dimaksudkan untuk konsumsi manusia atau dievaluasi untuk keselamatan manusia.
Pada tahun 2008 setelah publikasi karyanya, satu jenis ganja sintetik yang disebut JWH-018 tiba-tiba muncul ribuan mil jauhnya di laboratorium forensik Jerman.
Mereka menamakannya “Spice’ dan menyebarkannya ke pelanggan yang penasaran akan ganja baru ini.
Mirisnya, ganja kekinian ini sangat mudah dan cepat dibuat, juga tergolong murah meriah dalam biaya produksinya.
Maka tidak butuh waktu lama bagi bandar jalanan untuk memanfaatkan peluang tersebut dan membuka pasar baru bagi ganja sintetik.
Apa efek dari mengonsumsi ganja sintetis?
Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam ganja kekinian ini bekerja mirip THC, senyawa psikoaktif alami yang ditemukan dalam tanaman ganja.
Baik THC maupun senyawa kimia sintetik mengikat pada sistem reseptor CB1 di otak Anda untuk menghasilkan efek euforia (sensasi bahagia amat sangat).
Akan tetapi ganja sintetis memiliki daya rusak yang lebih menyeramkan dari ganja asli yang berusaha ditirunya, seringkali pada dosis yang sangat rendah.
Efeknya termasuk muntah-muntah, nyeri dada, pusing, peningkatan denyut jantung, penglihatan menghitam, sakit kepala, kerusakan ginjal, ngilu, kebingungan, pembesaran pupil, kejang, gerakan anggota tubuh involunter (kedutan), penglihatan menghitam, turunnya kadar kalium dalam darah, serta meningkatnya glukosa.
Penggunaan ganja sintetis juga telah dikaitkan dengan perubahan perilaku (cepat marah, mengamuk), halusinasi, hingga gejala psikosis.
Dalam beberapa kasus, efeknya bisa menyebabkan stroke, darah tinggi, sesak napas, gagal jantung akut, serangan jantung, atau bahkan kematian.
Terlebih lagi, Anda tidak bisa benar-benar memastikan spesifiknya bahan kimia apa yang terkandung di dalamnya, apalagi dosis dari masing-masing campurannya sehingga efek yang ditimbulkan pun bisa berbeda — baik antar merek, atau bahkan antar kloter dari merek yang sama sekalipun.
Membuat pemakainya bertingkah laku seperti zombie
Fenomena K2, ganja sintetis versi Amerika, setidaknya membuat 33 orang di Brooklyn dirawat di rumah sakit gara-gara overdosis.
Di Australia, ganja baru ini bertanggung jawab atas meninggalnya seorang remaja 17 tahun akibat overdosis. Padahal rekor overdosis ganja tradisional di berbagai belahan dunia amat sangat langka, hampir bisa dibilang nihil.
Pada beberapa orang, efek ganja jenis baru ini membuat mereka bertingkah laku layaknya mayat hidup. Juli 2016 lalu, sejumlah pejalan kaki di New York melaporkan pemandangan aneh di pinggir jalan.
Rekaman CCTV dan video para saksi menunjukkan sekelompok pria yang duduk lesu di kursi dengan tatapan kosong, sementara yang lainnya linglung dan berkeliaran di sekitar.
Seorang pria bahkan terlihat menari sambil berjingkrak-jingkrak membawa bola bowling. Yang lainnya berjalan menunduk sambil menyeret sepeda.
Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan di wajah mereka, layaknya adegan di film zombie Hollywood.
[embed-health-tool-bmi]