Dalam lingkup kerja, seorang atasan harus mengarahkan dan membimbing bawahan agar sesuai dengan tujuan. Namun, ada kalanya hal ini dilakukan secara berlebihan. Banyak orang menyebutnya sebagai micromanagement.
Apa itu micromanagement?
Micromanagement adalah istilah yang mengacu pada gaya kepemimpinan seorang atasan yang melakukan pengarahan dan pengawasan secara berlebihan.
Orang-orang dengan masalah micromanagement selalu mengontrol cara kerja para karyawannya, termasuk hal-hal kecil dari pekerjaan sehari-hari. Mereka kerap merasakan kebutuhan untuk mengendalikan segala situasi.
Seringkali hal ini terjadi bukan karena kinerja dari bawahannya sendiri, melainkan atas dasar perfeksionisme atau rasa insecure pada kemampuan diri.
Namun, terkadang kebiasaan micromanage juga dilakukan karena sang atasan selalu merasa cemas kalau-kalau bawahannya tidak bekerja sesuai dengan arahan atau takut akan mengacaukan proyek yang tengah berjalan.
Sayangnya, tidak mudah untuk melawan atasan dengan gaya kepemimpinan ini. Bila Anda memberontak, bisa jadi atasan malah akan semakin mengatur apapun yang Anda kerjakan.
Pada situasi yang ekstrem, beberapa atasan hanya mau mempekerjakan orang-orang yang dirasa lebih mudah untuk dikendalikan.
Mereka tak lagi memedulikan bakat, pengetahuan, dan pengalaman calon pekerja. Pasalnya, mereka tahu orang-orang dengan kualitas tersebut bisa menentang dan menjadi saingan saat bekerja.
Ciri-ciri micromanagement yang harus diwaspadai
Terkadang, orang-orang mengartikan micromanagement sebagai tindakan yang lebih memerhatikan detail. Padahal, micromanage bukan hanya soal detail.
Berikut adalah berbagai ciri-ciri yang harus Anda waspadai dari seorang micromanager.
- Terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mengawasi satu proyek pekerjaan sembari mengatur bawahannya tentang apa saja yang harus dilakukan sampai hal-hal kecil.
- Kerap meragukan kinerja para pekerjanya.
- Kerap menunjukkan kemarahan atau ketidaksukaan ketika orang lain melakukan sebuah keputusan tanpa sepengetahuannya.
- Mengecek detail kecil berkali-kali yang tidak memengaruhi hasil pekerjaan.
- Sering datang ke kantor lebih pagi dan pulang lebih malam.
- Sering menghubungi orang lain di luar jam kerja, saat liburan, atau saat orang yang dituju sedang cuti.
- Tidak pernah mengapresiasi kinerja bawahannya. Kalaupun proyeknya berjalan dengan sukses, mereka akan mengakui hal tersebut sebagai hasil dari kerja kerasnya sendiri.
- Kerap menyalahkan orang lain jika ada kesalahan dalam pekerjaan, tetapi enggan menerima masukan atau mengakui kesalahan dan kekurangan diri.
- Memperlakukan orang lain seolah-olah mereka tidak kompeten.
- Sering membicarakan orang lain dengan cara yang meremehkan.
- Sering mengubah keputusan tanpa pikir panjang sehingga timbul kebingungan dan ketidakpastian.
Bahaya micromanage untuk produktivitas kerja
Alih-alih membuat hasil pekerjaan jadi sempurna, orang-orang dengan micromanagement justru kerap membuat produktivitas jadi terhambat.
Atasan yang tidak membuka kesempatan bagi kontribusi karyawannya membuat target pekerjaan semakin sulit dicapai, mengingat semuanya harus melalui persetujuan sang atasan.
Pada saat yang sama, atasan tersebut terlalu terpaku pada setiap hal kecil yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Tak jarang, ia meminta karyawannya untuk mengulangi tugas dari awal hanya karena ada sesuatu yang tak sejalan dengan kemauannya.
Ketidakmampuan atasan dalam membimbing menimbulkan masalah kerja sama di dalam tim, sebab karyawan merasa bahwa keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman mereka diragukan.
Alhasil, ini akan berdampak pada antusiasme karyawan dalam mengerjakan tugas sehari-hari. Mereka tak lagi memiliki semangat untuk bekerja dengan baik karena toh ujung-ujungnya usaha mereka tidak pernah diterima sang atasan.
Lama-kelamaan, karyawan mulai tidak puas dengan pekerjaan mereka. Tidak ada ruang bagi mereka untuk mengembangkan kemampuannya dan belajar dari kesalahan.
Bukan tak mungkin micromanagement juga memberikan efek yang signifikan pada kondisi mental karyawan.
Rasa frustrasi karena dianggap tidak tahu apa-apa, ditambah rasa cemas yang menghantui kala terjadi kesalahan, semua bercampur dan suatu saat bisa berujung menjadi masalah mental pekerja kantoran.
Cara menghadapi micromanager
Memang, sulit rasanya untuk menentang kemauan atasan, tapi bukan berarti Anda hanya bisa diam dan pasrah. Coba lakukan cara-cara berikut ini ketika menghadapi si micromanager.
1. Pahami alasannya
Melawan bukanlah cara yang tepat, sebab hal ini bisa membuat atasan semakin tidak mempercayai Anda dan berujung memperketat pengawasannya terhadap pekerjaan Anda.
Sebaliknya, cobalah untuk memahami apa yang menjadi penyebab perilaku tersebut. Misalnya, bisa saja micromanaging ini muncul karena atasan Anda sedang burnout dan stres akibat tekanan yang besar.
Bila tak segan, tanyakan hal ini kepada atasan Anda. Dengan mengenal alasan yang mendasarinya, Anda jadi lebih mudah mengetahui cara yang tepat untuk menghadapinya.
2. Beri kabar soal pekerjaan Anda
Terkadang micromanagement dilakukan atas dasar kecemasan. Atasan Anda mungkin khawatir bila proyek yang sedang berlangsung tidak sesuai dengan target yang diharapkan.
Anda bisa mengatasinya dengan memberitahu atasan mengenai kemajuan dalam proyek tersebut. Anda juga dapat mengirimkan surel yang berisi informasi penting tentang apa yang sudah dilakukan dan dicapai tanpa diminta terlebih dahulu.
Jika atasan Anda ingin tahu tentang detail pekerjaan, jangan ragu untuk menyampaikannya secara jelas.
Intinya, kurangi kekhawatiran atasan Anda dengan selalu memberi kabar atau pertanyaan ketika ada hal-hal yang kurang Anda pahami.
3. Bicarakan dengan atasan
Memang, orang-orang yang melakukan micromanagement seringkali enggan menerima kritikan. Namun, hal ini sebenarnya tidak mustahil untuk dilakukan.
Jadwal ulasan kinerja dapat menjadi kesempatan bagi Anda untuk memberikan masukan. Agar lebih mudah, libatkan pihak ketiga yang terpercaya dalam pertemuan Anda dan atasan, misalnya manajer SDM yang dapat membantu menyampaikan maksud Anda.
Ingat, sekeras apapun Anda berusaha dan atasan tetap tak membaik setelahnya, pertimbangkan untuk berpindah divisi atau bekerja di kantor yang baru. Sesungguhnya yang dapat membantu kinerja Anda adalah kondisi mental yang baik.
Jangan biarkan perilaku atasan menyita waktu dan emosi Anda.