backup og meta

Sisi Gelap Dating Apps, Bagaimana Menghindarinya?

Sisi Gelap Dating Apps, Bagaimana Menghindarinya?

Di tengah perkembangan teknologi, popularitas aplikasi kencan online pun ikut meningkat. Para pengguna internet dapat berselancar di berbagai macam dating apps sepanjang hari untuk mencari calon pasangan. 

Aplikasi kencan ini semacam mak comblang digital yang dengan mudahnya mencocokan dua orang sesuai dengan biodata dan kriteria yang diinginkan. Tapi tidak jarang aplikasi kencan ini dijadikan media penipuan hingga pelecehan seksual

Investigasi yang dilakukan media massa Australia ABC, Four Corners, dan Triple J Hack pada pertengahan Juni 2020, mengungkap fakta bahwa dating apps membuat predator seksual semakin marak. 

Lebih dari 400 orang mengikuti survey J Hack dan mayoritas mengatakan mereka pernah mengalami serangan atau pelecehan seksual. 

Menghindari sisi gelap dating apps

Dating apps memang bisa menjadi perantara untuk menemukan teman ngobrol, pacar, atau bahkan jodoh. Obrolan yang berlanjut ke pertemuan dan kemudian memunculkan perasaan-perasaan suka juga merupakan hal yang wajar.  

Tapi sebelum masuk lebih dalam, harus dipahami terlebih dahulu bahwa ketika kita memutuskan menginstal aplikasi kencan online berarti harus siap kecewa. Kekecewaan karena di-ghosting (diputus komunikasi tanpa penjelasan) berkali-kali, siap dibohongi, dan termasuk siap saat orang yang kita temui nantinya tidak sesuai ekspektasi. 

Jadi memang sebelum berlanjut ke obrolan yang lebih intens harus tahu konsekuensi dan siap menghadapinya. Hal ini demi menjaga agar tidak terhanyut dalam sakit hati saat ada hal-hal yang tidak berjalan sesuai harapan. 

Kemudian jangan mudah terlena dengan gombalan yang terlalu cepat karena pendekatan atau PDKT itu paling tidak harus melalui beberapa tahapan. 

Perkenalan di dating apps ini bisa kita sebut lapisan pertama. Kita baru mulai mengenalnya melalui biodata secara umum, seperti nama, daerah tempat tinggalnya, usia, dan kesibukannya. Kemudian biasanya proses PDKT diawali dengan ngobrol tentang hal-hal yang diminati kedua belah pihak, misalnya soal musik atau hobi lain. 

Setelah merasa nyaman ngobrol atau chatting, Anda baru kemudian bisa mulai mempertimbangkan untuk memberi nomor telepon. Ingat, tujuan dating apps ini memang agar kedua orang bisa bertukar kontak pribadi setelah merasa cocok untuk melanjutkan obrolan yang lebih intens atau tahapan berikutnya.

Pada proses PDKT inilah, kita perlu mencurigai jika tahapan dalam proses ini terkesan diburu-buru. Sebagai contoh, jika pada pertemuan pertama orang tersebut telah berani dan santai melakukan kontak fisik maka itu merupakan alarm agar Anda berhati-hati. Sebab, proses pendekatan itu sebaiknya diawali dengan ngobrol, komunikasi, menceritakan terlebih dulu saya seperti apa dan kamu seperti apa. Apakah tujuan kalian sama, baik itu tujuan menginstal dating apps atau tujuan dari pertemuan itu sendiri. 

Tujuan dalam pertemuan ini untuk membuka diri dan mencari tahu pribadi satu sama lain, tidak melibatkan fisik. Tapi ketika bahasan sudah ke fisik, apalagi masuk ke sexual things maka kita harus waspada.

Urusan seksual memang kebutuhan, tapi itu adalah tahapan yang lebih dalam dari sebuah hubungan. Sebelum mencapai ke tahap itu ada yang disebut intimacy yakni terkait kedekatan komunikasi, perhatian, bagaimana memandang makna dari suatu hubungan, komitmen, dan banyak hal yang harus dilewati sebelum jauh ke urusan seksual. 

Pertemuan tatap muka pertama ini sangat penting dalam menghindari kejahatan yang dimulai dari dating apps

Sebuah studi yang dilakukan Fakultas Kedokteran Forensik Victoria Institute menemukan bahwa sebagian besar pelecehan seksual yang dimulai dari kecocokan di aplikasi kencan terjadi selama pertemuan tatap muka pertama. Mayoritas kejahatan dilakukan di tempat tinggal pelaku, di mana korban diyakini memiliki kepercayaan yang tinggi pada pelaku setelah melakukan komunikasi secara online.

Kasus pelecehan seksual melalui dating apps

Pelecehan seksual aplikasi kencan

Pelecehan seksual dari dating apps bisa terjadi bahkan sebelum melakukan pertemuan tatap muka. Pelecehan seksual secara online bentuknya bermacam-macam, mulai dari membicarakan bentuk tubuh, membahas urusan seksual baik suara atau tulisan, maupun mengirim foto dan video. Itu semua sudah merupakan bentuk pelecehan seksual. 

Tingkat keparahannya tidak juga lebih ringan dari pelecehan seksual secara langsung. Tergantung dari intensinya dan bagaimana si korban memakan umpannya pelaku. Misalnya dalam video call pertama pelaku berkomentar, “kok kamu pakai baju tertutup di rumah, memang gak gerah?” 

Lalu korban terpancing untuk memakai baju yang lebih terbuka, hingga sedikit demi sedikit dia akan semakin merasa harus memberi lebih. Jadi kemungkinan terjadinya pelecehan seksual melalui aplikasi kencan online tidak bisa diremehkan. 

Tapi berbicara pelecehan seksual di Indonesia, masih banyak sekali yang justru menyalahkan korban. “Salah sendiri kenapa mau?” Itu ucapan yang sering terdengar dan mengakibatkan banyak korban tidak berani untuk speak up karena takut disalahkan.

Agar korban pelecehan seksual bisa bangkit

Pelecehan seksual aplikasi kencan

Adanya perasaan takut disalahkan membuat korban semakin terpuruk. Jangankan untuk mencari keadilan, untuk kembali berdamai dengan dirinya sendiri pun cukup sulit. Apalagi jika sudah timbul perasaan, “Oh, iya ini memang salah saya”. 

Para korban harus melalui tahapan penerimaan bahwa boleh jadi memang ia memiliki andil dalam kesalahan tersebut, tapi bukan berarti tidak berhak menuntut keadilan.

Jadi sebetulnya, pertama jangan takut untuk cerita ke orang terdekat. Tidak perlu langsung bicara di muka umum atau di media sosial, minimal bisa bercerita ke orang terdekat entah itu orang tua, teman, atau sahabat. 

Ceritakan apa yang terjadi. Karena ketika kita bercerita, at least korban merasa ia tidak sendirian, ia didukung minimal oleh orang terdekatnya. 

Sebagai orang terdekat yang terpilih oleh korban untuk menceritakan pengalamannya, kita harus bisa menjadi pendengar yang baik. Jangan memberikan komentar yang menjurus menyalahkan korban. Sabar dan tunggu hingga korban selesai mencurahkan isi hati dan emosinya. 

Jangan katakan:

  • “Kamu sih yang begini masih dilakuin.” 

Lebih baik katakan:

  • “Ada yang bisa aku bantu?”
  • “Kalau kamu mau, kamu bisa ceritain semuanya ke aku.”

Penting sekali bagi pendengar untuk menggunakan kata-kata yang menunjukkan dukungan. Fokus dengarkan pengalaman mereka dan jangan menceritakan pengalaman sendiri. Selain itu, tak perlu memberi saran jika tidak diminta. Menjadi pendengar yang baik bukan berarti harus memberikan solusi.

Ketika keluarga atau sahabat mendengarkan dengan kepedulian dan kasih sayang, mereka dapat membantu korban mencari solusi yang disepakati korban dan, yang utama, mengatasi luka serta trauma korban terlebih dulu. 

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Versi Terbaru

12/04/2022

Ditulis oleh Indah Sundari Jayanti, M.Psi., Psikolog

Diperbarui oleh: Angelin Putri Syah


Artikel Terkait

8 Cara Praktik Mindfulness dan Manfaatnya Bagi Mental

Disorientasi


Ditulis oleh

Indah Sundari Jayanti, M.Psi., Psikolog

Psikologi · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Tanggal diperbarui 12/04/2022

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan