Panu (Pitiriasis versikolor) adalah infeksi kulit superfisial kronik yang disebabkan oleh jamur lipofilik genus Malassezia spp. Jamur ini umumnya muncul di area badan bagian atas seperti leher dan area tubuh yang disebut ekstremitas proksimal misalnya lengan bagian atas dekat bahu.
Seperti namanya, Pitiriasis versikolor artinya adalah infeksi jamur banyak warna. Infeksi berupa panu ini menimbulkan bercak dengan warna beragam, ada yang berwarna putih, coklat, atau kehitaman. Tetapi untuk kulit orang Indonesia, umumnya bercak yang ditimbulkan berwarna putih (hipopigmentasi) lebih terang daripada warna kulit aslinya.
Jamur penyebab panu bisa tumbuh di berbagai jenis kulit
Panu muncul di seluruh dunia dengan prevalensi tinggi. Di area tropis, termasuk Indonesia, prevalensi kasus ini sekitar 30-60%. Kelembaban udara dan suhu yang hangat merupakan faktor penting yang mendukung timbulnya jamur ini pada kulit orang Indonesia.
Secara umum tidak ada perbedaan prevalensi antar jenis kelamin, tetapi ada laporan yang menyatakan bahwa di daerah tropis panu lebih dominan terjadi pada laki-laki. Kondisi ini kemungkinan berkaitan dengan aktivitas fisik dan pekerjaan yang dilakukan laki-laki.
Panu banyak terjadi pada kelompok dewasa muda yang memiliki kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif. Namun suatu studi melaporkan kasus panu juga terjadi cukup tinggi pada anak-anak.
Penyebab timbulnya panu adalah jamur Malassezia spp., yang merupakan mikroorganisme normal dan hampir ada pada permukaan kulit semua individu. Jamur ini tumbuh dengan jumlah yang normal, tapi jika kandungan sebum (minyak) tinggi maka ia bisa tumbuh berlebihan hingga menyebabkan peradangan kulit dan bermanifestasi menjadi bercak panu.
Oleh karena itu, angka kejadian panu umumnya paling tinggi pada remaja karena kadar hormonal yang sedang meningkat. Tingginya kadar hormon bisa memicu aktivitas kelenjar sebasea untuk menghasilkan sebum lebih banyak.
Selain itu, karena Malassezia adalah mikroorganisme normal pada kulit manusia, maka penyakit panu ini tidak menular antar individu.
Sebagian besar penderita panu jarang yang mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan, karena bercak ini umumnya tidak memunculkan keluhan subjektif dan tidak menimbulkan gatal. Jika terjadi gatal, itupun minimal atau hanya timbul saat berkeringat. Keluhan utama dan paling umum adalah terganggunya penampilan terutama jika bercak itu muncul di wajah.
Bagaimana pengobatannya?
Untuk menentukan pengobatan yang paling tepat, perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa bercak putih tersebut memang benar panu, karena ada bercak putih lain yang mirip panu. Beberapa bercak kulit mirip panu di antaranya Pitiriasis alba, kusta tipe pausibasiler, hipopigmentasi, vitiligo, penyakit autoimun, dan banyak lagi yang lainnya.
Jika ragu, dokter biasanya melakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan penyebab bercak di kulit, seperti uji provokasi skuama, lampu Wood, pemeriksaan laboratorium kerokan kulit, dermoskopi, bahkan biopsi kulit.
Jika sudah bisa dipastikan penyakit panu, maka terapinya adalah obat anti-malassezia berbentuk sampo atau losion jika area bercaknya luas. Dokter spesialis kulit dan kelamin atau SpKK/SpDV terkadang perlu memberikan obat antijamur minum untuk tipe panu tertentu.
Sayangnya kejadian rekurensi (kambuh) pada panu cukup tinggi, sekitar 60-80% dalam 2 tahun pertama setelah terapi. Sehingga, setelah sembuh, terapi panu perlu di ulang mingguan atau bulanan untuk mencegah kekambuhan ini.
Untuk mencegah panu, maka harus ada upaya mengontrol penyebab jamur kulit memperbanyak diri, yakni menjaga agar kadar sebum tetap seimbang. Misalnya dengan mandi rutin 2 kali sehari, memilih pakaian yang longgar dan menyerap keringat, serta segera berganti jika baju yang dipakai lembab/basah.