Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.
Wabah COVID-19 kini telah menyebabkan lebih dari dua juta kasus dan ratusan ribu orang meninggal dunia, termasuk para tenaga kesehatan (nakes) yang gugur. Salah satu penyebab mengapa banyak nakes yang gugur saat bertugas adalah kurangnya pasokan alat pelindung diri (APD) yang tersedia.
Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat banyak rumah sakit yang melaporkan kekurangan peralatan ini saat menangani wabah COVID-19. Begini penjelasan seputar alat pelindung diri di rumah sakit dan mengapa menjadi penting bagi petugas medis.
Pentingnya alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan
Jumlah kasus COVID-19 terus meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Angka kasus ini tentu tidak sebanding dengan jumlah tenaga kesehatan dan APD yang tersedia di rumah sakit.
Akibatnya, tidak sedikit petugas medis yang gugur saat menangani pasien COVID-19. Mulai dari dokter, perawat, hingga pekerja pembersih ruangan.
Salah satu spesialis emergensi di IGD RSUD Daha Husada Kediri, dr. Tri Maharani, mengungkapkan bahwa saat ini para tenaga medis sedang berperang dengan senjata yang tidak lengkap. Sudah ada puluhan dokter yang meninggal di masa pandemi COVID-19 dan ratusan lainnya positif terinfeksi COVID-19.
Situasi ini tidak hanya terjadi di daerah yang memiliki jumlah pasien yang banyak, terutama DKI Jakarta. Daerah lainnya seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah pun mengalami kondisi yang serupa.
Akhirnya, kekurangan alat pelindung ini memaksa mereka untuk ‘melindungi’ diri dengan peralatan seadanya.
[covid_19]
Menurut laporan dari sejumlah media, tidak sedikit dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya berusaha menjaga diri mereka dari virus dengan jas hujan sekali pakai. Jas hujan yang dijual di pasaran tentu tidak sebanding dengan APD yang memenuhi standar.
Bagaimana tidak, tujuan dari alat pelindung adalah untuk melindungi para tenaga kesehatan dari percikan infeksi COVID-19. Bahkan, penggunaan APD tidak menjamin mereka terhindar dari paparan virus.
Pikiran tentang risiko tinggi terkena infeksi virus COVID-19 akibat kekurangan APD terus menghantui mereka. Namun, hal tersebut tidak menghentikan para tenaga kesehatan untuk tetap bertugas dan menangani pasien COVID-19, terlepas dari perlindungan diri yang tidak maksimal.
Apa itu alat pelindung diri (APD)?
Dilansir dari WHO, alat pelindung diri atau WHO merupakan peralatan yang digunakan untuk mencegah dan mengendalikan infeksi. Peralatan ini biasanya terdiri atar pakaian yang dipakai oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penularan. Mulai dari sarung tangan, pelindung wajah, hingga gaun sekali pakai.
Apabila tenaga kesehatan sedang menangani penyakit dengan penularan yang tinggi, seperti COVID-19, alat pelindung diri akan ditambah. Mulai dari pelindung wajah, kacamata, topeng, sarung tangan, baju pelindung, hingga sepatu bot karet.
Fungsi dari APD yang digunakan di rumah sakit adalah menghalangimenghalangi masuknya zat partikel bebas, cair atau udara. Selain itu, APD juga digunakan untuk melindungi pemakainya dari penyebaran infeksi dan dalam kasus ini adalah virus SARS-CoV-2.
Jenis APD di rumah sakit
Penanganan COVID-19 memang berbeda dengan penyakit infeksi menular lainnya, sehingga alat pelindung diri sangat dibutuhkan di rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk melindungi para tenaga kesehatan dari infeksi virus yang berkontak langsung dengan pasien.
Berikut ini ada beberapa jenis APD berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu:
1. Masker
Salah satu komponen APD yang paling penting dalam menangani COVID-19 adalah masker. Para tenaga kesehatan yang merawat pasien yang terinfeksi tentu tidak dapat menggunakan sembarang masker.
Berikut ini terdapat jenis masker yang digunakan untuk melindungi nakes ketika menangani pasien sesuai dengan fungsinya, yaitu:
a. Masker bedah
Masker bedah adalah bagian APD standar yang memiliki tiga lapisan untuk melindungi penggunanya dari droplet atau darah. Umumnya, masker ini tidak digunakan untuk menangani pasien COVID-19 secara langsung. Penggunaan masker bedah biasanya hanya digunakan dalam tingkat pertama dan kedua, yaitu saat tenaga kesehatan berada di tempat praktik umum dan berada di laboratorium.
b. Respirator N95
Berbeda dengan masker bedah, masker dengan tingkat penyaringan hingga 95% ini biasa dipakai untuk merawat pasien COVID-19 secara langsung. Hal ini dikarenakan jenis masker yang satu ini lebih ketat, sehingga digunakan dalam alat pelindung diri tingkat ketiga.
Tingkat ketiga adalah situasi penanganan pasien yang sudah terkonfirmasi terinfeksi COVID-19. Maka itu, respirator N95 diperlukan saat tingkat risiko penanganan sudah sangat tinggi.
2. Pelindung mata (googles)
Selain masker, bagian lain dari alat pelindung diri adalah pelindung mata alias googles. Peralatan ini dirancang agar mata dan area sekitarnya terhindar dari droplet pasien suspek atau positif COVID-19.
Umumnya, penggunaan pelindung mata digunakan ketika penanganan COVID-19 sudah masuk ke tingkat ketiga, alias langsung merawat pasien yang sudah dikonfirmasi terinfeksi virus.
3. Pelindung wajah (face shield)
Walaupun seorang tenaga kesehatan sudah memakai masker dan pelindung mata, ternyata alat pelindung diri mereka tidak cukup jika tidak ada pelindung wajah atau face shield.
Maka dari itu, pelindung wajah lebih sering ditemukan pada dokter atau perawat yang sedang menangani pasien positif COVID-19.
4. Sarung tangan
Satu alat pelindung diri yang tidak kalah penting dari masker dan pelindung lainnya adalah sarung tangan. Penggunaan sarung tangan berfungsi untuk mengurangi risiko kontak langsung dengan permukaan atau benda yang terkontaminasi virus. Namun, tidak semua sarung tangan dapat digunakan pada semua situasi.
Berikut ini terdapat dua jenis sarung tangan yang diperlukan oleh tenaga kesehatan ketika menangani pasien COVID-19.
- sarung tangan pemeriksaan: alat pelindung tingkat pertama dan kedua yang digunakan saat memeriksa pasien yang belum terkonfirmasi dan prosedur medis ringan lainnya
- sarung tangan bedah: dipakai oleh tenaga kesehatan ketika melakukan prosedur medis sedang hingga berat, seperti operasi bedah dan penanganan langsung pasien COVID-19
5. Pelindung tubuh
Setelah mengenali alat pelindung diri yang digunakan dari mata hingga tangan, terdapat APD yang dikhususkan untuk melindungi tubuh para penggunanya. Ketiga alat pelindung tubuh ini memiliki satu kesamaan, yaitu berwarna terang agar lebih mudah mendeteksi kontaminan yang menempel.
Berikut ini beberapa pelindung tubuh yang termasuk dalam standar APD penanganan COVID-19, yaitu:
- gaun sekali pakai: alat pelindung tingkat pertama dan kedua untuk melindungi bagian depan, lengan, dan setengah kaki penggunanya dari cairan darah atau droplet agar tidak merembes ke tubuh.
- coverall medis: alat pelindung tingkat ketiga untuk menutupi tubuh secara keseluruhan. Mulai dari kepala, punggung, sampai mata kaki sehingga lebih aman.
- heavy duty apron: dipakai untuk melindungi tubuh bagian depan tenaga kesehatan dan bersifat tahan air.
6. Sepatu boot anti air
Sepatu boot anti air pun menjadi bagian dari APD yang cukup penting karena dapat melindungi kaki penggunanya dari droplet yang mungkin menempel di lantai. Sepatu ini biasanya digunakan dalam tingkat penanganan ketiga mengingat risiko infeksi yang jauh lebih besari saat berhadapan langsung dengan pasien positif COVID-19.
Selain sepatu boot anti air, alat pelindung kaki lainnya adalah penutup sepatu yang didesain untuk menjaga sepatu para tenaga kesehatan dari percikan air infeksi virus. Penutup ini sering digunakan ketika nakes berada di ruang konsultasi atau laboratorium non-pernapasan.
Kontribusi Anda membantu tenaga kesehatan menangani COVID-19
Alat pelindung diri yang dibutuhkan oleh tenaga medis dalam penanganan COVID-19 memang banyak karena mereka berada di garis terdepan saat pandemi ini dimulai.
Oleh karena itu, kontribusi Anda sebagai masyarakat membantu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya mendapatkan APD ternyata cukup penting.
Yuk, tunjukkan kepedulian Anda membantu memerangi pandemi ini dengan berdonasi. Sekecil apa pun bentuk bantuan Anda akan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan tim medis, bukan?