backup og meta

Benarkah Patah Hati Dapat Sebabkan Kematian?

Benarkah Patah Hati Dapat Sebabkan Kematian?

Patah hati terkadang membuat seseorang merasa sangat terpuruk. Ditinggal oleh pasangan karena berbagai penyebab membuat kita merasa dunia tidak lagi berarti. Tak jarang, kita merasa tak berharga, tak ada lagi yang bisa diperjuangkan selepas kepergian pasangan. Stres dan depresi pun berisiko muncul ketika seseorang merasa terpuruk. Patah hati tidak hanya berupa berpisah sementara atau ditolak, namun bisa berupa terpisah karena kematian. Namun, pernahkah Anda mendengar berita bahwa ada seseorang yang meninggal pasca ditinggal oleh pasangannya? Ternyata fenomena ini bisa terjadi dan dikenal dengan sebagai broken heart syndrome.

Benarkah patah hati dapat menyebabkan kematian?

Broken heart syndrome juga dikenal sebagai Takotsubo cardiomyopathy, pertama kali ditemukan oleh seorang peneliti yang berasal dari Jepang sekitar lebih dari 20 tahun lalu. Sindrom ini dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa dengan normal. Meskipun begitu, sindrom ini hanya bersifat sementara. Gejala yang timbul dapat berupa napas pendek dan nyeri dada. Menurut David Greuner, M.D., direktur NYC Surgical Associates, yang dikutip situs Woman’s Health, gejala tersebut disebabkan oleh sifat jantung yang responsif terhadap hormon stres seperti adrenalin, epinefrin, dan kortisol. Sindrom ini dapat mengganggu keberlangsungan hidup seseorang, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Penelitian menunjukkan adanya peningkatan kematian dan sakit jantung akibat kepergian pasangannya. Penelitian yang dipublikasikan pada Circulation, yang dikutip situs Healthline, menemukan bahwa orang yang berduka setelah kematian orang yang dicintainya sangat mungkin meninggal karena serangan jantung.

Patah hati memang dapat membuat jantung Anda bermasalah, dan gejala yang dialami hampir sama dengan serangan jantung, namun nyeri dada patah hati berbeda dengan serangan jantung. Menurut kardiolog dr. Lawrence Weinstein, pimpinan medis di Bethesda Memorial Hospital’s Chest Pain/Heart Failure Center, yang dikutip oleh Healthline.com, perbedaannya adalah arteri orang-orang yang terkena broken heart syndrome bersih, tidak ada penyumbatan.

Ketika mendengar ‘patah hati’, di pikiran kita langsung terbayang anak remaja. Kita pun berasumsi yang terkena sindrom ini adalah anak remaja, karena saat-saat tersebut memang masanya anak-anak menyukai lawan jenis dan keadaan emosinya belum stabil. Terkadang kisah-kisah romantis tersebut pun tidak berakhir indah. Namun, jawaban yang tepat adalah sindrom ini biasanya dialami oleh perempuan pascamenopause dan alasannya belum diketahui dengan jelas, menurut dr. Richard Krasuski, seorang ahli jantung di Cleveland Clinic.

Bagaimana patah hati dapat membunuh Anda?

Hormon stres mengalir ke aliran darah, sehingga mempercepat denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, menegangkan otot, dan mengaktifkan sel kekebalan tubuh. Darah dialihkan dari sistem pencernaan ke otot dan membuatnya menjadi mudah menggumpal. Meningkatkan tekanan darah dan level kolesterol dapat juga disebabkan oleh stres, dan ketika ini terjadi, ritme jantung pun terganggu. Hormon stres juga dapat membuat pembuluh darah menyempit. Peneliti dari Duke University meminta 58 orang laki-laki dan perempuan dengan penyakit arteri koroner untuk menggunakan monitor jantung portable selama dua hari dan merekamnya dalam buku harian tentang apa yang mereka lakukan dan rasakan.

Tensi, frustrasi, dan emosi negatif lainnya diduga dapat membuat aliran darah tidak memadai dalam pembuluh darah yang mengisi jantung. Kondisi ini disebut iskemia miokard (penyakit jantung iskemik, tandanya berupa kurangnya aliran darah ke otot jantung), yang dapat menyebabkan serangan jantung.

Patah hati juga dapat menyebabkan depresi. Depresi dikaitkan dengan stres dan penyakit jantung. Depresi juga dapat membuat hormon stres meningkat dan dapat membuat jantung kurang responsif terhadap sinyal ‘menit ke menit’ untuk memperlambat atau meningkatkan aliran darah.

Perasaan sakit akibat kehilangan menandakan bahwa sebuah hubungan memang berarti. Ketika seseorang jatuh cinta satu sama lain, sebuah hubungan menjadi lebih dari sebatas kasih sayang saja. Meskipun tidak ada hitam di atas putih, kematian dapat merusak kesehatan seseorang. Rasa kehilangan ini muncul karena kita sudah terbiasa dengan kehadirannya, perhatiannya. Ketika itu semua hilang, kita tidak hanya kehilangan orang tersebut, tetapi juga kehilangan perhatian dan caranya memperlakukan kita.

Mengenali saat duka berubah menjadi depresi

Rasa berduka atau sedih yang normal terkadang terlihat mirip dengan depresi, paling tidak pada awalnya. Berikut ini beberapa tanda yang perlu diperhatikan ketika sedih berubah menjadi depresi:

  • Seseorang menjadi tidak mengurus dirinya sendiri, kehilangan nutrisi dan berat badan, dan mengalami insomnia
  • Keluhan fisik kronis
  • Menarik diri dari teman-teman dan keluarga.
  • Kurangnya minat  pada aktivitas yang biasanya dilakukan
  • Merasa sia-sia yang berlangsung selama berbulan-bulan
  • Perasaan bosan yang kuat

Kabar buruknya adalah bahkan ketika Anda tidak sedang mengalami sindrom patah hati, kehilangan yang melibatkan perasaan emosional Anda tetap dapat membunuh Anda.

Bagaimana cara mencegahnya?

Menurut dr. Christopher Magovern, seorang ahli jantung di Morristown Medical Center New Jersey, cara yang terbaik adalah menghindari momen yang membuat Anda stres. Belajar untuk lebih terbuka pada orang lain dan mencari dukungan dari mereka. Berikut ini adalah hal lain yang bisa Anda lakukan, seperti:

  • Bermeditasi, olahraga, atau melakukan yoga untuk mengelola stres
  • Berbicara pada orang yang Anda sayangi
  • Menonton film komedi
  • Pergi bersama teman Anda, terutama yang lajang
  • Memelihara binatang peliharaan yang berbulu; seperti kucing atau anjing

Yang tidak boleh dilakukan:

  • Mengalihkan rasa sakit dengan cara meminum alkohol
  • Memendam emosi Anda
  • Menghindari sekolah dan kerja karena jantung Anda seperti remuk. Meskipun keadaan ini memang benar Anda alami, menghindari aktivitas rutin malah dapat membuat Anda merasa lebih buruk.

Yang perlu Anda ingat adalah sendirian di rumah bukanlah solusi yang tepat. Mungkin Anda memang membutuhkan waktu untuk sendiri, tapi jangan terlalu lama. Masih menurut dr. Krasuki, pergi berolahraga dan tidak memikirkan masalah Anda dapat menjadi solusi yang baik.

Bagaimana membantu seseorang yang mengalami kondisi patah hati?

Menolong seseorang yang melewati duka yang mendalam memang agak sulit. Beberapa orang tidak ingin mendengar harapan yang baik-baik dari orang-orang, beberapa orang butuh dirangkul. Beberapa orang mungkin akan mudah melewati tahapan demi tahapan, beberapa lainnya terperangkap dan mungkin akan mengingat kembali yang lalu-lalu.

Hal yang mesti Anda lakukan adalah tetap mengontak orang tersebut, berikan kasih sayang tanpa terlihat merasa iba. Jika memang orang tersebut masih dalam tahapan berduka yang wajar, maka memberi dukungan dirasa cukup. Namun, ketika seseorang telah menunjukkan gejala depresi , saatnya Anda mencari bantuan terapis atau tenaga professional lainnya.

[embed-health-tool-heart-rate]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Can You Really Die of a Broken Heart? http://www.healthline.com/health-news/can-you-die-of-broken-heart#6 Accessed November 11th 2016.

It Turns Out Your Broken Heart Could Actually Kill You. http://www.womenshealthmag.com/health/broken-heart-syndrome Accessed November 11th 2016.

The Science of a Broken Heart. http://www.healthline.com/health/heart-disease/heartbreak-is-real#1 Accessed November 11th 2016.

Can You Die of a Broken Heart? http://www.health.harvard.edu/mind-and-mood/can-you-die-of-a-broken-heart Accessed November 11th 2016.

Versi Terbaru

26/02/2021

Ditulis oleh Rizki Pratiwi

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Ririn Sjafriani


Artikel Terkait

8 Jenis Operasi Jantung Sesuai Kegunaannya

Operasi Varises


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Rizki Pratiwi · Tanggal diperbarui 26/02/2021

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan