Mengetahui bahwa orangtua Anda mengalami depresi tentu tidak mudah. Depresi bisa menyebabkan kesedihan berkepanjangan dan rasa lelah setiap saat. Apabila depresi pada orangtua tidak ditangani, hal ini tentu bisa menyebabkan masalah dalam hubungan Anda.
Mengenal risiko memiliki orangtua yang depresi
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa anak yang terlahir dari orangtua dengan depresi memiliki risiko 3–4 kali lipat untuk mengalami kondisi serupa.
Kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental lainnya, seperti gangguan depresi mayor, gangguan kecemasan, hingga ketergantungan zat.
Selain itu, anak-anak dari orangtua yang depresi dapat mengalami lebih banyak masalah kesehatan pada awal hingga pertengahan usia 30-an, khususnya masalah jantung.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS One (2021) menemukan bahwa 1 dari 3 (35%) ibu dan 1 dari 5 (18%) ayah mengalami depresi.
Saat orangtua berada di bawah tekanan emosional hebat, hal tersebut bisa mengubah aktivitas genetik anak-anaknya selama masa remaja dan bahkan berlanjut hingga dewasa.
Karena beberapa gen yang diubah dapat memengaruhi perkembangan otak, efek depresi orangtua mungkin akan terpatri secara permanen dalam otak anak-anak mereka.
Ciri-ciri orangtua yang depresi
Depresi dapat menampakkan wajah yang berbeda-beda pada setiap orang. Namun, perubahan seperti di bawah ini mungkin bisa menandakan depresi pada ibu atau ayah Anda.
- Tidak tertarik pada kegiatan yang biasanya dinikmati, seperti berkebun, memasak, atau bahkan menghadiri acara keluarga.
- Mengabaikan kebersihan pribadi dan tanggung jawab sehari-hari.
- Sering merasa sedih, murung, atau putus asa.
- Mengeluhkan gejala fisik, seperti sakit kepala atau nyeri punggung tanpa alasan jelas.
- Merasa lelah terus-menerus meskipun tidak melakukan aktivitas berat.
- Mudah marah atau tersinggung, seperti sering mengumpat atau mengomel.
- Tidur lebih lama atau lebih jarang dari biasanya.
- Mengalami penurunan atau peningkatan berat badan tanpa alasan yang jelas.
- Munculnya pikiran tentang kematian hingga keinginan bunuh diri.
Memahami gejala depresi di atas dapat membantu Anda menentukan langkah tepat untuk menghadapinya.
Setelah memahami depresi, Anda mungkin akan lebih sabar, mengetahui cara yang baik untuk menanggapi “tantrum” orangtua, dan lebih paham terhadap pilihan pengobatan depresi.
Penyebab depresi pada orangtua
- Kondisi fisik yang menurun. Penurunan kesehatan fisik disertai penyakit kronis, seperti diabetes atau kanker, dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
- Perasaan kehilangan. Kehilangan orang terkasih yang meninggal dunia, kemandirian untuk beraktivitas, dan pekerjaan setelah pensiun bisa memicu depresi.
- Isolasi sosial. Depresi dapat muncul akibat kurangnya interaksi sosial dan perasaan kesepian karena teman dan keluarga sudah tidak ada atau tinggal jauh sehingga sulit dikunjungi.
Cara menangani orangtua depresi
Anda tidak akan bisa membantu orang yang sakit bila Anda sendiri sakit. Dengan kata lain, pastikan Anda telah memenuhi kebutuhan diri sendiri sebelum membantu orang lain yang terpuruk.
Ketika hal tersebut berhasil terpenuhi, Anda akan mempunyai banyak energi untuk menangani orangtua yang depresi. Berikut ini beberapa hal yang harus dilakukan.
1. Perhatikan gerak-geriknya
Orangtua Anda kemungkinan sering mengatakan, “Nggak, saya tidak sedih,” atau “Nggak, saya nggak kesepian,” karena mereka tidak ingin menjadi beban tambahan dalam keluarga.
Oleh sebab itu, perhatikanlah gerak-gerik remeh tetapi tampak tidak biasa, contohnya meremas tangan berlebihan, cepat marah atau tersinggung, atau sulit duduk tenang.
Perubahan kecil ini bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang berjuang dengan perasaan yang rumit dan membutuhkan dukungan lebih dari Anda.
2. Ajak orangtua bicara tentang perasaannya
Orangtua sulit mengatasi kehilangan, misalnya saat menghadapi kenyataan bahwa sang anak pergi dari rumah. Tak jarang, hal ini bisa menjadi pemicu depresi pada orangtua.
Anda dapat membantu orangtua mengakui arti penting di balik kehilangannya dengan bertanya, “Bu/Pak, baik-baik saja? Saya ingin tahu keadaan karena belakangan ini merasa khawatir.”
Dengarkan tanpa menghakimi dan hormati perasaan mereka. Perlu Anda ingat bahwa menjadi pendengar yang baik dan penuh kasih jauh lebih baik daripada memberi nasihat.
Jangan harap satu kali percakapan akan menyelesaikan masalah. Ungkapkan kesediaan untuk mendengar lagi dan lagi. Lakukan perlahan dan jangan memaksa, tetapi terus-menerus.