Dalam hidup, terkadang Anda menemui banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan. Hal ini tentu saja menimbulkan gejolak rasa tidak nyaman. Nah, dalam ilmu psikologi, gejolak ini terkait dengan disonansi kognitif.
Apa itu disonansi kognitif dan apa saja penyebabnya? Bisakah seseorang mengatasi gejolak ini?
Apa itu disonansi kognitif?
Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras.
Sebagai contoh, seorang perokok tetap merokok meski tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya.
Situasi tersebut dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada seseorang. Hal ini mengarah pada perubahan salah satu sikap, keyakinan, atau perilaku untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut.
Disonansi kognitif termasuk salah satu teori yang paling berpengaruh dalam psikologi sosial. Teori ini dicetuskan oleh Leon Festinger pada 1957.
Melalui teori ini, Festinger menunjukkan bahwa setiap orang memiliki dorongan batin untuk menjaga semua sikap dan perilaku tetap selaras serta menghindari ketidakharmonisan (disonansi).
Bila disonansi ini terjadi, sesuatu harus berubah untuk menyelaraskan kembali situasi tersebut.
Tanda-tanda disonansi kognitif
Disonansi kognitif tidak terjadi secara otomatis. Artinya, tidak semua orang akan melakukan perubahan saat ada keyakinan dan perilaku yang berlawanan.
Biasanya, seseorang harus menyadari bahwa ada perasaan tidak nyaman dalam dirinya akibat ketidakselarasan yang terjadi sehingga kemudian melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Adapun perasaan tidak nyaman ini bisa berupa kecemasan, malu, atau perasaan bersalah dan menyesal. Perasaan ini pun bisa memengaruhi perilaku, pikiran, keputusan, sikap, hingga kesehatan mental seseorang.
Adapun berikut adalah beberapa tanda Anda mengalami disonansi kognitif.
- Merasa cemas sebelum melakukan sesuatu atau mengambil keputusan.
- Mencoba membenarkan atau merasionalisasi keputusan atau tindakan yang telah Anda ambil.
- Merasa malu akan tindakan yang Anda ambil atau cenderung menyembunyikannya.
- Merasa bersalah atau menyesali sesuatu yang pernah Anda lakukan.
- Menghindari percakapan tentang topik tertentu atau informasi baru yang bertentangan dengan keyakinan Anda.
- Melakukan sesuatu karena tekanan sosial meski itu bukan hal yang Anda inginkan.
- Mengabaikan informasi yang menyebabkan disonansi.
Contoh disonansi kognitif dalam kehidupan sehari-hari
Dilansir dari American Psychological Association, Festinger menjelaskan teori disonansi kognitif dengan sebuah contoh yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah yang terjadi pada perokok.
Lebih lanjut Festinger menjelaskan, seorang perokok yang mengetahui bahwa merokok bahaya bagi kesehatan mengalami disonansi. Pasalnya, ia tetap saja merokok walau sadar tindakan tersebut tidak baik untuk kesehatannya.
Akibat ketidakselarasan tersebut, ia mengubah perilakunya, seperti berhenti merokok, agar selaras dengan keyakinannya.
Namun, ia bisa juga mengubah pemikirannya bahwa rokok tidak berbahaya atau mencari efek positif dari merokok, seperti memercayai bahwa merokok dapat mengurangi stres dan mencegah penambahan berat badan.
Contoh lain dari disonansi kognitif adalah makan daging. Hal ini bisa menjadi disonansi karena bagi beberapa orang, makan daging tidak sejalan dengan prinsip kepedulian terhadap hewan.
Untuk menghapus disonansi tersebut, seseorang yang makan daging mengurangi kepeduliannya terhadap hewan. Adapun situasi ini sering disebut dengan meat paradox.
Penyebab disonansi kognitif
Berikut beberapa kondisi yang bisa menyebabkan disonansi kognitif pada diri seseorang.
1. Tekanan dari orang lain
Disonansi sering terjadi akibat paksaan atau tekanan dari orang atau pihak lain. Hal ini seringkali terjadi di sekolah, tempat bekerja, atau situasi sosial.
Sebagai contoh, beberapa orang mungkin pernah melakukan sesuatu di kantor yang tidak sesuai dengan isi hatinya agar tidak dipecat oleh atasan.
2. Pengambilan keputusan
Membuat keputusan dari dua pilihan seringkali menimbulkan disonansi, karena keduanya sama-sama menarik.
Salah satu contoh disonansi kognitif ini yaitu bila Anda harus memutuskan apakah akan menerima pekerjaan di daerah pelosok atau menolak pekerjaan tersebut agar bisa terus dekat dengan keluarga.
Jika sudah memilih, Anda akan mencari argumen yang menguatkan bahwa Anda tidak salah mengambil keputusan.
3. Upaya mencapai tujuan
Disonansi bisa terjadi jika Anda sedang berupaya keras untuk mencapai suatu tujuan dan kemudian menilainya secara negatif.
Sebagai contoh, Anda mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian Anda menyadari bahwa waktu ini terlalu panjang hanya untuk satu tujuan tersebut.
Guna menghindari disonansi ini, Anda meyakinkan diri bahwa Anda tidak menghabiskan waktu dan berpikir bahwa waktu yang telah Anda lalui ini benar-benar sangat menyenangkan.
Cara mengatasi disonansi kognitif
Disonansi kognitif sering menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti rasa bersalah, malu, hingga kecenderungan stres.
Nah, berikut merupakan beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi disonansi tersebut serta menghilangkan rasa bersalah, malu, maupun perasaan tidak nyaman lainnya.
1. Mengubah keyakinan
Anda bisa mengubah keyakinan untuk mengurangi perasaan tidak nyaman akibat disonansi yang muncul.
Meski demikian, melakukan cara ini memang tidaklah mudah. Pasalnya, Anda mungkin sulit mengubah apa yang sudah selama ini Anda yakini.
2. Menambah keyakinan baru
Menambah informasi atau keyakinan baru bisa membantu mengatasi disonansi kognitif. Contohnya, Anda berpikir bahwa merokok bisa menyebabkan kanker paru-paru, tetapi Anda tetap saja merokok.
Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman akibat disonansi tersebut, kemudian Anda menambah informasi baru yang terkait, seperti “belum ada penelitian yang dapat membuktikan bahwa merokok bisa menyebabkan kanker paru“.
3. Membenarkan tindakan
Cara lainnya untuk mengurangi disonansi adalah dengan membenarkan keputusan atau tindakan yang Anda ambil.
Misalnya, seseorang dengan hipertensi mengetahui bahwa mengonsumsi makanan bergaram tidak baik bagi kesehatannya, tetapi ia tetap saja melakukannya.
Selain itu, ia berdalih bahwa ia rutin berolahraga dan tetap mengonsumsi sayuran dan buah-buahan untuk menyeimbangkannya.
Kesimpulan
- Disonansi kognitif adalah konflik batin yang terjadi ketika sikap dan perilaku seseorang tidak selaras dengan keyakinannya.
- Contoh disonansi kognitif adalah seseorang yang merokok meski tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan.
- Kondisi ini bisa terjadi akibat tekanan dari orang lain, proses pengambilan keputusan yang rumit, dan adanya suatu upaya untuk mencapai tujuan.