Di balik emosi yang muncul saat marah atau meluapkannya kepada orang lain, diam-diam ada rasa bahagia yang Anda rasakan dalam diri. Bagaimana bisa marah bikin bahagia? Bukankah keduanya adalah dua emosi yang saling bertolak belakang?
Kenapa muncul rasa marah?
Sebelum memahami mengapa marah bikin Anda bahagia, ada baiknya Anda memahami dulu soal kemarahan.
Rasa marah merupakan salah satu emosi dasar yang melekat pada manusia, bersamaan dengan rasa sedih, bahagia, cemas, dan jijik.
Ekspresi kemarahan dinilai negatif karena dapat memicu tindakan atau hal-hal agresif yang muncul dalam bentuk penyerangan fisik, seperti perkelahian atau melukai orang lain secara langsung. Meskipun dalam situasi tertentu rasa marah dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan.
Sumber kemarahan dapat berasal dari mana pun, mulai dari orang terdekat, orang asing, ataupun peristiwa eksternal yang cenderung merugikan Anda. Dalam beberapa kondisi, melihat atau mengetahui kejadian yang mana tidak berhubungan sama sekali dengan Anda juga dapat memicu munculnya perasaan ini.
Menurut dr. Ryan Martin, yang secara khusus mendalami psikologi rasa marah dalam situsnya All The Rage, kemarahan muncul dari kombinasi berbagai hal ataupun dari salah satunya, seperti adanya pemicu, sifat atau karakter tertentu, dan cara seseorang merespons situasi.
Kenapa Anda merasa bahagia saat marah?
Peristiwa yang memicu rasa marah merupakan kondisi di mana seseorang merasa tidak diuntungkan atau merasa terancam di dalam sebuah situasi. Menunjukan kemarahan merupakan bagian dari perlawanan untuk kembali mengambil peran dalam situasi yang dirasa tidak adil tersebut.
Meskipun saat Anda marah permasalahan tak selesai, meluapkannya bisa membawa perasaan lega yang sepadan. Secara tidak sadar marah bisa bikin Anda bahagia dan mendatangkan rasa nyaman di dalam diri
Leon F. Seltzer, psikolog klinis yang memiliki spesialisasi dalam resolusi pengendalian trauma dan rasa marah, menjelaskan ketika seseorang mengekspresikan kemarahannya ia akan menempatkan diri sebagai korban dan merasa berhak untuk menumpahkan perasaannya.
Korban sendiri didefinisikan sebagai pihak yang paling tidak bersalah, sementara target dari kemarahan merupakan pelaku yang paling bersalah. Ketika Anda memosisikan diri sebagai korban, secara moral Anda akan merasa lebih hebat dari target kemarahan Anda.
Perbandingan peran antara korban dan pelaku yang dipakai inilah yang kemudian memunculkan perasan senang. Anda seakan menikmati kemarahan yang Anda tunjukkan pada orang lain.
Kemarahan tetap perlu dikendalikan
Leon menyatakan bahwa rasa bahagia yang muncul saat marah dapat terjadi pada siapa pun. Artinya, ini bukanlah suatu kelainan atau gangguan psikologis tertentu.
Perasaan senang yang muncul saat marah-marah juga dapat dipengaruhi oleh kejadian atau kondisi sebelum seseorang tersebut merasa marah atau disebut pre-existing condition.
Jika sebelumnya Anda merasa begitu ‘kecil’ dan tak berdaya karena emosi negatif, seperti cemas, kecewa, malu, dan rasa bersalah, kemungkinan Anda cenderung merasa bahwa melampiaskan marah yang Anda rasakan bisa bikin bahagia.
Begitu juga jika Anda sebelumnya merasa dicurangi, diabaikan, atau diremehkan. Dalam situasi ini, Anda memanfaatkan kemarahan sebagai sesuatu yang dapat membenarkan situasi Anda.
Meski begitu, rasa bahagia yang muncul saat Anda bahagia bisa disebut sebagai perasaan yang bermasalah.
Betul memang jika pada saat tertentu marah bisa bikin bahagia dan hal itu menguntungkan Anda. Perasaan itu dapat membangun kekuatan diri, karena menimbulkan perasaan superior.
Akan tetapi, kemarahan yang diliputi kebahagiaan bisa berbalik merugikan Anda. Misalnya saja, karena merasa superior dan merasa benar, Anda bisa melakukan intimidasi secara berlebihan terhadap orang yang jadi target kemarahan Anda. Oleh karena itu, Anda tetap harus berusaha untuk mengendalikan amarah yang Anda rasakan.