Air adalah salah satu kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat digantikan. Sayangnya, ada segelintir orang yang justru harus berhati-hati ketika menggunakannya. Mereka biasanya menderitaalergi air.
Apa itu alergi air?
Alergi air (aquagenic urticaria) merupakan jenis reaksi alergi yang cukup langka, tetapi dapat terjadi siapa saja.
Alergi yang memiliki istilah medis urtikaria aquagenik ini menimbulkan reaksi alergi berupa gatal-gatal dan ruam.
Reaksi alergi pada kulit tersebut terjadi ketika penderitanya bersentuhan dengan air, terlepas dari suhunya.
Kondisi ini merupakan salah satu dari bentuk urtikaria atau gatal-garal dan penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti.
Hingga tahun 2018, studi terbitan Dermatologica Sinica(2018) menyatakan bahwa alergi air merupakan penyakit langka, bahkan hanya 50 kasus yang tercatat.
Masalah kulit ini juga lebih sering terjadi pada wanita yang telah melewati masa pubertas.
Sebagian besar kasus terjadi secara tidak merata. Namun, ada beberapa laporan yang menunjukkan anggota keluarga penderita alergi air juga mengalami hal yang sama.
Oleh sebab itu, hal ini yang membuat urtikaria aquagenik terbilang cukup langka.
Gejala alergi air
Pada umumnya,ciri-ciri alergi air mandi tidak hanya akan muncul ketika Anda berkontak langsung dengan air ketika mandi.
Anda juga bisa mengalami reaksi alergi ketika berkeringat, kehujanan, atau bahkan saat menangis.
Pada beberapa kasus, tanda-tanda jenis alergi ini juga dapat terjadi ketika penderitanya minum air dalam jumlah banyak.
Berikut ini ada beberapa gejala alergi kulit pada alergi air kotor yang mungkin muncul.
Ruam dan bentol.
Kulit terasa gatal dan perih.
Sensasi terbakar di kulit.
Gejala yang telah disebutkan di atas biasanya akan terjadi di leher, lengan, dan tubuh bagian atas. Kondisi ini juga muncul 30 menit hingga satu jam setelah Anda mengeringkan diri.
Kapan harus ke dokter?
Selain kulit yang bersentuhan langsung dengan air, alergi ini juga dapat muncul ketika Anda minum.
Kasus yang cukup jarang terjadi ini mungkin akan mengalami gejala berupa tenggorokan terasa perih, gatal, dan terbakar saat minum air dalam jumlah banyak.
Pada kasus yang lebih parah, reaksi alergi dapat menimbulkan gejala:
ruam di sekitar mulut,
kesulitan menelan, dan
sulit bernapas.
Jika Anda mengalami beberapa tanda-tanda di atas, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Penyebab aquagenic urticaria
Hingga saat ini, para ahli dan spesialis kulit masih berusaha mempelajari penyebab alergi kulit akibat air lebih lanjut.
Pasalnya, kasus reaksi alergi yang satu ini terbilang cukup langka dan banyak ahli yang percaya bahwa kondisi ini tidak diturunkan melalui gen dalam keluarga.
Walaupun demikian, ada beberapa hal yang sangat mungkin memicu reaksi alergi ketika seseorang menyentuh pemicunya.
Berikut beberapa kemungkinan penyebabnya
1. Bahan kimia tambahan
Pertama, senyawa kimia adiktif yang terkandung dalam air, seperti klorin, disinyalir dapat menyebabkan reaksi.
Artinya, gejala alergi pada kulit yang muncul tidak terjadi akibat kontak air itu sendiri, melainkan adanya zat kimia di dalamnya.
2. Respon kekebalan tubuh
Air yang berinteraksi dengan minyak alami kulit atau kelenjar keringat bisa menghasilkan zat tertentu. Ternyata zat ini dianggap sebagai racun bagi kekebalan tubuh.
Sistem imun akan melepaskan histamin sebagai respons untuk melawan zat yang dianggap berbahaya (alergen).
Pelepasan histamin ini kemudian memicu gejala yang mirip dengan reaksi alergi, seperti ruam, gatal, dan perih pada kulit.
Para peneliti sampai saat ini belum mengetahui dengan pasti, mengapa reaksi antara air dengan partikel atau zat alami tubuh dapat menghasilkan racun.
Bagaimana mendiagnosis alergi air?
Dokter mungkin akan melakukan tes kulit alergi dengan menguji air pada tubuh pasien.
Mengutip studi kasus terbitan Annals of Dermatology (2011), tubuh bagian atas akan dikompres dengan air bersuhu 35 ºC selama 30 menit.
Tubuh bagian atas dipilih karena daerah lain, seperti kaki, diyakini lebih jarang terkena air.
Sebelum tes dimulai, dokter juga akan memberitahu Anda untuk tidak mengonsumsi obat-obatan anti alergi, seperti antihistamin.
Jika hasil pengujian kompres air negatif, dokter mungkin akan membasuh area tubuh tertentu dengan air atau meminta Anda untuk mandi.
Tes lanjutan ini dilakukan untuk benar-benar memastikan apakah reaksi alergi yang dialami bukan disebabkan oleh air.
Obat dan perawatan alergi air
Akibat kelangkaan dan keterbatasan kasus, para ahli sampai saat ini masih mencari cara efektif untuk mengatasi alergi air.
Berbeda dengan pengobatan alergi pada umumnya, menghindari pemicu alergi memang tidak mudah.
Oleh sebab itu, dokter biasanya akan memberikan terapi dan obat alergi kulit dengan dosis tinggi yang perlu diminum setiap hari. Apa saja obat untuk alergi air?
Antihistamin untuk mengendalikan gejala yang muncul, seperti gatal dan ruam.
Krim atau salep untuk mengurangi jumlah air yang masuk ke kulit.
Terapi sinar ultraviolet (fototerapi) untuk mengatasi gejala yang terjadi.
Omalizumab, obat suntik yang digunakan untuk penderita asma yang parah.
Stanozolol, obat steroid yang berasal dari turunan testosteron.
Silakan konsultasikan ke dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan obat-obatan di atas.
Cara mencegah reaksi alergi air
Selain mendapatkan pengobatan dari dokter, Anda juga perlumencegah alergi kulit dan memperhatikan pola hidup serta lebih hati-hati.
Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diwaspadai ketika Anda mengalami alergi terhadap air.
Mandi dengan air dan dilakukan beberapa kali dalam seminggu.
Gunakan tisu basah atau hand sanitizer saat cuci tangan.
Batasi waktu berolahraga dan beraktivitas fisik agar tidak banyak berkeringat.
Langsung mengeringkan diri dan ganti baju usai berolahraga.
Apabila memiliki pertanyaan, hubungi dokter untuk mendapatkan solusi yang terbaik bagi Anda.
Rangkuman
Kasus alergi air sangat jarang terjadi.
Hingga saat ini, penyebabnya masih diselidiki, tetapi ada kaitannya dengan respon kekebalan tubuh yang berlebih.
Gejala biasanya timbul saat mandi, kehujanan, dan berkeringat.
Belum ada pengobatan yang telah ditetapkan, dokter biasanya memberikan obat-obatan untuk alergi secara umum.
[embed-health-tool-bmr]
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
U.S. Department of Health and Human Services. (n.d.). Aquagenic urticaria – about the disease. Genetic and Rare Diseases Information Center. Retrieved August 2, 2022, from https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/10901/aquagenic-urticaria
Park, H., Kim, H., Yoo, D., Kim, J., Kim, C., & Kim, S. et al. (2011). Aquagenic Urticaria: A Report of Two Cases. Annals of Dermatology, 23(Suppl 3), S371. doi: 10.5021/ad.2011.23.s3.s371
Sekar, C., Jacob, S., & Srinivas, C. (2011). Aquagenic pruritus: beneath water “lies”. Indian Journal of Dermatology, 56(4), 446. doi: 10.4103/0019-5154.84734
Rothbaum, R., & McGee, J. (2016). Aquagenic urticaria: diagnostic and management challenges. Journal of Asthma and Allergy, Volume 9, 209-213. doi: 10.2147/jaa.s91505
Chen, Y., Hsu, W., Sun, C., & Liu, C. (2018). A case of aquagenic urticaria with a brief review of the literature. Dermatologica Sinica, 36(3), 146-148. doi: 10.1016/j.dsi.2017.12.003
Seol, J., Kim, D., Park, S., Kang, J., Sung, H., & Kim, H. (2017). Aquagenic Urticaria Diagnosed by the Water Provocation Test and the Results of Histopathologic Examination. Annals of Dermatology, 29(3), 341. doi: 10.5021/ad.2017.29.3.341
Versi Terbaru
22/08/2022
Ditulis oleh Irene Anindyaputri
Ditinjau secara medis olehdr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.