Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.
Infeksi coronavirus dapat menyebabkan gangguan pernapasan parah pada pasien COVID-19. Komplikasi ini membuat pasien kesulitan bernapas dan bisa berakibat fatal bila tidak segera ditangani. Pada situasi seperti ini, tenaga medis biasanya perlu memasangkan ventilator untuk membantu pasien COVID-19 bernapas.
Sayangnya, lonjakan jumlah pasien COVID-19 selama sebulan terakhir menyebabkan jumlah ventilator di Indonesia makin terbatas. Jumlah alat yang sudah ada saat ini dikhawatirkan tidak sebanding dengan peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia dari hari ke hari.
Berikut gambaran cara kerja ventilator untuk pasien COVID-19 dan ketersediaannya di Indonesia.
Cara kerja ventilator
Ventilator umumnya dibutuhkan ketika paru-paru pasien tidak lagi mampu menghirup oksigen yang dibutuhkan tubuh. Alat ini hanya berfungsi untuk membantu pasien bernapas, tapi tidak untuk menyembuhkan penyakit yang diderita.
Pertama-tama, dokter memberikan obat untuk membius pasien dan merilekskan otot pernapasannya. Dokter kemudian memasukkan tabung ke dalam saluran pernapasan pasien. Sementara itu, ujung lain tabung terhubung dengan mesin ventilator.
Mesin ventilator menyalurkan udara kaya oksigen lewat tabung ini. Jumlah dan tekanan udara diatur dengan mesin ventilator serta dipantau dari monitor. Sebelum memasuki tubuh, udara akan melewati humidifier sehingga suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
Penggunaan ventilator berguna agar pasien memperoleh oksigen yang ia butuhkan dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuhnya. Ventilator membantu menghemat energi, sebab salah satu komplikasi pada pasien COVID-19 adalah gagal napas atau kepayahan karena energinya habis untuk bernapas.
[covid_19]
Tubuh pasien kini bisa menggunakan energi yang ada untuk memulihkan fungsi sistem kekebalan tubuhnya. Dengan demikian, tubuh pasien akan mampu melawan infeksi SARS-CoV-2 sehingga ia pulih secara perlahan.
Lamanya pemakaian ventilator tergantung pada kondisi tubuh dan keparahan penyakit. Pasien baru boleh berhenti memakai ventilator apabila sudah mampu bernapas dengan normal. Dokter akan memantau kemampuan bernapas pasien dari waktu ke waktu.
Pemakaian ventilator untuk pasien COVID-19 juga tidak lepas dari risiko efek samping. Meski demikian, ventilator tetap memiliki peran yang penting, terutama bagi tenaga medis yang menghadapi pasien COVID-19 yang kritis.
Kebutuhan ventilator di Indonesia
Hingga Maret 2020, Indonesia baru mempunyai 8.413 ventilator. Seluruhnya tersebar di lebih dari 2.000 rumah sakit di Indonesia dengan cakupan yang belum merata. Padahal, jumlah pasien positif terus melambung dan mereka berasal dari berbagai wilayah.
Dengan kondisi saat ini, angka kasus di Indonesia diperkirakan mencapai 54.278 kasus pada pertengahan Mei 2020. Prediksi ini disampaikan oleh Irwandy, Ketua Departemen Manajemen RS, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, berdasarkan perkembangan data dan hasil riset beberapa negara.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 32% (8.794) pasien yang dirawat di rumah sakit akan memerlukan perawatan di ICU. Berkaca dari kasus di Tiongkok dan Inggris, menurutnya sekitar 60% (5.171) pasien kritis akan membutuhkan ventilator.
Selain jumlah pasien yang terus bertambah, pasien rata-rata perlu dirawat setidaknya selama delapan hari di ICU. Ini berarti tiap ventilator akan digunakan untuk satu pasien COVID-19 dalam waktu yang relatif lama.
Apabila alat-alat medis lainnya tidak dipenuhi mulai dari sekarang, rumah sakit rujukan COVID-19 akan kewalahan dengan jumlah pasien yang membludak. Akibatnya, angka kematian akibat COVID-19 juga akan bertambah tinggi.
Kiriman ventilator dan rencana produksi ventilator sendiri
Melihat kebutuhan yang meningkat, sejumlah instansi di Indonesia mengambil langkah dengan menciptakan ventilator sendiri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) misalnya, mengembangkan ventilator portable yang diproduksi sejak April.
Universitas Indonesia pun mengembangkan ventilator portabel (mudah dibawa-bawa) bernama COVENT-20 yang diklaim lebih hemat biaya. Sementara itu, Universitas Gadjah Mada mengembangkan tiga jenis ventilator bernama VOVENDEV.
Harga ventilator di pasaran saat ini diperkirakan mencapai ratusan juta. Tim dari Institut Teknologi Sepuluh November pun menjawab masalah ini dengan mengembangkan ventilator yang diperkirakan seharga Rp20 jutaan per unit.