Ramai perbincangan soal kasus psikolog palsu yang dikabarkan melecehkan kliennya. Untuk menghindari hal tersebut, ada beberapa tips untuk memilih psikolog yang benar dan cara menghindari kejahatan yang muncul dari sesi terapi antara klien dan psikolog.
Tips Memilih Psikolog yang Benar
Indah Sundari Jayanti M.Psi.,Psikolog, seorang psikolog dan salah satu pendiri Aditi Psychological Center memberikan tips memilih dan memastikan kredibilitas psikolog. Menurutnya, sebelum memilih psikolog, pahami dulu bantuan apa kejiwaan apa yang Anda butuhkan.
Setiap orang memiliki banyak alasan berbeda untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental. Para peneliti di National Aliance of Mental Illnes menuliskan dalam risetnya bahwa untuk menangani kesehatan jiwa setidaknya ada dua profesional yang terpisah, satu berfokus pada pengobatan (sisi biologis) dan yang lain berfokus pada terapi emosi atau perilaku (sisi pikiran).
Psikolog dan psikiater sama-sama dapat mengobati gangguan mental dengan terapi. Keduanya mengerti cara kerja otak, emosi, perasaan, dan pikiran.
Bedanya, psikolog bukanlah dokter medis. Psikolog adalah tenaga ahli bidang kesehatan mental. Sementara itu, psikiater adalah dokter medis lulusan sarjana kedokteran yang mengambil spesialisasi tentang diagnosis dan pengobatan penyakit mental.
Psikolog mendiagnosis masalah yang dialami pasien lewat kepribadian, tingkah pola, perilaku, dan kebiasaan, cara berbicara, dan lewat cerita yang Anda curahkan. Sementara psikiater mendiagnosis pasien lewat ilmu kedokteran fisik, termasuk tentang kerja otak dan saraf manusia.
Jika Anda bimbang memilih psikiater atau psikolog maka cobalah untuk berkonsultasi dan meminta saran terlebih dahulu dari dokter. Cari psikolog atau psikiater terdekat dari lokasi Anda dan booking via Hello Sehat.
Jika sudah memastikan kebutuhan Anda untuk ke psikolog maka perhatikan beberapa tips ini untuk memilih psikolog yang berkompeten dan terhindar dari psikolog palsu.
1. Pastikan psikolog yang anda pilih memiliki gelar psikolog
Seseorang dinyatakan sebagai psikolog jika telah melewati pendidikan sarjana psikologi (S1) dan magister profesi psikologi (S2) secara linear. Yang bisa dilihat apa seseorang adalah psikolog atau bukan adalah dari gelar di belakang namanya seorang psikolog memiliki gelar M.Psi., Psikolog.
Indah menjelaskan, jika seseorang hanya pernah menempuh S1 psikologi maka tidak bisa disebut sebagai psikolog, ia hanya sarjana psikologi. Atau jika seseorang hanya S2 psikologi tapi tidak linear dengan pendidikan sarjananya maka dia juga bukan psikolog.
Pria yang ramai dibicarakan di media sosial tidak melalui pendidikan untuk menjadi psikolog. Dari profilnya yang tersebar di media sosial, pria tersebut menempuh pendidikan S1 dengan gelar sarjana ekonomi, S2 dengan gelar magister manajemen, S3 dengan gelar doktor.
“Jika tidak linear ia hanya ilmuwan di bidang psikologi, boleh jadi dosen di fakultas psikologi atau meneliti bidang psikologi, tapi tidak berhak berpraktik sebagai psikolog,” tegasnya.
“Menjadi psikolog harus memiliki sertifikasi kekhususan, bukan cuma pernah kursus atau pernah belajar. Harus memiliki sertifikasi profesi,” tutur Indah.
2. Memiliki lisensi atau izin praktik dan terdaftar di HIPMI
Untuk memastikan lebih lanjut keabsahan dalam memilih psikolog, Indah memberikan saran untuk mengecek lisensi atau izin praktik psikolog tersebut.
“Selanjutnya bisa cek apakah dia punya lisensi atau surat izin praktik psikologi dan nomor anggota yang terdaftar resmi di HIMPSI,” kata Indah.
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) adalah satu-satunya lembaga resmi yang memiliki kewenangan untuk memberikan sertifikat dan izin praktik psikologi (SIPP) untuk psikolog.
Untuk bisa mengecek keresmian praktik ini, Indah mengatakan calon klien bisa langsung menanyakan sertifikasi tersebut ke yang bersangkutan atau mengeceknya di SIK HIMPSI.
3. Mengecek review dan konten
Untuk memastikan kredibilitas dari seorang psikolog, Indah juga memberi saran untuk mengecek biro-biro psikologi atau konsultan psikologi tempat psikolog itu praktik.
“Bisa dicek di media sosial, bisa cek juga di google. Sekarang informasinya sudah mudah sekali ditemui,” tuturnya.
Ia menjelaskan biro psikologi yang cukup baik kemungkinan besar mengisi website atau akun media sosialnya dengan konten-konten positif tentu dari sumber-sumber yang jelas.
“Jika ia memposting informasi pasti sumbernya jelas, mencantumkan data, fakta, dasar ilmunya. Tidak sekadar menceritakan atau memberi konten tapi tidak jelas sumber dan dasarnya,” jelas Indah.
Biro-biro psikologi yang bisa dipastikan terpercaya juga terdaftar di HIMPSI. Namun Indah juga menuturkan jika memang ada beberapa biro psikologi yang kredibel tapi tidak terdaftar di HIMPSI. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal misalnya daftarnya telah kadaluarsa dan belum sempat terupdate atau diperpanjang.