Anjuran minum obat antibiotik yang paling umum adalah “diminum sampai habis’. Namun kini beberapa penelitian terbaru menyatakan hal yang sebaliknya. Minum obat antibiotik sampai habis justru bisa menyebabkan tubuh jadi kebal terhadap antibiotik. Maka bila suatu saat nanti Anda memiliki infeksi atau luka lain, tubuh jadi makin sulit sembuh walaupun sudah minum antibiotik. Kok bisa?
Terlalu lama minum antibiotik meningkatkan risiko resistensi antibiotik
Sebuah penelitian baru yang dipublikasi oleh British Medical Journal (BMJ) mengumpulkan pendapat dari 10 pakar kesehatan yang mengatakan bahwa minum antibiotik tetap harus sampai habis, tapi penggunaannya harus sambil dievaluasi dokter — termasuk apakah kondisi Anda sudah membaik atau belum. Jika menurut dokter lama waktu minumnya sudah dirasa cukup sementara kondisi Anda juga sudah cukup OK, Anda dibolehkan untuk berhenti minum antibiotik meski “deadline’ habis dosisnya masih lama.
Aturan minum antibiotik sampai habis selama durasi tertentu haruslah dibawah pengawasan ketat dari dokter yang bersangkutan. Pasalnya, kelamaan minum antibiotik dapat menghadirkan risiko resistensi antibiotik.
Antibiotik pada umumnya berfungsi untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dengan cara membunuh atau menghambat proses pertumbuhan organisme penyebab penyakit (seperti parasit, jamur, dan bakteri). Saat pasien mengonsumsi antibiotik, jenis bakteria yang berbahaya dapat tumbuh di kulit dan usus. Bila penggunaan obat semakin panjang, dikhawatirkan dapat terjadi resistensi antibiotik.
Ketakutan Lleweylyn didorong berdasarkan penjelasan Alexander Fleming, bapak penemu antibiotik penisilin, yang mana dikatakan kalau penggunaan antibiotik bisa memicu penyakit yang lebih berbahaya. Dalam pidato Fleming pada penerimaan hadiah Nobel tahun 1945 pun, ia mengatakan untuk menggunakan penisilin secukupnya saja, tidak berlebihan.
Apa akibatnya kalau minum obat antibiotik terlalu lama?
Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi, kalau terlalu lama minum antibiotik atau durasi minum obatnya dibuat terlalu panjang, dikhawatirkan efek sampingnya akan memicu resistensi obat. Resistensi antibiotik alias kekebalan terhadap antibiotik, adalah kemampuan bakteri untuk melawan efek dari obat dan justru semakin menguat. Akibatnya bakteri tidak mati setelah pemberian antibiotik.
Selain itu, dalam artikel BMJ para ahli berpendapat bahwa ketika seorang pasien mengonsumsi antibiotik, kemungkinan akan muncul bakteri berbahaya yang tumbuh di kulit dan usus. Di mana bakteri ini dapat menyebabkan masalah kesehatan lain nantinya. Parahnya lagi di Inggris, diperkirakan ada 12.000 orang meninggal akibat resistensi antibiotik. Lebih mematikan daripada kasus kematian akibat kanker payudara.
Minum antibiotik harus sesuai durasi yang dianjurkan
Namun demikian, bukan berarti Anda bisa seenaknya menghentikan penggunaan antibiotik tanpa sepengetahuan dokter. Salah-salah malah resistensi antibiotik malah terjadi karena durasi minum antibiotik yang terlalu pendek.
Professor Helen Stokes-Lampard, ketua perhimpunan dokter umum di UK (Royal College of GPs) mengatakan bahwa penentuan durasi minum antibiotik bukanlah tanpa dasar. Perbedaan durasi minum antibiotik memang berbeda-beda berdasarkan jenis dan tingkat keparahan penyakit. Contohnya, untuk infeksi saluran kemih sering kali meminum antibiotik selama 3 hari cukup untuk membunuh bakteri. Namun untuk infeksi tuberkulosis yang disebabkan bakteri tahan asam, enam bulan merupakan durasi pemakaian antibiotik yang minimal dan selanjutnya perlu evaluasi sebelum memutuskan pemberhentian antibiotik.
Baiknya, jika Anda diberi antibiotik coba tanyakan kepada dokter, seberapa lama durasi minum antibiotik yang diperlukan. Jangan lupa juga tanyakan, apabila kondisi Anda mulai membaik, apakah obat antibiotik harus tetap diminum atau dihentikan. Karena pada dasarnya, konsumsi antibiotik tiap orang berbeda-beda, tergantung pada riwayat dan kondisi kesehatan masing-masing.