Pernahkah Anda mendengar istilah daddy issues? Pada umumnya, istilah ini ditujukan pada wanita yang berkencan dengan pria yang lebih tua.
Bukan berdasarkan asmara, daddy issues justru banyak berkembang karena hubungan anak dan ayah yang tidak harmonis.
Apa itu daddy issues?
Daddy issues adalah dampak psikologis akibat hubungan ayah dan anak yang tidak harmonis.
Hubungan ini juga bisa terjadi ketika seorang anak tidak memiliki sosok ayah di hidupnya. Padahal, peran ayah dalam mengasuh anak sangatlah penting.
Seorang anak yang tidak merasakan kasih sayang dan kehadiran ayah mungkin mencari sosok tersebut dari pasangan begitu dirinya tumbuh dewasa.
Meski selama ini istilah daddy issues lebih sering digunakan untuk menggambarkan hubungan perempuan dengan pria dewasa, kondisi ini sebenarnya juga bisa dialami oleh anak laki-laki.
Ciri-ciri seseorang mengalami daddy issues
Pada dasarnya, daddy issues tidak termasuk dalam kondisi medis maupun gangguan mental yang dapat dijelaskan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Namun, seseorang yang mengalami daddy issues biasanya menunjukkan tanda-tanda seperti berikut.
1. Hanya tertarik pada pasangan yang lebih tua
Ciri utama dari daddy issues adalah ketertarikan seseorang pada orang yang lebih tua.
Tanpa disadari, hal tersebut mungkin membuat seorang perempuan berkencan atau bahkan menikah dengan pria yang lebih tua.
Dari hubungan tersebut, mereka berharap bisa mendapatkan cinta, kasih sayang, dan rasa aman yang tidak diperoleh dari sang ayah.
2. Mudah cemburu dan terlalu protektif
Wanita yang ditinggalkan dan dibesarkan tanpa ayah sejak kecil lebih mudah mengalami kecemasan, termasuk saat menjalin hubungan romantis dengan orang lain.
Akibatnya, mereka mungkin akan menjadi lebih mudah cemburu, posesif, dan terlalu protektif. Hal ini sering kali membuat pasangannya merasa terkekang.
Seseorang dengan daddy issues mungkin akan terus-menerus menelepon untuk menanyakan keberadaan pasangannya. Hal ini ia lakukan karena rasa takut kembali ditinggalkan sosok ayah.
3. Takut ditinggalkan dan sendirian
Seseorang yang mengalami daddy issues biasanya tidak suka merasakan kesendirian dan sangat takut ditinggalkan pasangan.
Untuk mempertahankan hubungan ini, tidak jarang mereka berusaha menyenangkan pasangan dengan berbagai cara, termasuk memendam amarah.
Namun, bagi orang yang takut berkomitmen, mereka justru cenderung akan bergonta-ganti pasangan supaya terus memiliki “teman”.
4. Selalu butuh kepastian
Karena takut ditinggalkan, orang dengan daddy issues biasanya selalu membutuhkan kepastian dari pasangannya. Ia mungkin sering bertanya, “Apakah kamu masih mencintaiku?”
Seiring berjalannya waktu, seseorang yang mengalami kondisi ini juga cenderung sangat bergantung pada pasangan.
Jika dibiarkan, kondisi tersebut bisa menimbulkan gangguan kepribadian dependen, yakni gangguan mental yang memicu kecemasan berlebihan sehingga seseorang tidak bisa melakukan berbagai hal sendirian.
Bagaimana cara mengatasi daddy issues?
Meski tidak termasuk dalam gangguan kejiwaan, daddy issues bisa membawa berbagai dampak negatif bagi seorang anak.
Anak yang tumbuh tanpa sosok ayah cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah, terutama ketika harus bergaul dengan teman sebaya.
Selain itu, laman Association of Child Psychotherapists juga menyebutkan bahwa daddy issues bagi anak laki-laki bisa membuat mereka kesulitan mencari identitas diri.
Pasalnya, ayah merupakan role model atau panutan pertama bagi seorang anak laki-laki.
Dengan berbagai dampaknya, salah satu cara untuk mengatasi daddy issues bagi laki-laki maupun perempuan adalah konsultasi bersama psikolog.
Seorang psikolog akan membantu Anda mengatasi trauma masa kecil yang berdampak pada kehidupan Anda selama ini.
Psikolog juga akan membantu Anda dalam mengelola emosi sehingga Anda bisa memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Jadi, jika orang terdekat Anda atau bahkan diri Anda sendiri memiliki berbagai tanda seperti di atas, tak ada salahnya untuk berkonsultasi ke psikolog terdekat.
Kesimpulan
- Daddy issues bisa disebabkan oleh hubungan ayah dan anak yang tidak harmonis atau ketidakhadiran sosok ayah pada masa kanak-kanak.
- Ciri-cirinya antara lain memilih berhubungan dengan orang yang lebih tua, posesif, takut akan kesendirian, dan selalu membutuhkan kepastian.
- Meski tidak termasuk gangguan kesehatan mental, konsultasi dengan psikolog merupakan salah satu cara terbaik untuk mengatasinya.