Tak hanya menyerang paru-paru, penyakit COVID-19 ternyata juga dapat memengaruhi kadar protein dalam darah yang bisa berujung pada masalah penggumpalan darah. Untuk mengetahui apakah kadar protein darah masih berada pada angka yang normal, pasien perlu menjalani pemeriksaan D-dimer dan CRP (c-reactive protein).
Pentingnya pemeriksaan D-dimer dan CRP pada pasien COVID-19
Meski tergolong penyakit baru, berbagai penelitian dan kasus di lapangan telah menunjukkan betapa kompleksnya dampak yang dihasilkan dari virus penyebab COVID-19 pada tubuh manusia.
COVID-19 bisa menyerang berbagai organ dan jaringan tubuh, tak terkecuali sistem peredaran darah. Beberapa orang bahkan dilaporkan mengalami pembekuan darah abnormal akibat COVID-19.
Pembekuan darah paling sering ditemukan pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Sebuah penelitian yang terbit dalam jurnal Thrombosis Research menunjukkan ada 31% dari 184 pasien yang mengalami komplikasi pembekuan darah.
Masalah ini pun menjadi kekhawatiran tersendiri, sebab dampaknya sangat berbahaya dan bisa berujung fatal.
Darah yang menggumpal dan tersumbat di paru-paru bisa menyebabkan emboli paru, sebuah kondisi yang berbahaya untuk pasien COVID-19. Gejalanya meliputi nyeri dada, pusing, serta sesak napas.
Pembekuan darah juga dapat menyerang sistem saraf. Bila darah di pembuluh arteri menuju otak menggumpal, pasien yang mengalaminya berisiko menderita stroke meski ia berusia muda dan bertubuh sehat.
Karena alasan tersebut, penting bagi pasien untuk menjalani pemeriksaan D-dimer dan CRP. Kadar protein dalam darah dapat menjadi tolok ukur guna menentukan ada atau tidaknya masalah pembekuan darah atau peradangan dan infeksi.
Masalah ini sebaiknya dideteksi lebih dini sehingga pasien bisa mendapatkan penanganan lebih awal sebelum kondisinya semakin parah.
Mengenal pemeriksaan D-dimer dan CRP
Pemeriksaan D-dimer adalah sebuah prosedur medis untuk mengetahui seberapa banyak kadar protein D-dimer dalam darah.
Protein ini dihasilkan oleh tubuh untuk memecah gumpalan darah. Pada kondisi normal, kadarnya tidak terdeteksi atau hanya terdeteksi pada tingkat yang sangat rendah.
D-dimer baru terdeteksi ketika ada pembekuan darah di dalam tubuh. Kadar D-dimer akan meningkat pesat ketika ada pembentukan dan pemecahan bekuan darah yang signifikan.
Sementara itu, tes CRP dilakukan untuk mengukur tingkat protein c-reaktif yang dibuat oleh hati. Protein ini dikirim ke aliran darah sebagai respons terhadap peradangan.
Tes CRP dapat menjadi penanda seberapa besar peradangan yang menyerang tubuh. Tes ini juga dapat menunjukkan apakah peradangan bersifat akut (terjadi dengan cepat atau secara mendadak) atau kronis (terjadi secara perlahan dalam waktu tertentu).
Semakin tinggi kadar CRP dalam darah, artinya jumlah peradangan dalam tubuh semakin besar. Peradangan dapat merusak jaringan tubuh yang sehat. Dampaknya, kondisi tubuh pasien COVID-19 akan memburuk.
Baik tes D-dimer maupun CRP melibatkan pengambilan sampel darah yang nantinya akan diperiksa di laboratorium.
Hasil tes D-dimer Anda bisa dikatakan normal atau tidak bermasalah bila jumlahnya kurang dari 500 ng/mL. Bila hasilnya di atas 500, ada kemungkinan bahwa penggumpalan darah telah terjadi.
Pada tes CRP, hasilnya dilaporkan dalam satuan miligram per liter (mg/L). Hasil yang normal ditunjukkan dengan kadar CRP kurang dari 10 mg/L.
Kadar CRP bisa meningkat pesat ketika seseorang terinfeksi COVID-19. Meski demikian, kadar ini biasanya akan menurun setelah pasien sembuh dari sakit.
Bisakah pembekuan darah pada pasien COVID-19 dicegah?
Pembekuan darah bisa terjadi pada semua pasien COVID-19, terlepas dari usia dan jenis kelamin. Meski demikian, ada beberapa faktor risiko yang membuat pasien lebih rentan mengalami komplikasi ini.
Berbagai risikonya meliputi:
- lansia di atas 60 tahun,
- memiliki riwayat tromboemboli vena (VTE),
- memiliki penyakit paru-paru, kanker, dan gagal jantung,
- kurangnya pergerakan tubuh, terutama bila hanya terbatas di tempat tidur rumah sakit,
- obesitas,
- sedang hamil, dan
- sedang menggunakan pil kontrasepsi tertentu atau terapi penggantian hormon.
Bergantung pada kondisi Anda, dokter bisa saja memberikan obat pengencer darah (antikoagulan) yang harus diminum selama jangka waktu yang telah ditentukan.
Namun, Anda yang tidak memerlukan obat juga bisa mencegah masalah pembekuan darah dengan terus menggerakkan tubuh, berolahraga, serta minum air yang cukup agar tubuh tetap terhidrasi.
Terlepas dari berat atau ringannya gejala yang Anda rasakan, pemeriksaan D-dimer dan CRP tetap penting dilakukan secara rutin. Nantinya, bila kadar D-dimer Anda melebihi batas normal, dokter bisa langsung memberikan pengobatan yang tepat.