Cinta tidak hanya melibatkan emosi, begitu kata antropolog biologis, Helen Fisher, dikutip dari konferensi TED tahun 2006. Menurut Fisher, cinta juga melibatkan sistem kerja otak yang terkait dengan seks dan reproduksi. Kedua sistem ini yang bisa menjelaskan mengapa manusia mampu melakukan perselingkuhan, bahkan di saat kita begitu menghargai cinta.
Sains di balik cinta dan perselingkuhan
Cinta, menurut Fisher, adalah dorongan. Cinta berasal dari motor otak, bagian otak yang menggerakkan kebutuhan dan hasrat, bagian otak yang memainkan perasaan ngidam. Jenis bagian dari pikiran ketika Anda meraih sepotong cokelat, ketika Anda ingin memenangkan promosi di tempat kerja. Penggerak otak.
Dalam konferensi tersebut, Fisher menjelaskan cinta seperti ketergantungan, bagaimana frase “cinta itu buta” (sedikit) ada benarnya. Saat Anda jatuh cinta, tidak hanya orang ini memiliki makna khusus untuk diri Anda, Anda memfokuskan seluruh jiwa dan raga, serta perhatian Anda pada mereka. Anda bisa dengan fasih mengurutkan apa saja yang Anda tidak sukai dari dirinya, tapi kemudian Anda tidak mengacuhkan itu semua, selain terpaku pada setiap gerakannya.
Anda memuja dirinya, namun Anda juga memiliki energi yang besar dalam diri Anda. Sehingga, setiap kali sesuatu yang berkaitan dengan orang yang Anda cinta berjalan mulus, Anda akan merasa seperti di langit ketujuh. Sebaliknya, jika tidak ada yang berjalan sesuai rencana, Anda merasa hancur. Sebuah kecanduan nyata pada orang tersebut. Hal ini mungkin diakibatkan karena peningkatan aktivitas dopamin dalam otak.
Anda juga menjadi sangat posesif secara seksual dengan dirinya. Tetapi, karakteristik utama dari cinta romantis adalah kebutuhan: suatu keinginan yang kuat untuk terlibat dalam satu hubungan dengan orang ini, bukan hanya secara seksual, tetapi juga emosional. Seks adalah nilai tambah, di samping itu Anda ingin dia untuk menghubungi Anda, mengajak Anda berkencan, dan seterusnya, untuk memberi tahu Anda bahwa ia mencintai Anda. Ciri utama lainnya adalah motivasi. Motor di otak mulai bekerja, dan Anda menginginkan orang ini. Terakhir, cinta adalah obsesi.
Untuk membuktikan teorinya, Fisher beserta tim penelitinya melakukan pemindaian otak 32 partisipan di dua situasi: saat mereka melihat foto orang yang mereka cintai secara romantis (bukan hubungan keluarga langsung) dan aktivitas lain yang berusaha melepas pikiran mereka dari orang-orang tersebut. Hal ini dilakukan untuk bisa melihat otak yang sama dalam keadaan rangsangan tinggi dan beristirahat. Hasilnya, foto orang yang dicintai bisa mengaktifkan kerja otak secara serentak, khususnya membangkitkan wilayah otak yang sama saat Anda mencandu kokain.
Manusia memiliki tiga sistem otak primer yang berhubungan dengan cinta. Pertama, dorongan seks, yang berevolusi untuk memotivasi seseorang untuk memenuhi kepuasan seks dengan berbagai partner. Kedua, cinta romantis yang memotivasi seseorang untuk memfokuskan energi kawin mereka pada pasangan spesifik, sehingga menghemat waktu dan energi. Ketiga, keterkaitan. Keterkaitan berevolusi untuk mendorong Anda dan pasangan Anda untuk bersama setidaknya cukup lama untuk membangun sebuah keluarga sebagai sebuah tim.
Ketiga sistem saraf dasar ini berinteraksi satu sama lain dan dengan sistem otak lainnya untuk memberikan Anda berbagai motivasi, emosi, dan perilaku yang diperlukan untuk mengatur strategi reproduksi manusia yang rumit.
Namun, akan selalu ada komplikasi dalam kerja sistem ini. Tiga sistem ini tidak akan selalu berjalan bersamaan. Itu sebabnya mengapa seks bisa tidak semudah itu. Saat orgasme, otak melepaskan lonjakan dopamin. Dopamin terkait dengan cinta romantis. Maka dari itu, Anda bisa saja jatuh cinta dengan partner seks Anda. Selain itu, orgasme juga melepaskan oksitosin dan vassopressin, dua hormon yang terkait dengan perasaan keterikatan. Ini mengapa sebabnya Anda bisa merasa memiliki persamaan dan berhubungan erat dengan partner seks Anda.
Tiga sistem ini juga tidak selalu berhubungan satu sama lain. Anda bisa merasakan keterikatan mendalam untuk pasangan jangka panjang Anda, namun di saat yang sama juga memiliki cinta romantis yang intens untuk seseorang selain dirinya, dan ketertarikan seks yang kuat terhadap orang lain yang bukan dari kedua orang ini.
Apa yang membuat seseorang bisa berselingkuh?
Perselingkuhan telah menjadi fenomena nyata di seluruh budaya dunia. Perselingkuhan umum terjadi bahkan pada orang-orang zaman Yunani dan Romawi kuno, Eropa pra-industri, Jepang kuno, Cina, dan banyak masyarakat lainnya.
Mengutip Psych Central, dalam jajak pendapat terbesar yang paling komprehensi di tahun 1994, Edward Laumann dan tim menemukan bahwa 20% wanita dan lebih dari 31% pria berusia 40-50 tahun melaporkan pernah terlibat dalam hubungan seksual dengan orang lain selain pasangan menikah mereka. Selain itu, Young dan Alexander dalam buku The Chemistry Between Us: Love, Sex and the Science of Attraction melaporkan bahwa sekitar 30-40% kasus perselingkuhan terjadi dalam pernikahan, untuk wanita dan pria.
Kini kita tahu, beberapa orang bisa berselingkuh dari pasangan mereka, tetapi pertanyaannya, mengapa mereka nekad untuk mengambil risiko emosional dan praktis untuk berselingkuh? Dilansir dari Psychology Today, ada 5 alasan mengapa seseorang berselingkuh, berdasarkan survei yang dilakukan Julia Omarzu, psikolog dari Loras College, bersama tim penelitinya.
1. Kurangnya kepuasan seksual dalam pernikahan, dan hasrat untuk hubungan seksual tambahan
Nafsu seksual seringnya berumur pendek, dan gairah bisa merosot turun cukup cepat saat gairah perlahan mati atau masalah emosional kembali muncul ke permukaan. Hal ini juga dapat memudar jika kedua pasangan dalam hubungan perselingkuhan tidak menemukan banyak kesamaan lain di luar seks.
2. Kurangnya kepuasan emosional dalam pernikahan
Mencari keintiman emosional bisa sama menariknya dengan mencari keintiman fisik sebagai alasan untuk memiliki perselingkuhan. Sebagian besar orang yang berselingkuh atas alasan ini melaporkan mereka merasa kurang terpenuhi kebutuhan emosionalnya dari pasangan menikah mereka. Jenis perselingkuhan ini biasanya tidak melibatkan seks dan cenderung memilih untuk tetap dalam hubungan platonis.
3. Hasrat untuk mendapatkan rasa penghargaan dari orang lain
Saling menghargai adalah faktor kunci dalam aspek emosional dalam suatu hubungan romantis. Kedua orang ini bisa saja bertumbuh semakin terpisah secara emosional dn gagal untuk mengakui kebutuhan yang mereka miliki dalam hubungan tersebut. Dalam penelitian Susan Berkowitz pada pria yang berhenti berhubungan seks dengan pasangannnya, 44% mengatakan mereka merasa marah, dikritik, dan tidak penting dalam pernikahan mereka. M.Gary Neuman menemukan bahwa 48% pria melaporkan ketidakpuasan emosional sebagai alasan utama untuk berselingkuh. Mereka merasa tidak dihargai dan berharap bahwa pasangan mereka bisa mengakui ketika mereka bekerja keras untuk mempertahankan pernikahan tersebut.
4. Tidak lagi cinta dengan pasangannya dan menemukan cinta yang baru.
Keintiman emosional dan fisik tampaknya menjadi faktor utama yang mengarah pada perselingkuhan.
5. Balas dendam
Dalam sebuah hubungan yang sudah terlanjur ‘sekarat’, keinginan untuk menyakiti pasangan yang (atau dicurigai) berselingkuh tampaknya mengalahkan hasrat pemenuhan keintiman fisik dan batin semata.
Perselingkuhan melambangkan hasrat, penderitaan, dan kebutuhan akan sebuah hubungan. Perselingkuhan jarang hadir tanpa adanya konflik atau bahkan tekanan. Selain itu, perselingkuhan mungkin adalah akibat, atau penyebab, dari pernikahan.