backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan

Waspada! DBD Bisa Semakin Masif karena Perubahan Iklim

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Adelia Dwitasari · Tanggal diperbarui 4 minggu lalu

    Waspada! DBD Bisa Semakin Masif karena Perubahan Iklim

    Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang bisa menyebar pesat karena pengaruh musim dan iklim, sehingga Anda perlu waspada. Apa pengaruh perubahan iklim dengan demam berdarah? Berikut ini hal yang perlu diperhatikan.

    Waspada DBD saat terjadi perubahan iklim

    Perubahan iklim dapat meningkatkan resiko penyakit menular lebih besar. Faktor iklim yang berperan pada penularan demam berdarah adalah suhu, curah hujan, dan kelembapan.

    Salah satu penyakit yang penularannya lebih pesat karena perubahan iklim adalah DBD. Hal ini ditemukan dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa perubahan iklim yang terjadi mendukung nyamuk berkembangbiak semakin banyak dan ganas. Penyebabnya adalah kelembapan udara yang tinggi, curah hujan yang tinggi, maupun suhu udara meningkat.

    Terlepas dari perubahan iklim, saat musim hujan, akan ada banyak genangan air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk pembawa virus dengue. Akibatnya, musim hujan cenderung membuat kasus DBD semakin meningkat.

    Musim kemarau juga tidak luput dari intaian penyakit demam berdarah. Seperti saat suhu cuaca yang tinggi karena terjadinya fenomena El-Nino, frekuensi nyamuk yang muncul bisa menggigit hingga 3 sampai 5 kali lipat dibandingkan pada kondisi lainnya.

    Dari perubahan iklim yang menyebabkan suhu dan curah hujan berubah secara signifikan, perpindahan habitat nyamuk mulai terjadi, sehingga Anda wajib waspada terhadap penyakit DBD.

    DBD merupakan masalah komunitas yang serius

    Tahukah Anda? DBD atau demam berdarah dengue juga merupakan penyakit umum yang menyerang masyarakat luas. Masalah komunitas ini terjadi setiap tahunnya dan menjangkit banyak orang tanpa kenal usia. 

    Anak-anak termasuk dalam golongan yang rentan terkena DBD, karena masih minim kesadaran akan kebersihan sekitar dan cara memproteksi diri dari gigitan nyamuk secara mandiri.

    dampak dari DBD

    Penyakit ini tentu terjadi bukan tanpa sebab, penyebaran DBD sangat bergantung pada bagaimana kebersihan tempat tinggal dan sekitarnya, gaya hidup, hingga kurangnya kesadaran tentang cara pencegahan demam berdarah. 

    Demam berdarah biasanya terjadi antara empat hingga sepuluh hari setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang membawa virus dengue. Demam berdarah bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat.

    Anda perlu waspada terhadap gejala DBD pertama yang bisa terjadi, seperti demam tinggi disertai sakit kepala, mual, muntah, serta nyeri sendi dan tulang. 

    Proses dari infeksi ini juga dapat berubah menjadi kasus demam berdarah yang parah ketika demam mulai turun. 

    Siklus demam penderita DBD juga dikenal dengan nama siklus pelana kuda. Di mana pada 1-3 hari pertama pasien mengalami fase demam tinggi dengan suhu tubuh mencapai 40°C.

    Kemudian di hari ke 4 dan 5 pasien memasuki fase kritis, saat demam turun dan suhu tubuh berada di angka 37°C. Fase kritis ini membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit karena kemungkinan pasien dapat mengalami pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa. 

    Terakhir di hari ke 6 dan 7, baru biasanya akan masuk ke fase penyembuhan atau pemulihan.

    Kualitas hidup seseorang yang terkena DBD akan menurun karena dampaknya bisa mengganggu produktivitas dan menambah beban ekonomi. Butuh waktu lebih dari satu minggu untuk pemulihan DBD, serta biaya rawat inap sekitar Rp 10-60 juta.

    Data terkait DBD yang perlu Anda perhatikan

    Menurut data WHO, Sekitar setengah dari populasi dunia kini berisiko terkena demam berdarah dengan total perkiraan 100–400 juta terjadi setiap tahunnya. Demam berdarah umumnya ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis di seluruh dunia.

    Kasus demam berdarah meningkat secara drastis di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir, dengan kasus yang dilaporkan ke WHO meningkat, dari 505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta pada tahun 2019. 

    Di tahun 2019 tersebut, kasus demam berdarah mencapai angka tertinggi sepanjang masa di dunia. Sekitar 40 persen penduduk dunia tinggal di wilayah yang berisiko tinggi terkena demam berdarah, seperti iklim tropis dan subtropis. 

    Seluruh wilayah terkena dampaknya dan penularan demam berdarah tercatat untuk pertama kalinya di Afghanistan. 

    Wilayah Amerika melaporkan 3,1 juta kasus, dengan lebih dari 25.000 diklasifikasikan sebagai kasus parah. 

    Sejumlah besar kasus dilaporkan di Bangladesh (101.000), Malaysia (131.000), Filipina (420.000), Vietnam (320.000) di Asia.

    Kini, masyarakat dunia perlu waspada terhadap penyakit DBD. Pasalnya, penyakit DBD pun menjadi endemik di lebih dari 100 negara di wilayah WHO, termasuk Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.

    Wilayah Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat menjadi wilayah yang terkena dampak paling parah, di mana Asia mewakili persentase 70% dari beban penyakit global. 

    Cara menghindari DBD

    Demam berdarah bisa menyerang lebih dari sekali dan berisiko lebih fatal pada orang yang pernah terinfeksi. Oleh sebab itu, DBD dapat dihindari dengan melengkapi 3M Plus dengan vaksin demam berdarah, sesuai anjuran asosiasi medis.

    Vaksin ini dapat mencegah penyakit dengue dan mengurangi risiko keparahan. Pencegahan yang terintegrasi dengan 3M Plus dan vaksinasi demam berdarah, dapat memaksimalkan perlindungan untuk seluruh anggota keluarga. 

    Langkah utama dalam menghindari DBD adalah kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan kebersihan lingkungan sekitar.

    Lengkapi juga pencegahan DBD dengan konsultasi ke dokter tentang vaksinasi untuk usia 6-45 tahun. Konsultasikan ke dokter untuk info lebih lanjut.

    C-ANPROM/ID/QDE/0350 | Feb 2024

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Adelia Dwitasari · Tanggal diperbarui 4 minggu lalu

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan