Karena satu dan lain hal, beberapa wanita terpaksa mengakhiri kehamilannya dengan cara aborsi. Tak dapat dipungkiri bahwa aborsi berisiko meninggalkan efek samping. Risiko ini akan meningkat jika tindakannya tidak dilakukan dengan tepat oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman.
Lantas, kondisi apa saja yang perlu diwaspadai setelah aborsi? Apakah di antaranya ada yang memengaruhi kesuburan? Berikut ulasannya.
Apa saja efek aborsi yang mungkin terjadi?
Sakit perut, kram, mual, muntah, dan diare adalah efek samping umum yang biasanya segera terjadi setelah seseorang menjalani tindakan aborsi.
Di samping itu, ada efek lain yang mungkin baru muncul setelah selang beberapa hari atau minggu pasca-aborsi. Berikut adalah beberapa di antaranya.
1. Perdarahan berat
Salah satu efek yang biasanya muncul setelah aborsi adalah perdarahan berat melalui vagina. Perdarahan akan semakin berat jika aborsi dilakukan saat usia kehamilan di atas 20 minggu.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan aliran darah yang membuat Anda harus berganti pembalut lebih dari dua kali dalam satu jam.
Jika perdarahan disebabkan oleh sisa jaringan janin atau ari-ari, dokter mungkin menyarankan tindakan kuret. Transfusi darah mungkin dibutuhkan jika perdarahan dikhawatirkan membahayakan nyawa.
2. Infeksi
Meskipun terbilang langka, wanita bisa mengalami infeksi setelah aborsi. Infeksi biasanya ditandai dengan sakit kepala, nyeri otot, demam tinggi, hingga keputihan.
Mengutip dari laman MSI Reproductive Choices, infeksi akibat aborsi yang dibiarkan bisa menyebabkan sepsis. Ini adalah komplikasi dari infeksi yang bisa menyebabkan kegagalan organ.
Untuk mencegah kondisi tersebut, dokter biasanya akan memberikan antibiotik setelah tindakan. Namun, obat ini mungkin sulit didapatkan jika aborsi dilakukan secara ilegal.
3. Sepsis
Seperti yang disebutkan di atas, aborsi bisa menimbulkan sepsis. Ini terjadi ketika infeksi bakteri sudah masuk ke aliran darah Anda sehingga menyebar ke seluruh tubuh Anda.
Sepsis umumnya ditandai dengan penurunan tekanan darah, perdarahan berat, frekuensi napas yang cepat, dan gelisah. Kondisi ini biasanya berakhir dengan syok sepsis.
Syok sepsis termasuk dalam kondisi darurat sehingga membutuhkan pertolongan segera. Dokter biasanya memberikan alat bantu pernapasan, cairan, dan antibiotik sebagai langkah awal penanganan.
4. Infeksi peradangan panggul
Risiko lain yang mungkin terjadi karena aborsi adalah infeksi radang panggul (IPD). Kondisi ini biasanya ditandai dengan nyeri panggul, sakit saat buang air kecil, dan keputihan yang berbau tidak sedap.
Aborsi spontan memiliki risiko IPD lebih besar karena adanya sisa jaringan yang mungkin masih terperangkap di dalam rahim. Sisa-sisa jaringan ini dapat menyebabkan susah hamil setelah aborsi.
Apabila antibiotik tidak bisa menangani IPD, Anda mungkin membutuhkan operasi. Untuk mencegah perburukan kondisi, hindari berhubungan intim setelah aborsi.
5. Kerusakan rahim
Bila tidak dilakukan dengan benar, efek aborsi justru bisa menyebabkan kerusakan pada rahim Anda.
Kerusakan rahim terjadi pada sekitar 250 dari seribu kasus aborsi lewat pembedahan dan satu di antara seribu kasus aborsi obat yang dilakukan pada usia kehamilan 12–24 minggu.
Kerusakan rahim bisa berupa pembentukan lubang (perforasi) atau robekan (laserasi). Sayangnya, kerusakan ini sering kali tidak terdiagnosis kecuali dokter melakukan visualisasi laparoskopi.
6. Endometriosis
Nyeri hebat pada bagian bawah perut dan sekitar panggul bisa menjadi salah satu gejala endometriosis atau pertumbuhan endometrium di luar dinding rahim sebagai efek samping tindakan aborsi.
Risiko endometriosis setelah aborsi bisa meningkat hingga 2,5 kali lipat pada wanita berusia di bawah 20 tahun.
Sama seperti IPD, endometriosis juga bisa menurunkan kesuburan atau peluang kehamilan hingga menimbulkan kista ovarium.
Di samping memberikan obat-obatan, Anda mungkin membutuhkan terapi hormon untuk mencegah pertumbuhan endometrium yang tidak di tempatnya.
7. Masalah psikologis
Tak hanya tentang fisik, aborsi juga bisa mengganggu kondisi mental seseorang yang melakukanya. Rasa bersalah, malu, kecewa, dan marah yang menjadi satu bisa meningkatkan risiko stres hingga depresi.
Risiko gangguan psikologis akan semakin besar pada wanita yang melakukan aborsi secara diam-diam atau ilegal, sebab mereka mungkin tidak mendapatkan dukungan moral setelahnya.
Oleh karena itu, Anda perlu melakukan pemeriksaan medis dan konsultasi dengan dokter untuk mengurangi risiko efek samping aborsi.
8. Kematian
Perdarahan hebat dan infeksi parah yang tidak terdiagnosis merupakan beberapa contoh penyebab utama dari kematian wanita terkait aborsi.
Doctors Without Borders menyebutkan bahwa setidaknya 29.000 wanita di dunia meninggal setiap tahunnya karena aborsi yang tidak aman.
Inilah alasan utama mengapa aborsi harus dilakukan dengan bantuan tenaga kesehatan yang memang mampu melakukannya. Sebab, salah tujuan utama dari aborsi adalah menyelamatkan seorang wanita.
Kesimpulan
Perdarahan berat, sepsis, kerusakan rahim, endometriosis, hingga gangguan kesehatan mental adalah berbagai risiko efek samping dari aborsi. Risiko ini akan meningkat apabila Anda melakukan aborsi ilegal. Oleh karena itu, pastikan untuk melakukan aborsi hanya dengan izin dokter.
[embed-health-tool-due-date]