Setiap kehamilan adalah peristiwa unik, begitu pula dengan kebiasaan dan upacara adat yang mengikutinya. Namun demikian, setiap adat dan tradisi tetap memiliki satu tujuan yang sama: untuk menjamin keselamatan ibu dan anak, serta kemudahan kelahirannya kelak — tak peduli seberapa aneh sampai bikin Anda garuk-garuk kepala.
Di sini kita melihat beberapa kebiasaan kehamilan menarik dari berbagai belahan dunia. (Catatan: Tidak semua orang dari budaya ini selalu mematuhi keyakinan ini.)
Tradisi kehamilan dari berbagai belahan dunia
Indonesia
Membicarakan Indonesia, erat hubungannya dengan tradisi “nujuhbulanan”, perayaan usia kandungan ibu yang mencapai bulan ketujuh. Namun, beda tempat, beda pula cara merayakannya. Di Jawa, misalnya, ada upacara Tingkeban yang kental dengan angka 7 (7 orang kerabat dekat yang memandikan ibu, 7 kali guyuran dengan air kembang 7 rupa, 7 kain penutup tubuh ibu saat mandi berbeda motif, dan 7 macam buah yang disajikan sebagai rujak). Pada guyuran ketujuh akan dimasukan belut yang akan meluncur di atas perut ibu, menandakan agar kelahiran bayi dapat berjalan lancar (licin seperti belut).
“Nujuhbulanan” di Bali disebut dengan upacara Magedong-gedongan. Upacara ini dilaksanakan pada saat bayi berumur 5-6 bulan Bali (kurang lebih enam bulan, dalam kalender masehi) untuk menyucikan janin dalam kandungan, agar nantinya terlahir anak yang Suputra — posisi bayi dalam kandungan tidak abortus dan agar ia lahir sebagai anak yang berbudi luhur. Di upacara ini juga disediakan sajen yang terdiri dari daun Kumbang, ikan lele, ikan nyalian, belut, ikan Karpel, tumbak tiing, dan paso dari tanah liat. Ibu hamil di Bali juga pantang mengonsumsi gurita, karena gurita dianggap akan menyulitkan proses persalinan.
Di Papua, wanita hamil akan menjalani ritual isolasi dari masyarakat. Ritual ini didasari anggapan bahwa darah yang dikeluarkan wanita pada saat menstruasi atau saat melahirkan (persalinan) adalah darah yang membawa hal buruk bagi lingkungan sekitarnya. Aktivitas ibu hamil seperti makan, memasak, mandi, dan tidur selama kurang-lebih 2-3 minggu terakhir menuju proses persalinan nantinya dilakukan sendirian di tengah hutan belantara atau di pantai. Tahukah Anda, adat tradisi seperti ini juga masih umum ditemukan di Pakistan dan Nigeria?
Jepang
Orang Jepang percaya bahwa ibu hamil tidak boleh makan makanan asin atau pedas. Selain itu, ibu hamil di Jepang juga tidak boleh melihat api untuk menghindari timbulnya tanda lahir pada bayinya nanti. Selama kehamilan, ibu sering menerima hadiah berupa shirasu, ikan putih kecil yang tinggi kalsium untuk mencukupi kebutuhan kalsiumnya. Makanan sehari-hari ibu hamil di Jepang hampir selalu meliputi shirasu, nasi, sup miso, dan nori (rumput laut). Ibu hamil di Jepan juga disarankan untuk selalu berpikir positif, melihat gambar-gambar positif, dan mendengarkan musik untuk kebaikan perkembangan janin dalam kandungannya.
Selama masa persalinan, wanita hamil diharapkan untuk bersikap setenang mungkin. Berteriak kesakitan atau mengeluh selama proses adalah tanda malu untuk menjadi seorang ibu baru. Ada kepercayaan tradisional Jepang yang percaya bahwa rasa sakit persalinan membantu mempersiapkan wanita untuk menjadi seorang ibu yang baik, maka dari itu nyeri persalinan harus ditanggung dalam hati.
Setelah melahirkan, ada ritual yang disebut Ansei bagi para ibu baru. Ibu baru diminta untuk beristirahat total di rumah orangtuanya, tiga sampai empat minggu setelah persalinan. Waktu istirahat ini dimaksudkan sebagai momen damai (ansei), di mana ibu baru akan dimanjakan oleh keluarga dan keluarga dekatnya dan dilarang untuk mengerjakan pekerjaan rumah agar ia bisa mencurahkan seluruh waktunya untuk benar-benar pulih dan merawat bayinya. Kerabat dan keluarga besar tidak diperbolehkan menemui bayi atau melimpahkan hadiah uang pada orangtua baru sampai ibu dan bayi telah memiliki cukup waktu untuk bersatu dan pulih total.
Cina
Di Cina ada keyakinan bahwa setelah menikah, suami harus menggendong istrinya dan berjalan di atas nyala batu bara saat memasuki rumah untuk memastikan ia bisa melahirkan tanpa masalah nantinya. Kemudian ketika istri hamil, ia menghadapi sejumlah larangan yang tidak biasa dan mengejutkan.
Selama kehamilan, pikiran dan tubuh ibu sangat mempengaruhi kepribadian dan sifat janin. Untuk alasan ini, wanita Cina diminta untuk mengendalikan pikiran dan tindakan mereka; menghindari bergosip, tertawa keras, amarah, dan kerja fisik yang berat. Ia juga tidak boleh berhubungan seks, melihat warna-warna yang berbenturan, dan tidak boleh menghadiri pemakaman. Ada kepercayaan bahwa tidak ada pekerjaan konstruksi yang boleh dilakukan di rumah wanita hamil. Pemberian hadiah sebelum kelahiran juga dianggap membawa kesialan dalam budaya Cina.
Masyarakat Cina juga meyakini bahwa apa yang dimakan dan pola makan ibu hamil memiliki pengaruh pada penampilan bayi. Ibu diharuskan hanya makan makanan berwarna terang atau pucat, untuk membuat kulit bayi berwarna cerah. Membaca sastra yang baik selama kehamilan dipercayaya memiliki efek positif pada janin. Di sisi lain, untuk menangkal roh-roh jahat beberapa pisau harus diletakkan di bawah kasur tempat tidur wanita hamil.
Mirip seperti di Jepang, ibu baru pasca melahirkan diwajibkan untuk beristirahat total sebulan penuh dan “bolos” dari segala pekerjaan rumahan untuk memberikan waktu pemulihan bagi dirinya dan si bayi, sementara semua pekerjaan hariannya dilakukan oleh keluarga dekatnya. Beberapa wanita dilarang basah-basahan (bahkan menyikat gigi atau mencuci rambut), pergi ke luar, makan sayuran mentah, atau minum minuman dingin.
Korea Selatan
Jepang, Cina, dan Korea Selatan — tiga negara tetangga ini ternyata memiliki akar tradisi budaya yang tidak jauh berbeda, yang juga tercermin di perayaan seputar kehamilan dan persalinan.
Orang Korea percaya bahwa pikiran dan pengalaman ibu hamil memiliki efek langsung pada bayi, sehingga mereka perlu memandang sebanyak-banyaknya keindahan, dan merasakan sebanyak mungkin hal-hal positif — semakin banyak keindahan dan kecantikan yang Anda “cerna”, bayi Anda akan lahir lebih menawan. Kepercayaan ini dipegang begitu teguh, sehingga mereka menghindari makan setiap makanan “ringkih”, seperti kue kering atau biskuit, karena takut akan membuat bayi mereka sakit, dan mereka tidak makan bebek, karena takut bahwa anak-anak mereka akan memiliki kaki berselaput.
Masyarakat Korea Selatan juga mengutamakan ketabahan, dan wanita diharapkan untuk menahan rasa nyeri melahirkan dan tidak mengekspresikan keluhannya. Alih-alih obat nyeri, mereka cenderung menggunakan metode alternatif seperti aromaterapi, accupressure, dan musik untuk mengurangi baik rasa sakit dan kecemasan tentang proses persalinan. Kebanyakan wanita juga dipaksa untuk menerima episiotomy, karena mereka tidak tahu bahwa mereka dapat meminta dokter untuk tidak melakukannya.
Setelah kelahiran, ibu baru Korea memiliki masa “libur” disebut San-ho-Jori, biasanya di rumah mereka atau di rumah ibu mereka. Selama 21 hari mereka makan, tidur dan pekerjaan rumah mereka akan dilakukan sementara oleh kerabat hadir untuk melayani semua kebutuhan lainnya. Sementara tradisi lama mencegah perempuan dari “ngadem” atau menyentuh air ( tidak mandi atau sikat gigi) tidak umum lagi, mereka masih tidak diperbolehkan berada di ruangan ber-AC, tidak peduli betapa panas cuacanya.
Bangladesh
Kehamilan tidak diumumkan secara resmi di Bangladesh sampai bulan ketujuh kehamilan untuk menghindari semacam maksud jahat dari orang-orang di sekitarnya, karena di usia ini bayi sudah kuat dan akan bertahan jika ibu melahirkan lebih awal. Wanita hamil harus memakai pakaian yang menutupi perut “buncit”nya untuk menghindari niat jahat orang lain, juga menghindari duduk atau tidur di sudut ruangan karena khawatir mereka akan ditangkap oleh ‘mata jahat’ (Chokh/nojor laga).
Selain itu, jika kulit Anda terlihat lebih cerah dan bercahaya selama kehamilan, Anda diyakini mengandung seorang bayi perempuan, sedangkan jika Anda memiliki lingkaran hitam di bawah mata, Anda dianggap memiliki anak laki-laki. Beberapa makanan juga kerap menjadi pantangan konsumsi ibu hamil, seperti – daun teh atau cha (terlalu banyak kafein) dan nanas yang diduga memicu kontraksi dini (keyakinan yang mirip dalam budaya lain).
Setelah melahirkan, anggota keluarga menyarankan ibu baru untuk tidak meninggalkan rumah selama 40 hari, sebagai perlindungan dari aura negatif.
Turki
Untuk petunjuk awal jenis kelamin bayi, ibu hamil di Turki akan memilih untuk duduk di salah satu sisi sofa: satu dengan pisau di bawah bantal dan gunting di sisi yang lain. Jika ia duduk di atas bantalan sofa yang berisi gunting, bayinya perempuan; jika ia duduk di atas pisau, anaknya laki-laki. Ngidam juga diyakini menunjukkan gender bayi: wanita hamil yang ngidam permen manis/sesuatu yang manis diduga memiliki anak laki-laki, sementara keinginan makanan asam menunjukkan seorang perempuan. Banyak makan daging merah akan menghasilkan anak laki-laki; banyak makan sayur, perempuan. Jika seorang wanita hamil makan telur, bayinya akan nakal. Sementara itu, ngidam makanan tertentu yang tak terpenuhi dapat mengakibatkan tanda lahir pada bayi dalam bentuk makanan tersebut.
Wanita Turki yang hamil harus menghindari berjalan tanpa alas kaki untuk menghindari infertilitas, keguguran, dan buang-buang gas. Hal ini dilakukan terutama karena hampir setiap penyakit di Turki terkait dengan udara dingin, dan ini berarti banyak orang Turki yang tidak akan menggunakan AC di musim panas, dan membungkus/menyelimuti bayi bahkan pada hari-hari terpanas sekalipun. Setelah lahir, suhu tubuh ibu harus terus tetap hangat saat menyusui, karena ASI yang dingin akan mengakibatkan sakit perut.
Kepercayaan Turki mengatakan bahwa jika seorang wanita hamil mencium bau makanan, ia harus menyicipinya. Secara teori, pelayan restoran mungkin akan mengejar wanita hamil di jalan dengan sampel makanan untuk menghindari nasib buruk. Selain itu, menurut adat Turki, wanita hamil harus melihat hal-hal yang indah dan baik, karena takut bahwa bayi bisa mengambil karakteristik negatif dari orang yang jelek, cacat, atau mati. Wanita hamil juga dilarang melihat beruang, monyet, atau unta untuk menghindari nasib buruk.
Meksiko
Kepercayaan Meksiko yakin bahwa tubuh ibu hamil akan mengidamkan suatu makanan yang spesifik dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi yang sehat, dan bahwa ngidam yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan cacat lahir.
Mereka juga menganggap bahwa minum susu akan membuat bayi tumbuh lebih besar, dan minum teh chamomile akan membantu dalam memiliki proses persalinan yang lancar. Orang-orang Meksiko juga mempercayai sejumlah takhayul seperti: mengamati gerhana bulan akan menyebabkan bayi memiliki bibir sumbing (kepercayaan yang sama juga terdapat di Uganda, lho!), atau rupa bayi mungkin menyerupai buah tertentu jika ibu mengidam buah tersebut. Ibu hamil di Meksiko juga didesak untuk hanya mandi di air — air hangat yang terlalu panas diduga menyebabkan masalah peredaran darah, dan air yang terlalu dingin bisa membuat panggul yang kaku dan menyebabkan panjang, kelahiran keras.
Selama kelahiran, semua pintu dan jendela ditutup rapat untuk melindungi ibu dan bayi dari kekuatan jahat yang bisa menembus proses intim dan rentan tersebut.
Banyak negara-negara Amerika Latin juga mengikuti tradisi karantina, ‘La Cuarentena,’ yang berarti ibu diharuskan untuk menjalani enam minggu waktu istirahat total setelah melahirkan dan makan makanan yang sehat, untuk memungkinkan tubuh pulih dari stres, trauma, dan kelelahan fisik selama kehamilan dan persalinan. Seks, makanan tertentu, dan apapun kegiatan yang memberatkan dilarang keras.
Portugal
Di Portugal ada kepercayaan bahwa hewan peliharaan seperti kucing atau anjing harus dijauhkan dari wanita hamil. Hal ini dilakukan untuk menghindari bayi lahir berbulu.
Orang-orang di Portugal juga percaya bahwa jika wanita hamil ingin melahirkan bayi perempuan, ia harus makan buah-buahan dan sayuran bulat. Jika ia ingin mendapatkan bayi laki-laki maka ia harus makan sayuran panjang, seperti wortel atau mentimun. Setelah bayi lahir, jika ia menangis berlebihan, diyakini bahwa ia memiliki masalah perut atau “Verado Bucho”. Untuk mengatasinya, bayi akan dibawa ke tabib lokal untuk dirawat dengan minyak dan doa, dimaksudkan untuk menghentikan rasa sakit di perut.
India
Dalam sistem kepercayaan tradisional India, seorang wanita hamil dianggap dalam keadaan ‘panas. Selama kehamilan dia harus menghindari makan makanan panas dan lebih banyak makan ‘makanan dingin’ untuk mencapai keseimbangan suhu tubuh. “Makanan panas” mencakup beberapa buah-buahan seperti pisang, pepaya, dan kelapa, daging, ikan, ayam, kentang, cabe merah, dan okra. ‘Makanan dingin’ termasuk produk susu (yogurt dan buttermilk, khususnya), sayuran, dan buah-buahan lainnya.
Benang merah tradisi di India adalah untuk memberkati ibu dan mendoakan kesejahteraan ibu dan bayi, membawakan segala macam berkat dan karunia – uang, pakaian atau bahkan perhiasan – semacam “baby shower“, tapi semua hadiahnya untuk ibu. Sebuah keyakinan Hindu mengatakan bahwa angka tujuh dan sembilan beruntung dalam kehamilan, sementara nomor delapan tidak. Oleh karena itu mengapa bulan ketujuh atau kesembilan kehamilan adalah waktu terbaik untuk mengadakan baby shower. Juga, menurut tradisi India, menghadiahkan pakaian atau barang-barang lainnya untuk bayi sebelum bayi lahir dianggap membawa sial (mungkin karena di masa lalu, persentase bayi meninggal saat melahirkan tergolong tinggi).
Setelah melahirkan, wanita dianggap dalam keadaan ‘dingin’, dan untuk saat ini, mereka akan didorong untuk makan ‘makanan panas’ demi mengembalikan keseimbangan suhu tubuh. Makan ‘makanan dingin’ setelah persalinan diyakini menyebabkan berbagai macam keluhan, antara lain masalah pencernaan dan diare pada bayi.
Ketika bayi lahir, ia akan dibalut pakaian lama pemberian dari beberapa anggota keluarga lainnya. Bahan kain dari pakaian ‘warisan’ dianggap memiliki kelembutan untuk kulit bayi dan memberikan aura dan nilai-nilai positif keluarga yang dapat diteruskan ke bayi.
BACA JUGA:
- Pertanyaan yang Paling Sering Diajukan Seputar ASI Eksklusif
- 4 Hal yang Perlu Anda Ketahui Seputar Plasenta (Ari-Ari Bayi)
- Yang Harus Ibu Lakukan Jika Posisi Bayi Sungsang
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]