Pernahkah Anda melihat orang lain kurang berkontribusi saat bekerja kelompok? Atau justru diri Anda sendiri yang sering melakukannya? Kebiasaan ini umumnya disebut sebagai social loafing.
Simak pengertian, penyebab, dan cara mengatasinya di cbawah ini.
Apa itu social loafing?
Social loafing adalah fenomena ketika seseorang kurang berkontribusi dalam suatu tugas ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri.
Saat bekerja sendiri, banyak orang cenderung lebih berusaha. Namun, ketika dilibatkan dalam suatu kelompok, usaha dari orang tersebut justru berkurang.
Fenomena kemalasan sosial pertama kali diteliti oleh Max Ringelmann, insinyur pertanian asal Prancis, pada 1931 silam.
Penelitian sederhana ini meminta peserta untuk menarik tali, baik sendiri maupun berkelompok.
Ringelmann menemukan bahwa saat seseorang bekerja dalam kelompok, ia melakukan lebih sedikit usaha untuk menarik tali daripada saat bekerja secara individu.
Studi ini menjadi dasar dari penelitian lainnya yang membahas tentang social loafing sehingga fenomena psikologi sosial ini juga sering disebut sebagai Ringelmann effect.
Social loafing vs social facilitation
- Fenomena social loafing merupakan kebalikan dari social facilitation.
- Social loafing merujuk pada situasi saat seseorang lebih sedikit berkontribusi selama bekerja dengan orang lain, misalnya seorang siswa yang mengerjakan lebih sedikit tugas dalam sebuah proyek kelompok.
- Social facilitation menggambarkan seseorang yang tampil lebih baik di hadapan orang lain, misalnya seorang pelari yang berlari secepat mungkin untuk jadi pemenang dalam suatu kejuaraan internasional.
Penyebab social loafing
Seorang social loafer tidak mau berusaha maksimal saat mengerjakan tugas kelompok. Dirinya beranggapan bahwa tugas tersebut akan diselesaikan oleh teman dalam timnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Steven J. Karau dan Kipling D. Williams (1993) telah mengaitkan kemalasan sosial dengan tujuan yang hendak dicapai ketika bekerja dalam kelompok.
Seseorang mungkin punya ekspektasi lebih rendah saat bekerja dalam kelompok. Mereka juga tidak menghargai hasilnya seperti ketika melakukan tugas secara individu.
Kurangnya motivasi untuk mencapai tujuan ini kerap membuat social loafer tidak memberikan kontribusi sebanyak yang sebenarnya mampu mereka berikan.
Dalam studi berjudul Social Loafing: A Review of the Literature (2014), terdapat empat faktor yang mampu menyebabkan fenomena kemalasan sosial. Berikut uraiannya.
1. Ketiadaan motivasi diri
Ketiadaan motivasi diri dalam mengerjakan tugas berpengaruh besar pada timbulnya social loafing.
Seseorang yang kurang termotivasi dengan tugas yang jadi tanggung jawabnya cenderung mengalami kemalasan sosial saat harus bekerja dalam suatu kelompok.
2. Ukuran kelompok terlalu besar
Makin besar kelompok, akan makin sulit bagi seseorang untuk merasa bahwa kontribusi yang dilakukannya penting dalam suatu pekerjaan.
Hal ini bisa membuat orang tersebut merasa bahwa kontribusinya tidak akan berpengaruh dalam hasil akhir. Pada akhirnya, ini akan menurunkan motivasi mereka.