backup og meta

Dampak Psikologis Akibat Merokok

Dampak Psikologis Akibat Merokok

Merokok sudah dikenal sebagai faktor risiko berbagai penyakit degeneratif karena berbagai kandungannya yang berbahaya. Namun, tahukah Anda bahwa perilaku merokok juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang? Efek merokok terhadap mental seseorang dapat bervariasi dan tidak semua orang mengalaminya. Beberapa perokok juga mungkin sebenarnya menyadari perubahan emosi sebagai efek dari merokok, tetapi memilih untuk membiarkannya.

Bagaimana merokok bisa memengaruhi mental seseorang?

Nikotin memengaruhi kinerja otak sehingga memicu ketergantungan, yang pada akhirnya mengubah cara seseorang berpikir dan perilaku. Efek tersebut dapat bersifat permanen karena nikotin sangat mudah terakumulasi pada otak. Nikotin dapat diserap oleh mukosa mulut saat merokok, dan mencapai otak hanya dalam waktu 10 detik setelah diisap. Semakin banyak nikotin, semakin kuat efek ketergantungan dan perubahan psikologis yang dialami seseorang.

Ketergantungan pada perokok juga melibatkan mekanisme lainnya yang memicu ketidakseimbangan fungsi otak. Nikotin membuat seseorang ketergantungan dengan cara memicu peningkatan hormon dopamin pada otak. Peningkatan dopamin berlebih pada perokok juga disertai dengan penurunan enzim monoamineoxidase yang berperan dalam menurunkan kadar dopamin. Tanpa enzim tersebut, kadar dopamin akan lebih sulit terkendali sehingga menyebabkan ketergantungan.

Ketergantungan akibat merokok juga memicu perubahan perilaku

Sebagian besar perokok merasakan efek peningkatan dopamin berlebih sebagai rasa ketenangan, bahagia, atau kesenangan saat merokok. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi kesulitan menenangkan pikirannya sendiri jika tidak mengisap rokok. Jika hal itu terjadi, maka perokok akan mencari dan menggunakan rokok tanpa henti.

Tanpa disadari, perokok juga menjadi lebih agresif dan mudah marah saat harus menahan keinginannya untuk merokok. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial perokok yang justru membuat stress, dan memicu perubahan perilaku yang lebih parah.

Benarkah merokok membuat lebih tenang?

“Merokok membuat saya lebih tenang” hanyalah anggapan yang dipercaya seorang perokok. Efek ketergantungan dan peningkatan hormone dopamin mungkin membuat seseorang lebih tenang dalam waktu sesaat, namun sesudah merokok atau berhenti merokok dalam waktu beberapa jam, ini dapat memicu stress akibat keinginan untuk merokok. Pada dasarnya, rasa stress dan kecemasan saat ingin merokok tidak sebanding dengan rasa ‘tenang’ saat menghisap rokok.

Merokok sendiri juga termasuk strategi pereda stress yang buruk karena tidak mendorong seseorang menghadapi masalah dalam kehidupannya. Banyak perokok yang menyadari bahwa dirinya memiliki masalah keuangan, namun tetap membeli rokok hanya karena ingin menghindari masalah yang dihadapinya. Pada akhirny,a perokok hanya akan tetap mengalami stress dengan terus merokok. Sebaliknya, suatu studi menunjukkan bahwa individu yang berhenti merokok setelah enam minggu berturut-turut, mengalami peningkatan kualitas kehidupan dan lebih merasa bahagia dibandingkan individu yang tetap merokok.

Gejala depresi pada perokok

Depresi termasuk penyakit mental yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti genetik, lingkungan sosial, dan kesehatan. Pada orang-orang yang memang sudah menderita depresi, merokok hanya akan membuat seseorang mengalami gejala depresi yang lebih serius.

Meskipun tidak diketahui mana yang mendahului antara depresi dan perilaku merokok, namun individu yang merokok kemungkinan mengalami depresi. Suatu penelitian menunjukkan sekitar 30% perokok dewasa mengalami depresi, proporsi ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada populasi pada umumnya yang hanya terdapat 20% indvidu dewasa mengalami depresi. Kejadian depresi juga lebih mungkin dialami oleh perokok perempuan dan pada kelompok usia yang lebih muda. Sebagian besar perokok yang menyadari bahwa ia mengalami depresi juga hanya membiarkan kondisi yang dialaminya.

Merokok membuat seseorang merasa depresi lewat beberapa cara, di antaranya:

1. Mood swing

Karena ketergantungan dan merasa lebih tenang saat merokok, mood seseorang menjadi lebih baik namun kemudian berubah secara drastis dengan cepat setelah berhenti merokok. Hal ini dapat membuat seseorang lebih merasa depresi.

2. Perubahan hormon dopamine

Peningkatan hormon dopamin secara tidak terkendali juga dapat membuat otak tidak merespon hormon tersebut sebaik dulunya.  Akibatnya, seorang perokok cenderung tidak merasa bahagia, namun akan tetap merokok hanya karena efek ketergantungan.

Apa yang dapat dilakukan?

Menghindari merokok dan melakukan upaya berhenti merokok secepat mungkin adalah salah satu cara menghindari dampak psikologis yang lebih parah. Mengurangi jumlah rokok, mengalihkan perhatian saat merasa cemas, dan mencari bantuan professional yang tepat jika Anda mengalami depresi, adalah salah satu cara melawan efek ketergantungan.

Anda bisa mencari bantuan ke psikolog atau psikiater dengan melakukan konseling kesehatan mental di klinik psikologi. Cari klinik psikologi yang tepercaya, sesuai dengan kebutuhan, dan terdekat dari lokasi Anda.

BACA JUGA:

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Anon., 2015. Stopping smoking is good for your mental health. [Online] Available at: http://www.nhs.uk/Livewell/smoking/Pages/stopping-smoking-benefits-mental-health.aspx [Accessed 1 Sept 2016].

Champion, J., 2015. Smoking and mental health. [Online] Available at: http://www.rcpsych.ac.uk/healthadvice/problemsdisorders/smokingandmentalhealth.aspx [Accessed 1 Sept 2016].

Mental Health Foundation, 2016. Smoking and mental health. [Online] Available at: https://www.mentalhealth.org.uk/a-to-z/s/smoking-and-mental-health [Accessed 1 Sept 2016].

Quit Smoking Community, 2016. The Mental Effects of Nicotine Use and Addiction. [Online] Available at: https://quitsmokingcommunity.org/mental-effects-of-nicotine-use-addiction/ [Accessed 1 Sept 2016].

Versi Terbaru

16/09/2022

Ditulis oleh Kemal Al Fajar

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

9 Cara Menghilangkan Homesick Saat Tak Bisa Pulang

6 Cara Menurunkan Hormon Kortisol yang Tinggi


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Kemal Al Fajar · Tanggal diperbarui 16/09/2022

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan