Orang dengan gangguan jiwa harus mendapatkan intervensi medis sedini mungkin. Menundanya saja akan memperburuk keadaan dan mempersulit penanganan. Apalagi jika harus menjalani hidup dalam pasung tanpa pengobatan, keadaan orang dengan gangguan jiwa akan semakin buruk.
Di Indonesia, masih banyak kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang tidak mendapatkan penanganan yang baik dan malah dipasung.
Bahaya pasung pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang tidak mendapatkan penanganan medis dan malah dipasung bisa memperburuk kondisinya.
Pasung yang membelenggu orang dengan gangguan jiwa otomatis akan membuatnya terkucilkan. Ia akan merasa dibuang, rendah diri, putus asa, dan bisa memunculkan dendam.
“Gangguan jiwa dapat berkembang menjadi semakin buruk selama dalam kurungan, juga mungkin ditambah dengan penyiksaan atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya,” tulis WHO dalam situs webnya yang menjelaskan soal gangguan jiwa dan penjara.
Dalam Jurnal Keperawatan Jiwa STIKES dijelaskan, pemasungan berarti gangguan jiwa dibiarkan tanpa penanganan yang baik. Semakin lama tidak ditangani, kerusakan otak niscaya akan semakin parah.
“Tak usah lama-lama didiamkan atau dipasung, sekitar tiga tahun otak semakin rusak dan berdampak pada kerusakan lainnya,” tulis jurnal tersebut.
Kondisi ini akan mengurangi potensi respons terapi dan mengurangi kapasitas pasien untuk dapat menjalankan fungsi normalnya. Akan terjadi kekambuhan berulang dan pada akhirnya resisten terhadap terapi medis.
Studi tersebut pun menyampaikan bahaya pasung pada orang dengan gangguan jiwa yang bukan hanya pada penyakitnya tapi juga pada kondisi fisiknya.
Secara fisik, perkembangan akan terganggu hingga berhenti berkembang. Dalam beberapa kasus pasien jadi tidak mampu lagi berjalan.
Pada anggota tubuhnya akan terjadi atrofi, yakni kondisi hilang atau berkurangnya ukuran salah satu bagian dari tubuh. Misalnya atrofi otot, massa otot berkurang dan mengecil. Efek paling parah dari kondisi tersebut adalah kelumpuhan.
Alasan pemasungan orang dengan gangguan jiwa dan stigma negatifnya
Pada akhir 2019, pemerintah Jawa Tengah menangani 511 kasus pasung pada orang dengan gangguan kejiwaan. Itu hanya yang tercatat dan tidak menutup kemungkinan ada lebih banyak yang belum tersentuh.
Kriti Sharma dalam laporannya untuk Human Right Watch yang dirilis pada 2016 melaporkan ada sekira 57.000 orang dengan gangguan jiwa yang hidup dalam pasung. Baik itu pasung tradisional menggunakan balok, dirantai, atau dikurung dalam ruangan.
Sebagian kecil beruntung bisa dibebaskan oleh dinas kesehatan atau dinas sosial. Sisanya masih hidup dalam pasung, beberapa bahkan sampai akhir hayat.
Dulu, pemasungan yang dilakukan pada orang dengan gangguan jiwa biasa dilakukan dengan cara memasang kayu yang dibuat seperti borgol.
Kayu tersebut dipasang di kaki untuk membatasi ruang gerak, bahkan sampai tidak dapat melakukan aktivitas perawatan diri seperti mandi dan buang air.
Sekarang, pemasungan lebih sering terjadi dengan memasang borgol berantai di kedua kaki dan mengurungnya di dalam sebuah ruangan dan terpisah dari anggota keluarga lain.