backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Self Sabotage, Perilaku Toksik yang Menghambat Diri Sendiri

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 19/12/2023

Self Sabotage, Perilaku Toksik yang Menghambat Diri Sendiri

Menunda-nunda pekerjaan, bertahan dengan pasangan toxic, hingga merendahkan diri merupakan tindakan yang bisa merugikan diri sendiri. Jika Anda sering melakukannya, ini mungkin tanda bahwa Anda melakukan self-sabotage.

Self-sabotage akan membuat Anda kesulitan mencapai tujuan hidup dan impian. Supaya tidak terjebak dalam kondisi ini, simak informasi berikut.

Apa itu self-sabotage?

Self-sabotage atau sabotase diri adalah istilah untuk menggambarkan perilaku seseorang yang merugikan atau menghambat diri sendiri.

Kondisi ini bisa menimbulkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan mempersulit seseorang untuk mencapai tujuannya di masa depan.

Sabotase diri sering kali tidak disadari karena akibatnya tidak langsung terlihat. Terlebih lagi, self-sabotage sering dianggap sebagai mekanisme koping ketika seseorang menghadapi situasi yang sulit.

Padahal, mekanisme koping dengan self-sabotage justru bisa membuat seseorang menghadapi lebih banyak masalah.

Contoh perilaku self-sabotage

hidup dan kerja seimbang

Self-sabotage merupakan perilaku yang bisa merugikan diri sendiri dan orang di sekitar Anda. Berikut adalah beberapa contoh perilaku sabotase diri yang mungkin tidak Anda sadari.

  • Menunda-nunda pekerjaan atau procrastination.
  • Menyalahkan orang lain ketika mengalami hal buruk.
  • Memilih untuk tetap berada dalam hubungan toxic.
  • Kesulitan mengatur waktu.
  • Menjalin hubungan dengan orang yang memberi pengaruh buruk.
  • Merendahkan diri sendiri.
  • Terlalu perfeksionis akan segala hal.
  • Menarik diri dari pergaulan.
  • Melakukan penyalahgunaan obat dan minuman keras saat menenangkan diri.
  • Melansir dari laman American Association for the Advancement of Science, perilaku self-sabotage juga bisa membuat seseorang tidak berkembang.

    Pasalnya, dalam kondisi ini, mereka akan menilai kesempatan yang datang sebagai sebuah ancaman.

    Mereka sangat khawatir mengalami kegagalan dan tidak bisa memenuhi ekspektasi orang-orang di sekitarnya sehingga lebih memilih untuk tidak berkembang.

    Penyebab perilaku sabotase diri

    Beberapa orang yang mengalami self-sabotage tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan bisa merugikan karena menganggapnya sebagai mekanisme koping.

    Perilaku ini biasanya memang disebabkan oleh berbagai faktor kompleks dalam hidup yang membuat seseorang berpikir negatif pada diri sendiri.

    Berikut ini adalah berbagai faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan sabotase diri.

    1. Pola asuh orang tua yang penuh tekanan

    Seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan dan kurang dukungan cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah.

    Kondisi tersebut bisa semakin buruk jika ia kerap melihat orang tuanya marah ketika menemui masalah.

    Apa yang dilihatnya di masa kecil akan membuat anak itu merasa bahwa satu-satunya cara menyelesaikan masalah adalah dengan amarah.

    2. Riwayat hubungan toksik

    Selain kekerasan, hubungan toksik juga kerap diwarnai dengan pasangan yang manipulatif, posesif, atau suka mengontrol.

    Hal tersebut dapat membuat seseorang tertekan sehingga kehilangan rasa percaya diri dan mengalami self-sabotage.

    Semakin lama Anda terjebak di dalamnya, Anda akan merasa layak mendapatkan perlakuan tersebut sehingga memilih untuk bertahan dengan orang yang sebenarnya merugikan.

    3. Disonansi kognitif

    Dalam beberapa situasi, seseorang kerap melakukan tindakan yang tidak sesuai atau bahkan berkebalikan dengan pikirannya.

    Salah satu contoh kondisi yang disebut dengan disonansi kognitif ini adalah ketika seseorang tetap memilih untuk merokok meski sudah tahu akibatnya.

    4. Keinginan untuk mengontrol situasi

    Penyebab lain dari self-sabotage adalah keinginan untuk mengontrol situasi. Contohnya, ketika harus menyelesaikan pekerjaan, Anda merasa bisa mengerjakannya dengan lebih cepat ketika mendekati deadline.

    Meski tahu bahwa kualitas pekerjaan yang dihasilkan dengan terburu-buru mungkin lebih buruk, keberhasilan tersebut membuat Anda menilai bahwa Anda berhasil mengontrol situasi.

    Bahaya perilaku self-sabotage

    Terjebak dalam self-sabotage akan membawa berbagai dampak buruk, terutama untuk diri sendiri. Berikut adalah beberapa di antaranya.

    • Penurunan prestasi kerja sampai kehilangan pekerjaan.
    • Karier tidak berkembang karena takut mencoba tantangan.
    • Kehilangan kesempatan dalam berbagai hal.
    • Memburuknya hubungan dengan orang-orang di sekitar.
    • Mudah menyerah.

    Cara mengatasi perilaku self-sabotage

    kerja di rumah

    Langkah utama untuk mengatasi self-sabotage adalah dengan menyadari apa saja yang sudah Anda lakukan dan bersifat merugikan diri sendiri.

    Jika kesulitan untuk melakukannya sendiri, Anda juga bisa meminta penilaian dari orang terdekat yang Anda percayai.

    Setelah itu, Anda bisa secara perlahan meninggalkan kebiasaan self-sabotage dengan cara berikut.

    • Membuat komitmen dengan diri sendiri untuk keluar dari kondisi tersebut.
    • Membuat rencana bertahap untuk keluar dari self-sabotage, misalnya dengan menyusun to-do-list pekerjaan sehingga tidak terbengkalai.
    • Menghargai setiap proses dan tidak mudah menyerah.
    • Minta dukungan dari orang terdekat.

    Jika berbagai cara di atas tidak berhasil membuat Anda keluar dari perilaku self-sabotage, Anda juga bisa mempertimbangkan untuk berkonsultasi ke psikolog.

    Semua tentang perilaku self-sabotage

    • Self-sabotage adalah istilah untuk menggambarkan berbagai perilaku yang bisa merugikan diri sendiri.
    • Procrastination atau kebiasaan menunda-nuda pekerjaan merupakan salah satu contoh perilaku sabotase diri.
    • Perilaku ini menyebabkan kehilangan kesempatan untuk berkembang di berbagai bidang.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

    General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


    Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 19/12/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan