backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

5 Obat Alami untuk Bantu Mengontrol Gejala Autoimun

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 07/06/2022

    5 Obat Alami untuk Bantu Mengontrol Gejala Autoimun

    Autoimun adalah sebuah kondisi ketika sistem kekebalan yang seharusnya melindungi tubuh malah menyerang sel tubuh sendiri. Agar gejalanya tetap terkendali, pasien harus minum obat secara rutin. Selain mengonsumsi obat dari dokter, ada berbagai bahan alami yang dipercaya bisa membantu pengobatan pasien autoimun. Apa saja?

    Bahan alami untuk obat autoimun

    herbal untuk daya tahan tubuh

    Hingga saat ini, belum ada obat yang benar-benar bisa menyembuhkan autoimun seutuhnya. Pemberian obat-obatan hanya berfungsi untuk mengendalikan kondisi autoimun. 

    Biasanya, dokter akan memberikan obat penekan sistem kekebalan tubuh, obat NSAID untuk autoimun, dan obat anti peradangan guna mengurangi rasa sakit. 

    Namun, terkadang pasien juga menggunakan bahan-bahan alami sebagai obat untuk meringankan gejala autoimun. Beberapa di antaranya bahkan sudah teruji klinis. Berikut di antaranya.

    1. Teh hijau

    Teh hijau dapat memberikan efek anti-inflamasi (antiradang) berkat adanya kandungan katekin. Katekin yang merupakan senyawa bioaktif utama dalam teh hijau terbukti dapat membantu mengurangi peradangan karena arthritis

    Khasiatnya pun pernah diuji pada penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Maryland School of Medicine di Amerika Serikat. 

    Dalam penelitian tersebut, pemberian polifenol teh hijau ke model tikus arthritis yang diinduksi kolagen terbukti dapat mencegah timbulnya radang sendi.

    Hal ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim COX-2 dan sitokin IFN-y yang menjadi pemicu radang dan nyeri pada sendi. Teh hijau bahkan dikatakan memiliki kemampuan anti-rematik yang lebih unggul bila dibandingkan teh hitam. 

    2. Jahe

    Jahe sudah sering digunakan sebagai obat alami untuk mengatasi berbagai penyakit peradangan, termasuk penyakit autoimun. Bahan yang satu ini dikenal memiliki efek anti-inflamasi dan anti-oksidatif. 

    Menurut percobaan yang dilakukan oleh tim dari Michigan Medicine, senyawa bioaktif 6-gingerol pada jahe terbukti dapat mengurangi pembentukan autoantibodi ketika diberikan pada tikus dengan sindrom antifosfolipid atau lupus.

    Selain itu, jahe juga berpotensi membantu orang-orang yang memiliki arthritis. Salah satu kandungan jahe, yakni enzim proteolitik, dapat mengurangi gejala nyeri yang rentan menyerang pasien arthritis.

    Enzim proteolitik bekerja dengan memblokir aktivitas zat peradangan seperti prostaglandin yang berperan dalam menimbulkan rasa sakit.

    3. Kunyit

    manfaat kunyit untuk kesehatan rahim

    Kunyit umumnya digunakan sebagai pewarna atau zat penyedap dalam produk makanan. Tak hanya itu, kandungan kurkumin dalam kunyit telah dipercaya dalam pengobatan tradisional di India dan Tiongkok untuk mengatasi keseleo dan bengkak akibat cedera. 

    Kunyit juga berpotensi sebagai obat penyakit autoimun alami. Rutin konsumsi kunyit dalam menu makan sehari-hari dapat membantu menstabilkan kadar gula darah serta mencegah komplikasi terkait diabetes tipe 1 seperti lesi ginjal dan katarak. 

    Selain itu, terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan efektivitas kurkumin dalam mengatasi masalah kulit psoriasis. Perlu diketahui, psoriasis membuat penderitanya mengalami pergantian sel kulit yang terlalu cepat sehingga menimbulkan penebalan pada kulit.

    Melalui pengujian kultur sel (in vitro), pengobatan menggunakan kurkumin pada model tikus dengan psoriasis berhasil mengurangi dan memperlambat perkembangan sel kulit.

    4. Sarsaparilla

    Anda mungkin mengenal buah yang satu ini dari minuman bersoda merek jadul. Tak sekadar diolah menjadi minuman menyegarkan, ada pula manfaat sarsaparilla bagi pengidap autoimun, khususnya psoriasis. 

    Sarsaparilla dapat membantu memperbaiki lesi (jaringan abnormal) pada kulit pengidap psoriasis berkat kandungan sarsaponinnya. Kandungan ini dapat mengikat endotoksin.

    Endotoksin merupakan senyawa yang menimbulkan kemunculan lesi kulit pada psoriasis. Nah, kandungan sarsaponin berpotensi membuang endotoksin dari dalam tubuh. 

    Selain psoriasis dan beberapa penyakit autoimun lainnya, sarsaparilla telah banyak digunakan sebagai obat alami asam urat dan gangguan pencernaan.

    5. Yucca

    Yucca merupakan tanaman umbi yang banyak ditemukan di Amerika Selatan. Ekstrak akarnya sering diolah menjadi obat alami untuk mengurangi kaku dan nyeri otot. 

    Yucca telah lama digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengatasi gejala radang sendi. Biasanya, tablet yucca dikonsumsi dalam bentuk tablet suplemen. 

    Selain meredakan rasa sakit, beberapa penelitian menunjukan bahwa yucca bisa dikonsumsi guna mencegah kemunculan gejala bagi orang-orang yang berisiko tinggi terhadap radang sendi. 

    Yucca juga mengandung saponin yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit autoimun yang terkait dengan kulit. 

    Yang harus diketahui sebelum menggunakan obat alami untuk autoimun

    obat herbal jantung koroner

    Ingat, bahan-bahan alami yang telah disebutkan belum ada yang benar-benar bisa menyembuhkan penyakit autoimun. Sifat pengobatannya hanya untuk mengurangi intensitas gejala.

    Obat autoimun alami tidak bisa menggantikan obat-obatan medis dari dokter. Jadi, pastikan Anda tetap mengonsumsi obat yang telah diberikan dokter sesuai anjuran dan menjalani diet autoimun.

    Meski efek sampingnya sedikit, pengobatan alami tetap tidak boleh dilakukan sembarangan. Anda harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum mengonsumsi obat herbal.

    Jangan sekali-kali mengonsumsi obat herbal bila Anda memiliki alergi terhadap salah satu bahannya. Alih-alih membantu meringankan kondisi, efek samping obat herbal justru bisa membahayakan tubuh. 

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 07/06/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan