Apakah Anda pernah menemui seseorang yang mewajarkan kerja berlebihan? Atau Anda adalah salah satunya? Kondisi seperti ini dikenal dengan istilah hustle culture.
Meski beberapa orang mungkin menganggapnya dan ambisius, budaya gila kerja ini justru bisa membahayakan kesehatan fisik dan mental pekerja.
Apa itu hustle culture pada kalangan pekerja?
Hustle culture adalah istilah untuk menggambarkan kebiasaan bekerja terus-menerus sampai-sampai mengabaikan waktu istirahat. Kebiasan ini juga kerap disebut sebagai gila kerja.
Orang-orang yang menjalani hustle culture memiliki kepercayaan bahwa menyelesaikan tugas dengan baik saja belum cukup.
Umumnya, mereka baru bisa merasakan kepuasan setelah mengerahkan kemampuan yang maksimum pada pekerjaannya.
Hustle culture cenderung membuat seseorang berperilaku perfeksionis dan memastikan bahwa segala pekerjaan selesai sesempurna mungkin sekalipun harus merelakan waktu istirahatnya.
Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, terutama setelah masa pandemi, membuat fenomena hustle culture semakin marak.
Kemudahan teknologi membuat pekerja lebih mudah membicarkan pekerjaan kapan pun dan di mana pun tanpa harus bertatap muka.
Karena hal tersebut, pekerja sering kali dituntut bisa meningkatkan produktivitas. Belum lagi, beberapa dari mereka tak perlu melakukan perjalanan dari rumah ke kantor atau sebaliknya sehingga punya waktu lebih banyak.
Adanya media sosial juga memainkan peranan dalam hustle culture, sebab Anda mungkin mulai membanding-bandingkan diri dengan seseorang yang menunjukkan pencapaiannya di media sosial.
Pernyataan semacam “no pain no gain” yang kerap digaungkan oleh figur-figur berpengaruh di media sosial dijadikan inspirasi bagi banyak anak muda untuk terus mengejar kesuksesan.
Sebenarnya, kondisi tersebut bisa menjadi motivasi yang mendorong semangat kerja. Namun, tidak sedikit yang justru menggunakannya untuk mewajarkan budaya kerja lembur berlebihan.
Karena sudah menjadi kebiasaan, tidak sedikit orang yang tanpa sadar menormalisasi hustle culture. Kondisi ini perlu diperbaiki mengingat bekerja berlebihan bisa berdampak buruk pada fisik dan mental.
Dampak hustle culture untuk kesehatan
Kerja keras bukanlah suatu hal yang salah untuk dilakukan, terlebih jika Anda memiliki impian tertentu.
Akan tetapi, memiliki obsesi pada pekerjaan sampai mengorbankan waktu istirahat justru bisa menimbulkan masalah pada fisik dan mental.
Artinya, Anda akan semakin kesulitan menggapai impian. Tuntutan yang tinggi pada diri sendiri justru membuat Anda lebih mudah stres dan burnout.
Hormon kortisol yang dihasilkan berlebihan saat stres bisa meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan masalah kesehatan lainnya.
Studi yang diterbitkan Environment International (2021) bahkan menunjukkan bahwa bekerja lebih dari 55 jam dalam seminggu dapat meningkatkan risiko kematian akibat stroke dan penyakit jantung.
Bekerja secara berlebihan juga dikaitkan dengan kesehatan mental pekerja yang memburuk. Belum lagi jika mereka harus menghadapi lingkungan atau rekan kerja yang toxic.
Padahal, kesehatan fisik dan mental adalah dua hal yang sama-sama penting ketika menginginkan produktivitas dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk pekerjaan.
Cara mengatasi dan menghindari hustle culture
Meski bisa mendorong produktivitas, hustle culture bukanlah jaminan untuk keberhasilan Anda. Supaya Anda tidak terjebak di dalam budaya kerja yang buruk ini, cobalah beberapa cara berikut.
1. Tentukan arti sukses bagi diri sendiri
Hustle culture sering kali bermula ketika Anda membanding-bandingkan diri sendiri dengan kesuksesan orang lain. Padahal, setiap orang bisa memiliki arti kesuksesan yang berbeda.
Beberapa orang mungkin merasa sukses ketika sudah bisa membeli rumah tiga lantai. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang mengartikan kesuksesan dengan tinggal di rumah sederhana dan memiliki waktu lebih banyak melakukan hobinya.
Oleh karena itu, temukan sendiri arti sukses bagi Anda. Sebisa mungkin, hindari menggunakan prestasi orang lain sebagai standar kehidupan Anda.
2. Buat jadwal bekerja dan beristirahat
Kunci utama dari terhindari dan keluar dari budaya hustle culture adalah manajemen waktu.
Itu artinya, usahakan untuk membuat batasan waktu bekerja, istirahat, bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar, dan waktu untuk diri sendiri.
Sebagai contoh, jangan lupa meluangkan waktu istirahat sepanjang Anda bekerja dari pagi sampai sore. Sementara itu, Anda bisa meluangkan waktu di akhir pekan untuk bertemu dengan teman dekat atau me time.
Supaya pembagian waktu Anda berjalan lebih mudah, cobalah membuat jadwal harian. Dari sini, Anda juga bisa melihat pekerjaan mana yang harus diprioritaskan.
3. Lakukan hal yang menyenangkan dan menenangkan
Apa hal yang bisa membuat Anda bahagia dengan mudah? Bagi beberapa orang, meluangkan waktu di akhir pekan untuk membaca buku bisa menciptakan kebahagiaan.
Sementara yang lain mungkin akan mendapatkannya dengan menonton film atau jalan-jalan ke taman.
Jika Anda belum bisa merasakannya, cobalah mencari hobi terlebih dahulu, misalnya mengikuti kelas memasak atau bergabung dengan klub olahraga.
Siapa yang tahu, hobi bisa menjadi salah satu sumber kebahagiaan Anda dan menghindarkan Anda dari dampak negatif budaya gila kerja.