WHO memberi rekomendasi kepada negara seperti Indonesia untuk mengadakan program skrining thalasemia rutin. Namun sejauh ini belum ada program nasional yang signifikan dari pemerintah dalam melakukan skrining untuk memutus rantai thalasemia.
Sementara itu negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah mewajibkan skrining thalasemia dalam rangkaian tes kesehatan pra-nikah sebagai bagian dari program pemerintah.
Agar program skrining tepat sasaran, para pelaksana harus mengetahui terlebih dahulu persepsi dan pemahaman masyarakat setempat. Oleh karena itu, informasi tentang knowledge, attitude, dan practice (KAP) masyarakat sasaran menjadi sangat penting.
Penelitian oleh Unpad pada 2015 menemukan bahwa 9,3% siswa SMA di Jatinangor dan 8% siswa SMA di Banyumas mengidap thalasemia beta minor. Penelitian pada mahasiswa FKUI menemukan bahwa 5,3% di antaranya merupakan carrier. Belum ditemukan penelitian yang fokus pada kelompok usia bekerja di Indonesia.
Di PubMed, hanya tercatat 1 penelitian (tahun 2011) yang meneliti tentang KAP thalasemia pada masyarakat di pulau Jawa. Dengan kata lain, penelitian tentang persepsi dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk memutus thalasemia masih sangat terbatas, padahal prevalensinya tinggi. Dalam konteks kesehatan masyarakat, data primer dari penelitian ini mampu menjadi landasan studi lanjutan maupun program intervensi yang lebih efektif.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar