backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Mencuci Tangan Memang Baik, Tapi Ini Akibatnya Bila Terlalu Sering Dilakukan

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 08/01/2021

Mencuci Tangan Memang Baik, Tapi Ini Akibatnya Bila Terlalu Sering Dilakukan

Mencuci tangan bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit berbahaya. Namun, terlalu sering mencuci tangan ternyata juga tidak baik bagi kesehatan. Alih-alih melindungi tubuh dari serangan penyakit, kebiasaan mencuci tangan secara berlebihan justru akan meningkatkan risiko masalah kesehatan lain.

Terlalu sering mencuci tangan ada akibatnya

Melansir Mayo Clinic, ada saat-saat wajib mencuci tangan. Di antaranya sebelum makan, saat menyiapkan makanan, merawat luka, menggunakan dan melepas lensa kontak, serta saat tangan tampak kotor.

Cuci tangan juga diperlukan setelah menggunakan toilet, batuk, bersin, mengganti popok, merawat orang sakit, dan menyentuh hewan peliharaan. Meski boleh dilakukan setiap hari, ingatlah untuk tidak berlebihan mencuci tangan agar tidak memicu efek samping berikut.

1. Membuat lebih mudah sakit

Terlalu sering mencuci tangan bisa mengacaukan keseimbangan bakteri dalam tubuh. Menurut Samer Blackmon, M.D., dokter spesialis penyakit dalam di Amerika Serikat, kegiatan ini justru akan membunuh bakteri bermanfaat yang membangun sistem kekebalan tubuh.

Saat masih kecil, tubuh terpapar oleh beragam bakteri, virus, dan parasit. Hal ini sebenarnya bermanfaat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh. Jika tidak pernah terpapar, sistem kekebalan tubuh tidak bisa melawan bibit penyakit tersebut.

Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh tidak pernah mengenal mikroba penyebab penyakit paling umum sekalipun. Tanpa mikroba tersebut, sel-sel kekebalan tubuh tidak bisa membuat antibodi ataupun mekanisme pertahanan lainnya.

Sejumlah ahli meyakini bahwa kondisi ini membuat lebih mudah sakit. Terutama bila kebiasaan terlalu sering mencuci tangan sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Itulah sebabnya disarankan untuk mencuci tangan seperlunya.

2. Meningkatkan risiko terkena alergi

ketotifen

Selain bakteri, virus, dan parasit, tubuh juga terpapar berbagai pemicu alergi atau alergen sejak masa kanak-kanak. Paparan ini bermanfaat agar sistem kekebalan tubuh beradaptasi dengan alergen dan tidak menganggapnya sebagai bahaya.

Alergi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap zat asing yang sebenarnya tidak berbahaya. Reaksi berlebihan tersebut bisa menyebabkan gatal, peradangan, gejala sinus, serta gangguan pernapasan dan pencernaan.

Bila terlalu sering mencuci tangan, tubuh tidak berkesempatan ‘mengenal’ zat asing yang berpotensi menyebabkan alergi di kemudian hari. Sementara itu, orang yang tumbuh besar dengan terpapar alergen justru berisiko lebih kecil terkena alergi.

3. Meningkatkan risiko iritasi dan penyakit kulit

obat iritasi kulit

Bahan-bahan kimia dalam sabun cuci tangan dan alkohol dalam hand sanitizer dapat menyebabkan iritasi jika terlalu sering digunakan. Kulit yang terpapar bahan-bahan ini secara berlebihan cenderung menjadi kering, pecah-pecah, bahkan berdarah.

Begitu kulit menjadi pecah-pecah, bakteri bisa memasuki tubuh dengan mudah melalui celah yang terbentuk. Kondisi ini dapat mengakibatkan infeksi yang ditandai dengan rasa gatal, kemerahan, hingga munculnya nanah.

Pada beberapa orang, terlalu sering mencuci tangan bahkan dapat memicu eksim dan memperparah gejalanya. Eksim tidak bisa disembuhkan, tapi gejalanya dapat dikontrol melalui pengobatan.

Beberapa jenis penyakit berawal dari tangan yang kotor, dan inilah alasan mengapa cuci tangan begitu penting. Meski demikian, pastikan tidak melakukannya secara berlebihan guna mencegah efek samping yang tidak diharapkan.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.



Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 08/01/2021

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan