backup og meta

Jangan Mau Ditipu! Ini Alasan Orang Mudah Percaya Berita Hoax

Jangan Mau Ditipu! Ini Alasan Orang Mudah Percaya Berita Hoax

Perkembangan teknologi dan komunikasi harusnya menjadi batu loncatan bagi masyarakat. Namun, bukannya semakin maju, pengguna Internet justru semakin dibuat resah karena munculnya isu-isu yang ternyata hanya kebohongan belaka (hoax, dibaca hoks). Berita hoax tak akan jadi masalah kalau orang-orang tidak mudah percaya dan menyebarkannya. Sayangnya, banyak sekali pengguna Internet yang mudah terjebak hoax. Bagaimana ini bisa terjadi? Simak penjelasannya berikut ini!

Mengapa orang mudah percaya berita hoax?

Menurut para pakar psikologi dan ilmu saraf, setiap orang punya kecenderungan alami untuk memercayai informasi yang mudah dicerna. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis aktivitas otak dengan alat pindai fMRI. Dari pemindaian tersebut, diketahui bahwa otak akan melepaskan hormon dopamin setiap kali Anda berhasil memahami fakta atau pernyataan tertentu. Dopamin bertanggung jawab untuk membuat Anda merasa positif, bahagia, dan nyaman.

Sementara ketika menerima informasi yang menjelimet, justru bagian otak yang mengatur rasa sakit dan muak yang lebih aktif. Jadi tanpa sadar, otak manusia memang lebih menyukai hal yang sederhana dan mudah dipahami, bukan berita-berita yang harus dipikirkan dulu.  

Memahami bias konfirmasi

Di samping reaksi alamiah otak terhadap berita bohong, ada alasan lain mengapa Anda gampang percaya isu-isu yang beredar. Setiap orang mungkin menganggap dirinya cukup pintar dan kritis saat menyaring informasi. Namun, secara tak sadar sebenarnya setiap orang memiliki bias konfirmasi.

Dalam ilmu kognitif dan psikologi, bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk mencari atau menafsirkan berita yang sesuai dengan nilai-nilai yang sudah dimiliki seseorang. Sebagai contoh, Anda percaya anak sulung pasti lebih cerdas daripada anak bungsu. Karena sudah meyakini nilai ini, ketika bertemu dengan seorang anak sulung, Anda akan mencari bukti dan pembenaran (konfirmasi) atas keyakinan tersebut. Anda pun mengabaikan fakta dan kejadian nyata di mana anak bungsu malah lebih cerdas dan sukses daripada kakak-kakaknya.

Bias konfirmasi inilah yang mengaburkan pikiran saat menerima informasi yang beredar melalui situs berita, media sosial, atau aplikasi chatting. Misalnya berita hoax soal adanya simbol palu arit di rupiah edisi baru. Mereka yang terjebak hoax ini sebenarnya sudah punya keyakinan bahwa ada gerakan tertentu yang ingin membangkitkan komunisme di Indonesia. Maka, ketika ada isu simbol palu arit di rupiah baru yang seolah membenarkan (mengonfirmasi) keyakinan tersebut, mereka pun akan percaya begitu saja.

Cara menyaring dan menghindari berita hoax

Dengan cara-cara berikut ini, Anda bisa mencegah jebakan berita-berita bohong yang disebarkan di Internet.

1. Baca dulu beritanya

Untuk menjebak pembaca, situs berita atau konten di media sosial sering memakai judul yang heboh dan memancing emosi. Padahal ketika dibaca isinya dari awal sampai akhir, beritanya tidak masuk akal atau mengada-ada. Selalu baca beritanya sampai habis, terutama soal isu-isu hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Selain itu, jangan sembarangan membagikan (sharing) berita yang belum Anda baca isinya.

2. Cari tahu sumbernya

Biasakan untuk mencari tahu sumber dan asal beritanya. Kadang, penyebar isu bahkan berani mengarang nama sumber ahli atau lembaga tertentu supaya beritanya terdengar asli. Pastikan informasi yang Anda dapatkan ada sumber resminya, misalnya dari badan pemerintah atau kantor berita terpercaya.

3. Kenali ciri-ciri berita hoax

Ciri hoax yang pertama adalah isunya begitu menggemparkan dan memicu emosi tertentu, misalnya resah atau jengkel. Kedua, beritanya masih simpang siur. Belum ada sumber resmi yang angkat bicara atau mengonfirmasikan kebenarannya. Selain itu, biasanya tak ada penjelasan yang runut atau masuk akal. Anda mungkin hanya dapat informasi soal apa yang telah terjadi, bukan kronologi kejadian atau penyebab terjadinya suatu hal secara logis.

Ciri ketiga adalah hoax lebih banyak disebarkan di media sosial daripada di stasiun televisi, situs berita, atau kantor berita resmi.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Why Do We Fall for Fake News? http://www.livescience.com/57151-why-we-fall-for-fake-news.html Diakses pada 24 Maret 2017.

What is a Confirmation Bias? Examples and Observations. https://www.verywell.com/what-is-a-confirmation-bias-2795024 Diakses pada 24 Maret 2017.

Why People Fall for Dumb Internet Hoaxes. https://www.washingtonpost.com/news/the-intersect/wp/2014/09/12/why-people-fall-for-dumb-internet-hoaxes/?utm_term=.e9d428ba3303 Diakses pada 24 Maret 2017.

4 reasons why people ignore facts and believe fake news. http://www.businessinsider.com/why-do-people-believe-fake-news-2017-3?IR=T&r=US&IR=T Diakses pada 24 Maret 2017.

Versi Terbaru

09/12/2020

Ditulis oleh Irene Anindyaputri

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus

Diperbarui oleh: Rachmadin Ismail


Artikel Terkait

Mengenal Fight-or-Flight, Respons Menghadapi Ancaman

Paracetamol Mengandung Virus Machupo yang Mematikan: Hoax atau Fakta?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Irene Anindyaputri · Tanggal diperbarui 09/12/2020

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan