backup og meta

Pernikahan Beda Usia, Membawa Tantangan Sekaligus Dinamika

Pernikahan Beda Usia, Membawa Tantangan Sekaligus Dinamika

Pernikahan beda generasi atau antara pasangan yang memiliki beda usia yang terpaut jauh (10 tahun atau lebih) merupakan hal wajar. Setiap individu sejatinya berhak memilih siapa pun untuk menjadi pasangan hidupnya.

Meskipun demikan, menikah dengan orang yang berbeda usia jauh, baik lebih muda atau maupun lebih tua, merupakan sebuah keputusan besar. Pasalnya, secara psikologis, pernikahan beda generasi memiliki konflik yang berbeda dengan pasangan pada umumnya sehingga menuntut pasangan untuk lebih dalam memahami satu sama lain.

Tantangan dalam pernikahan beda usia

Tidak bisa dipungkiri, pernikahan beda usia memang memiliki potensi konflik pernikahan yang berbeda dibandingkan pasangan menikah yang usianya relatif sepantar. Terdapat beberapa hal yang mungkin perlu dibicarakan dan didiskusikan dengan matang ketika memutuskan untuk menikah dengan orang yang berbeda generasi.

Pasangan beda generasi rentan mengalami konflik yang berhubungan dengan perkembangan psikologi dan sosial. Artinya, berbeda usia, berbeda pula masalah psikologis, tuntuntan, dan peran mereka di lingkungan sosial.

Ambilah contoh potensi konflik pada pernikahan beda generasi secara umum dengan beda usia pasangan pria yang jauh lebih tua. Suami yang berusia 40-65 telah mencapai perkembangan emosi yang matang sehingga perubahan suasana hatinya lebih stabil. Sementara itu, istri yang berusia 20-30 tahun masih memiliki jiwa muda yang bebas dan penuh dinamika.

Suami bisa sulit memahami atau menyesuaikan dengan perubahan mood istri di kesehariannya. Selain itu, suami yang lebih suka ketenangan di rumah bisa kesulitan mengikuti gaya hidup istri yang lebih suka menghabiskan waktu di luar. Terlebih, ia bisa kecewa karena istri kerap meninggalkan pekerjaan rumah tangganya.

Pada kasus pernikahan dengan istri yang lebih tua, suami yang lebih muda bisa merasa terintimidasi ataupun kurang percaya diri dalam hubungan. Perasaan ini biasanya muncul karena pada masa itu, sang suami masih berusaha untuk meniti karier, sementara sang istri sudah lebih mapan, bahkan berada di puncak karier.

Memahami akar masalah, kunci pernikahan beda usia

Konflik dalam pernikahan yang melibatkan pasangan dengan beda usia yang jauh sebenarnya bisa diatasi dengan memahami dasar dari permasalahan konflik. Umunya, ini berakar dari masalah perkembangan psikologi dan sosial bergantung perkembangan usianya.

Jika merujuk pada teori perkembangan psikososial dari psikolog asal Jerman, Erik Erikson, seorang individu akan mengalami krisis yang berbeda-beda dalam setiap tahap perkembangan usianya.

Untuk orang berusia 20-30 tahun, biasanya mengalami kecemasan mengenai kepastian karier dan mendapatkan pasangan ideal. Di tahapan ini seseorang cenderung mengalami krisis jati diri yang membuatnya kerap merasa terisolasi dari lingkungan sosial dan kesepian.

Sementara untuk orang yang telah memasuki tahapan usia 40-65 tahun tujuannya adalah mencari makna hidup. Orang pada usia ini lebih berfokus pada bagaimana profesi yang dijalaninya selama ini dan sejauh apa ia mampu berguna bagi orang-orang di sekelilingnya.

Krisis yang cenderung dialami adalah merasa cemas jika ternyata tidak melakukan hal yang berguna atau menjalani hidup yang monoton. Mereka juga takut kehilangan orang-orang terdekat. Kondisi ini dikenal juga dengan krisis paruh baya.

Dengan mengenali masalah psikologis dan tuntutan sosial berdasarkan usia pasangan ini, Anda bisa lebih memahami harapan, bentuk komitmen, serta kekhawatiran yang ditunjukkan pasangan dalam hubungan pernikahan beda usia jauh.

Keuntuntungan pernikahan beda generasi

Umumnya, mereka yang memutuskan menikah memiliki usia yang cenderung tak berbeda jauh. Pada studi dari jurnal American Psychology Association tahun 2019 misalnya, diketahui rata-rata jarak usia pasangan di Amerika adalah 3 tahun dengan umur pasangan pria lebih tua dari wanita.

Meski begitu, tidak ada patokan jarak usia pasangan ideal yang memastikan pernikahan bisa langgeng. Bahkan, hal ini bisa membawa keuntungan.

Pada studi yang dilakukan Purdue University, didapatkan hasil bahwa perempuan yang memiliki suami jauh lebih tua merasa lebih bahagia menjalani pernikahan dibandingkan pasangan menikah yang tidak memiliki beda usia jauh.

Salah satu aspek yang menjadi penentu kebahagiaan dari pernikahan beda usia jauh tersebut adalah kemapanan secara finansial. Selain matang dalam sisi emosi dan psikologis, laki-laki berumur 45-60 tahun umumnya telah mapan secara ekonomi sehingga kebutuhan hidup yang membutuhkan banyak biaya seperti rumah dan kendaraan sudah bisa terpenuhi.

Secara psikologis, menikah dengan orang yang lebih tua, baik itu untuk pasangan laki-laki maupun perempuan, dapat menciptakan perasaan aman bagi pasangan yang lebih muda. Hal ini dikarenakan orang yang lebih tua memiliki banyak pengalaman hidup sehingga dapat menjadi sosok panutan sekaligus pelindung.

Keuntungan ini juga bertimbal balik pada pasangan yang lebih tua. Oleh karena kerap mencari makna hidup, ia akan merasa dirinya berharga jika ternyata bisa membantu orang lain, terlebih pasangannya.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Drefahl, S. (2010). How does the age gap between partners affect their survival?. Demography 47, 313–326. https://doi.org/10.1353/dem.0.0106

Erikson’s 8 Stages of Psychosocial Development | Education, Society, & the K-12 Learner. (2020). courses.lumenlearning.com. Retrieved 12 May 2020, from https://courses.lumenlearning.com/teachereducationx92x1/chapter/eriksons-stages-of-psychosocial-development/

Versi Terbaru

07/09/2023

Ditulis oleh Fidhia Kemala

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Rena Widyawinata


Artikel Terkait

9 Cara Menghilangkan Homesick Saat Tak Bisa Pulang

6 Cara Menurunkan Hormon Kortisol yang Tinggi


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 07/09/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan