Mencintai orang terkasih memang tidak ada yang melarang, tapi wajarkah jika akal sehat sampai terbutakan oleh hati? Pasalnya, tidak sedikit orang yang rela melakukan segalanya bagi si belahan jiwa alias cinta buta, sehingga menutup mata dari sikap buruk pasangan. Dalam istilah populer, cinta yang kadang tidak ada logika ini disebut sebagai cinta buta atau “bucin’ alias budak cinta. Kira-kira, apa, sih, penyebabnya?
Kenapa ada orang yang bisa cinta buta dengan pasangannya?
Pepatah lama memang ada yang pernah bilang cinta itu buta. Artinya Anda merasa sangat mencintai pasangan sampai rela melakukan apa saja demi dirinya, tanpa memedulikan diri sendiri.
Anda bahkan bisa sampai tanpa sadar cenderung menolak kenyataan bahwa pasangan memiliki sifat, sikap, karakter, atau kebiasaan yang biasanya dilihat sebagai kekurangan. Ketika ada orang yang merasa dirugikan atau keberatan dengan “sisi gelap’ pasangan, Anda cenderung menepisnya dan tidak melihat itu sebagai sebuah kesalahan atau kekurangan.
Cinta buta membuat Anda merasa apa yang Anda lakukan dan tunjukkan ke pasangan itu normal, akan tetapi menurut orang pada umumnya justru berlebihan, tidak realistis, dan cenderung obsesif.
Sebuah penelitian dari University College of London yang dimuat di jurnal Neuro Image tahun 2004 menduga penyebabnya berakar dari cara otak mengartikan cinta atau kasih sayang.
Perasaan cinta secara umum merangsang bagian otak yang bernama amygdala dan nucleus accumbens untuk memunculkan rasa kepuasan batin dan sensasi euforia. Euforia itu sendiri adalah perasaan gembira yang berlebihan.
Otak mengartikan cinta pada pasangan sama seperti cinta ibu pada anak
Penelitian ini menyimpulkan perasaan cinta merangsang otak membangun ikatan emosional yang kuat antar dua manusia dengan meningkatkan rasa gembira dan bahagia. Namun, perasan cinta akan menonaktifkan bagian otak yang digunakan untuk menalar logika, menimbang risiko dan keburukan, serta memunculkan emosi negatif.
Uniknya, peneliti menemukan bahwa otak mengartikan cinta romantis antara dua insan sama dengan cinta naluriah dan ikatan emosional antara ibu dan anak.
Maka dari itu, efek cinta buta dengan cinta antara ibu dan anak sekilas bisa tampak sama. Sama-sama membuat kita jadi susah melihat kekurangan atau keburukan orang yang dicintai.
Ibaratnya begini: walaupun seorang ibu punya anak yang bandel, ia dapat tetap memaklumi, memaafkan, dan mencintai anaknya untuk seterusnya. Begitu pula dengan orang yang cinta buta pada pasangannya.
Itu sebabnya ketika pasangan berulah berkali-kali, orang tersebut dapat memakluminya atas nama cinta. Sebab pada dasarnya, prinsip cinta romantis dan cinta maternal adalah faktor yang sangat penting untuk kelangsungan hidup spesies.
Jadi kesimpulannya, memang cinta membuat kita kadang tidak bisa berlogika. Sementara it, rangsangan cinta membuat salah satu bagian otak menghasilkan rasa bahagia yang berlebihan, bagian otak yang bertanggung jawab terhadap proses nalar dan realita justru dilemahkan atau “dimatikan’. Alhasil, cinta akan membutakan Anda dari segala perilaku, kesalahan, dan keburukan milik orang yang Anda cintai.
Cinta buta bisa membuat Anda menutupi kelemahan pasangan
Perasaan cinta membantu Anda membangun kesan dan anggapan positif terhadap pasangan. Ini sering disebut bias khayalan positif. Pada beberapa kasus, anggapan positif pada pasangan bisa membuat hubungan jadi awet. Namun buruknya, respon bias ini juga cenderung membuat Anda selalu menutupi kekurangan pasangan sehingga hubungan jadi tidak sehat lagi.
Contohnya begini, pasangan Anda sebenarnya sudah sejak lama menunjukkan gelagat perselingkuhan. Orang lain yang tidak kasmaran dengan dirinya dapat mencium gelagat aneh tersebut, tapi umumnya tidak bagi Anda.
Pasalnya, di otak Anda sudah terpatri ilusi positif tentang pasangan sehingga Anda akan cenderung menampik kenyataan tersebut sebagai salah paham atau justru tidak memedulikan tanda-tandanya. Anda mungkin juga menganggapnya sebagai karakter pasangan yang baik.
Parahnya lagi jika pasangan justru menunjukkan sifat-sifat abusif atau kekerasan. Cinta buta sering menyamarkan hal yang negatif menjadi positif, sehingga nantinya Anda akan sulit untuk keluar dari khayalan yang Anda bangun tentang pasangan Anda.
Inilah yang kadang harus dilatih pada diri sendiri. Meski cinta, Anda tetap harus bisa melihat kekurangan dan kebenaran yang sesungguhnya pada diri pasangan atau orang lain.