Tuli adalah gangguan pendengaran yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar yang baik sebagian maupun total. Pasien yang memiliki gangguan pendengaran (tunarungu) biasanya sering mengalami masalah ketika berkomunikasi di tempat yang bising. Meski alat bantu dengar, implan koklea, pembacaan gerak bibir, serta penggunaan bahasa isyarat dapat sangat membantu mereka untuk berkomunikasi, tetaplah timbul pertanyaan — “apakah tuli bisa sembuh total?’
Apakah tuli itu tidak bisa mendengar sama sekali?
Bisa atau tidak mendengarnya seorang tunarungu bergantung kepada tingkatan yang dideritanya.
Ada beberapa tingkatan tuli yang perlu Anda tahu. Berikut penjelasannya.
- Tuli ringan. Pasien hanya bisa mendeteksi suara antara 25-29 dB. Mereka mungkin merasa sulit untuk memahami perkataan orang lain, terutama jika ada banyak kebisingan di sekitarnya.
- Tuli sedang. Pasien hanya bisa mendeteksi suara antara 40-69 dB. Mengikuti percakapan sangat sulit tanpa menggunakan alat bantu dengar.
- Tuli berat. Pasien hanya mendengar suara di atas 70-89 dB. Orang yang sangat tuli harus membaca dengan baik atau menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi, bahkan jika mereka memiliki alat bantu dengar.
- Tuli total. Pasien tidak dapat mendengar suara di bawah 90 dB berarti tidak dapat mendengar apapun, pada tingkat desibel apapun. Komunikasi dilakukan dengan bahasa isyarat dan atau pembacaan bibir gerak bibir.
Jadi, ada tunarungu yang bisa mendengar suara atau bunyi pada volume tertentu. Ada juga tunarungu yang tidak bisa mendengar sama sekali suara maupun bunyi.
Apa saja penyebabnya?
Menurut Penn State News, Judith Creuz, Au.D., infeksi dan obat-obatan tertentu, termasuk beberapa yang digunakan untuk kemoterapi kanker bisa menyebabkan seseorang kehilangan pendengarannya. Ketulian juga bisa bersifat genetik, atau bisa berakibat dari kerusakan sel di rahim. Namun, paparan kebisingan, seperti musik keras atau suara alat berat adalah penyebab banyak orang kehilangan pendengaran.
Jadi, tuli bisa terjadi karena adanya penyakit ataupun paparan kebisingan yang terlalu keras. Penyebab tersebut merusak atau menganggu saraf koklea (saraf pendengaran atau akustik) sehingga mencegah sinyal suara yang diambil oleh koklea mencapai otak.