backup og meta

Ventilator untuk COVID-19: Cara Kerja dan Ketersediannya yang Minim

Ventilator untuk COVID-19: Cara Kerja dan Ketersediannya yang Minim

Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.

Infeksi coronavirus dapat menyebabkan gangguan pernapasan parah pada pasien COVID-19. Komplikasi ini membuat pasien kesulitan bernapas dan bisa berakibat fatal bila tidak segera ditangani. Pada situasi seperti ini, tenaga medis biasanya perlu memasangkan ventilator untuk membantu pasien COVID-19 bernapas.

Sayangnya, lonjakan jumlah pasien COVID-19 selama sebulan terakhir menyebabkan jumlah ventilator di Indonesia makin terbatas. Jumlah alat yang sudah ada saat ini dikhawatirkan tidak sebanding dengan peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia dari hari ke hari.

Berikut gambaran cara kerja ventilator untuk pasien COVID-19 dan ketersediaannya di Indonesia.

Cara kerja ventilator

Sumber: Wikimedia Commons

Ventilator umumnya dibutuhkan ketika paru-paru pasien tidak lagi mampu menghirup oksigen yang dibutuhkan tubuh. Alat ini hanya berfungsi untuk membantu pasien bernapas, tapi tidak untuk menyembuhkan penyakit yang diderita.

Pertama-tama, dokter memberikan obat untuk membius pasien dan merilekskan otot pernapasannya. Dokter kemudian memasukkan tabung ke dalam saluran pernapasan pasien. Sementara itu, ujung lain tabung terhubung dengan mesin ventilator.

Mesin ventilator menyalurkan udara kaya oksigen lewat tabung ini. Jumlah dan tekanan udara diatur dengan mesin ventilator serta dipantau dari monitor. Sebelum memasuki tubuh, udara akan melewati humidifier sehingga suhunya sesuai dengan suhu tubuh.

Penggunaan ventilator berguna agar pasien memperoleh oksigen yang ia butuhkan dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuhnya. Ventilator membantu menghemat energi, sebab salah satu komplikasi pada pasien COVID-19 adalah gagal napas atau kepayahan karena energinya habis untuk bernapas.

[covid_19]

Tubuh pasien kini bisa menggunakan energi yang ada untuk memulihkan fungsi sistem kekebalan tubuhnya. Dengan demikian, tubuh pasien akan mampu melawan infeksi SARS-CoV-2 sehingga ia pulih secara perlahan.

Lamanya pemakaian ventilator tergantung pada kondisi tubuh dan keparahan penyakit. Pasien baru boleh berhenti memakai ventilator apabila sudah mampu bernapas dengan normal. Dokter akan memantau kemampuan bernapas pasien dari waktu ke waktu.

Pemakaian ventilator untuk pasien COVID-19 juga tidak lepas dari risiko efek samping. Meski demikian, ventilator tetap memiliki peran yang penting, terutama bagi tenaga medis yang menghadapi pasien COVID-19 yang kritis.

Kebutuhan ventilator di Indonesia

pasien cuci darah risiko covid-19

Hingga Maret 2020, Indonesia baru mempunyai 8.413 ventilator. Seluruhnya tersebar di lebih dari 2.000 rumah sakit di Indonesia dengan cakupan yang belum merata. Padahal, jumlah pasien positif terus melambung dan mereka berasal dari berbagai wilayah.

Dengan kondisi saat ini, angka kasus di Indonesia diperkirakan mencapai 54.278 kasus pada pertengahan Mei 2020. Prediksi ini disampaikan oleh Irwandy, Ketua Departemen Manajemen RS, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, berdasarkan perkembangan data dan hasil riset beberapa negara.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 32% (8.794) pasien yang dirawat di rumah sakit akan memerlukan perawatan di ICU. Berkaca dari kasus di Tiongkok dan Inggris, menurutnya sekitar 60% (5.171) pasien kritis akan membutuhkan ventilator.

gejala dan komplikasi coronavirus

Selain jumlah pasien yang terus bertambah, pasien rata-rata perlu dirawat setidaknya selama delapan hari di ICU. Ini berarti tiap ventilator akan digunakan untuk satu pasien COVID-19 dalam waktu yang relatif lama.

Apabila alat-alat medis lainnya tidak dipenuhi mulai dari sekarang, rumah sakit rujukan COVID-19 akan kewalahan dengan jumlah pasien yang membludak. Akibatnya, angka kematian akibat COVID-19 juga akan bertambah tinggi.

Kiriman ventilator dan rencana produksi ventilator sendiri

ventilator di Indonesia

Melihat kebutuhan yang meningkat, sejumlah instansi di Indonesia mengambil langkah dengan menciptakan ventilator sendiri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) misalnya, mengembangkan ventilator portable yang diproduksi sejak April.

Universitas Indonesia pun mengembangkan ventilator portabel (mudah dibawa-bawa) bernama COVENT-20 yang diklaim lebih hemat biaya. Sementara itu, Universitas Gadjah Mada mengembangkan tiga jenis ventilator bernama VOVENDEV.

Harga ventilator di pasaran saat ini diperkirakan mencapai ratusan juta. Tim dari Institut Teknologi Sepuluh November pun menjawab masalah ini dengan mengembangkan ventilator yang diperkirakan seharga Rp20 jutaan per unit.

Tidak kalah dari ketiganya, Institut Teknologi Bandung pun mengembangkan purwarupa ventilator darurat. Bedanya, ventilator bernama Vent-I ini dikhususkan bagi pasien yang masih dapat bernapas sendiri.

Pengiriman dua ventilator pertama dalam United Nations Development Programme (UNDP) juga telah dimulai sejak 1 Juni. Ventilator ini diserahkan ke Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dikirim ke fasilitas kesehatan yang sangat membutuhkan.

Total akan ada 33 ventilator yang disebarkan ke seluruh Indonesia. World Health Organization (WHO) dengan kemitraan Jepangan berkontribusi mengirimkan 27 ventilator.

Sementara itu, enam ventilator sisanya adalah hasil kerja sama dari UNDP dan International Organization for Migration (IOM). Seluruh ventilator akan dikirim dalam empat minggu mendatang.

Kendati masih jauh dari kata cukup, ini merupakan angin segar bagi Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Sebagai individu, Anda dapat berperan aktif dengan menerapkan physical distancing, melakukan upaya pencegahan, dan bersama-sama melakukan donasi agar tenaga kesehatan mendapat ventilator melalui tautan ini.

[mc4wp_form id=”301235″]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Ventilators Are No Panacea For Critically Ill COVID-19 Patients. (2020). Retrieved 21 April 2020, from https://www.npr.org/sections/health-shots/2020/04/02/826105278/ventilators-are-no-panacea-for-critically-ill-covid-19-patients

Ventilator/Ventilator Support | National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI). (2012). Retrieved 21 April 2020, from https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/ventilatorventilator-support

Mechanical Ventilation. (2017). Retrieved 21 April 2020, from https://www.thoracic.org/patients/patient-resources/resources/mechanical-ventilation.pdf

Pertengahan Mei, Indonesia terancam krisis tempat tidur ICU, ventilator, dan APD karena kasus COVID-19 bisa melewati 50.000. (2020). Retrieved 21 April 2020, from https://theconversation.com/pertengahan-mei-indonesia-terancam-krisis-tempat-tidur-icu-ventilator-dan-apd-karena-kasus-covid-19-bisa-melewati-50-000-135442

Kapan ventilator buatan Indonesia diproduksi massal?. (2020). Retrieved 21 April 2020, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52232491

Versi Terbaru

29/03/2023

Ditulis oleh Diah Ayu Lestari

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Angelin Putri Syah


Artikel Terkait

Peran Ilmuwan di Tengah Pandemi: Garda Depan di Balik Layar

Riset COVID-19: 5 Wilayah di Indonesia dengan Angka Kematian Tertinggi


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 29/03/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan