Pembengkakan pada tubuh bisa disebabkan banyak hal. Salah satunya sindrom angioedema (angioedema syndrome). Kondisi ini menyebabkan mata, kaki, tangan, bahkan organ kelamin jadi membengkak. Yuk, kenali lebih dalam kondisi ini pada ulasan berikut.
Sindrom angioedema, penyebab pembengkakan tubuh
Angioedema syndrome adalah pembengkakan lapisan kulit, jaringan subkutan, atau selaput lendir yang terjadi secara tiba-tiba.
Tidak hanya mata, tangan, bibir, atau kaki, sindrom ini juga bisa menyebabkan usus, alat kelamin, lidah, tenggorokan, dan laring ikut membengkak.
Pembengkakan umumnya akan menghilang dengan sendirinya dalam 1 hingga 3 hari.
Meskipun begitu, pembengkakan yang terjadi pada saluran napas bagian atas dan saluran pencernaan, dapat menyebabkan asfiksia (kekurangan oksigen) yang mengancam jiwa, muntah dan diare parah.
Selain munculnya pembengkakan, sindrom angioedema juga bisa menimbulkan gejala lain, seperti:
- Munculnya sensasi panas dan nyeri di area yang bengkak
- Pembengkakan yang terjadi pada lidah, laring, atau tenggorokan dapat menyebabkan sulit bernapas
- Pembengkakan pada lapisan transparan yang menutupi bagian mata (konjungtiva) dapat mengganggu penglihatan
- Nyeri perut disertai mual, muntah, dan diare karena usus bengkak
- Kesulitan buang air kecil karena kandung kemih dan uretra ikut membengkak
Kenapa sindrom angioedema bisa terjadi?
Sindrom yang membuat tubuh bengkak ini memiliki berbagai penyebab. Akan tetapi, dalam banyak kasus, belum diketahui penyebab pastinya.
Beberapa penyebab umum dari sindrom angioedema, antara lain:
Alergi
Angioedema sering kali terjadi sebagai hasil dari reaksi alergi. Kondisi ini sering disebut dengan allergic angioedema. Pemicunya bisa dari berbagai macam hal, seperti makanan, bahan kimia, atau gigitan serangga.
Reaksi alergi muncul karena tubuh salah mengenali suatu zat sebagai zat berbahaya. Tubuh kemudian membuat antibodi yang malah menyerang tubuh dan menyebabkan pembengkakan.
Genetik
Pada kasus langka, sindrom angioedema terjadi karena kesalahan genetik yang diwarisi oleh orangtua. Kesalahan genetik ini memengaruhi gen yang bertanggung jawab untuk memproduksi zat C1 esterase inhibitor (C1INH).
C1INH adalah protein yang ada di dalam darah. Tugasnya, membantu sistem kekebalan tubuh dari infeksi dan menghilangkan sel-sel mati yang tidak diperlukan tubuh.
Jika terjadi kesalahan dalam produksi C1INH, orang tersebut akan rentan dengan infeksi atau memiliki gangguan autoimun. Salah satunya, sistem imun salah mengenali zat tertentu sehingga menyebabkan angioedema.
Obat
Angioedema juga bisa terjadi akibat penggunaan obat. Kondisinya bisa muncul saat obat baru diminum, beberapa bulan kemudian, atau bertahun-tahun kemudian.
Ada beberapa jenis obat yang rentan menyebabkan sindrom angioedema, di antaranya:
- Inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE), seperti enalapril, lisinopril, perindopril dan ramipril, yang digunakan untuk mengobati hipertensi.
- Ibuprofen dan jenis obat penghilang rasa sakit lainnya,
- Angiotensin-2 receptor blockers (ARBs), seperti irbesartan, losartan, valsartan, dan olmesartan, yang digunakan untuk mengobati hipertensi
Tanpa sebab yang jelas
Angioedema yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya dikenal dengan angioedema idiopatik. Namun, ahli kesehatan meyakini jika kondisi ini dapat dipicu oleh stres, suhu panas atau dingin, infeksi ringan, dan aktivitas yang berat.
Perawatan untuk orang dengan sindrom angioedema
Pengobatan utama untuk sindrom ini adalah dengan minum obat. Namun, pemberian obat harus disesuaikan dengan jenis angioedema.
Pada angioedema alergi dan idiopatik, dokter akan memberikan kombinasi obat antihistamin dan kortikosteroid untuk meredakan pembengkakan.
Semetara untuk sindrom angioedema akibat obat, dapat diobati dengan penggunaan obat yang lebih aman tanpa memicu munculnya gejala.
Angioedema herediter (keturunan/genetik) tidak akan merespons antihistamin maupun obat-obatan steroid. Itu sebabnya, untuk mengobati jenis pembengkakan tubuh ini diarahkan pada tindakan pencegahan.
Pasien juga akan diberikan obat untuk menstabilkan kadar protein dalam darah untuk mencegah munculnya gejala.
Pada pasien yang mengalami gejala anafilaksis, suntikan auto-injector adrenalin akan diberikan agar gejala sindrom angioedema tidak bertambah parah.
[embed-health-tool-bmi]