backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Seberapa Sering Pria Harus Ejakulasi untuk Menjaga Kesehatannya?

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 18/01/2021

    Seberapa Sering Pria Harus Ejakulasi untuk Menjaga Kesehatannya?

    Banyak anggapan seputar ejakulasi itu hanya sesuatu yang berhubungan dengan kepuasan seksual. Padahal, ejakulasi juga bermanfaat dalam menjaga kesehatan alat reproduksi. Bahkan, kabarnya ejakulasi juga bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Hal tersebut dipercaya karena saat ejakulasi, tubuh menghasilkan hormon kortisol yang membantu menjaga imunitas. Lantas, adakah aturan tentang seberapa sering pria harus ejakulasi?

    Seberapa sering pria harus ejakulasi?

    sering ejakulasi

    Ada sebuah penelitian yang menyatakan bahwa seseorang bisa menurunkan risiko terkena kanker prostat secara signifikan dengan rutin ejakulasi sebanyak 21 kali setiap bulannya.

    Penelitian yang diterbitkan pada European Urology pada 2016 itu melakukan pengamatan terhadap 31,925 peserta pria dengan mengambil data dari laporan peserta seputar seberapa sering mereka berejakulasi dalam kurun waktu hampir dua puluh tahun. Mereka juga diberi pertanyaan apakah ada gejala-gejala terkait kanker prostat yang muncul.

    Sayangnya, hasil penelitian belum bisa meyakinkan anggapan di atas. Penelitian hanya bergantung pada data survei yang dilaporkan oleh peserta sendiri, bukan data dari laboratorium yang terkontrol.

    Selain itu, tidak ada informasi spesifik tentang apakah ejakulasi yang terjadi merupakan hasil dari masturbasi atau dengan bantuan pasangan.

    Ditambah lagi, penelitian lain pada kelompok yang sama yang terbit pada 2004 tidak menunjukkan perbedaan efek yang signifikan antara seberapa sering ejakulasi dengan risiko kanker prostat.

    Sebenarnya, tak ada aturan pasti yang memperlihatkan frekuensi ejakulasi tertentu lebih baik daripada yang lain. Hanya saja, frekuensi ejakulasi bisa berbeda-beda pada setiap orang dan bergantung pada beberapa faktor seperti usia dan tingkat kesehatan tubuh.

    Misalnya, dari data Sexual Exploration in America Study, orang-orang yang berusia 25-29 tahun merupakan kelompok yang paling sering ejakulasi dengan memakan persentase rata-rata sebanyak 68,9 persen. Angka menurun jadi 63,2% pada pria berusia 30-an, dan terus menurun seiring dengan bertambahnya dekade usia.

    Hal lain yang harus diketahui soal berejakulasi

    Mungkin masih ada sebagian orang yang berpikir bahwa terlalu sering ejakulasi bisa mengurangi produksi sperma. Hal ini tak sepenuhnya salah, bahkan ada sebuah studi yang menemukan bahwa pria yang berejakulasi setiap harinya selama lebih dari dua minggu mengalami penurunan jumlah sperma yang dikeluarkan.

    Namun, bukan berarti sperma di dalam tubuh juga bisa habis. Faktanya, ada sebanyak 1.500 sperma yang diproduksi setiap detiknya, jika dihitung dalam sehari tentu jumlahnya bisa mencapai jutaan. Meski demikian, sperma membutuhkan waktu sekitar 74 hari sampai benar-benar berkembang dan matang.

    Di sisi lain, tidak berejakulasi sering dikaitkan dengan masalah seperti kualitas sperma dan kesuburan yang menurun. Padahal, seberapa ejakulasi tidak memberikan dampak apa pun terhadap kesehatan dan dorongan seks yang Anda miliki.

    Perlu diketahui juga bahwa sperma yang tidak digunakan nantinya akan diserap kembali oleh tubuh atau dikeluarkan melalui emisi tubuh malam hari.

    Berbagai manfaat yang bisa didapatkan dari ejakulasi bukan berarti Anda harus lebih sering berejakulasi. Terlebih lagi, ada beberapa kelompok yang malah akan merasa tak nyaman dengan anjuran rutin berejakulasi seperti pria aseksual, pria yang memilih untuk tidak berhubungan seks, atau pria yang memiliki masalah nyeri saat mengalami ejakulasi.

    Hal terpenting adalah tidak terlalu bergantung pada anjuran penelitian atau saran dari orang lain. Lakukanlah sesering yang Anda mau dan lakukan senyamannya.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Patricia Lukas Goentoro

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 18/01/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan