Banyak orang menilai bahwa orang-orang yang paling berisiko tertular HIV, yaitu virus penyebab penyakit AIDS, adalah mereka yang berhubungan seks sesama jenis atau mereka yang menjadi pekerja seks komersial.
Namun, ternyata ada kelompok lain yang juga tidak boleh dipandang sebelah mata dalam penanganan AIDS, yaitu para ibu rumah tangga. Ya, ibu rumah tangga juga sangat berisiko tertular HIV.
Bagi orang homoseksual, penularan HIV bisa disebabkan oleh aktivitas seksual yang kurang hati-hati. Misalnya karena tidak pakai kondom. Padahal, adanya luka atau lecet sedikit bisa menyebabkan tertular HIV ke dalam tubuh.
Penyakit AIDS juga ditemukan tinggi para pekerja seks komersial (PSK), karena tingginya frekuensi kejadian seks yang mereka lakukan. Tentu tempat itu bisa menjadi tempat pertukaran penyebaran penyakit menular seksual, termasuk AIDS.
Lalu kira-kira mengapa ibu rumah tangga juga berisiko tinggi tertular HIV? Bagaimana cara mencegahnya? Berikut penjelasan lengkapnya.
Ibu rumah tangga lebih berisiko tertular HIV daripada pekerja seks
Ibu rumah tangga berisiko tertular HIV. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi HIV AIDS dari Kementerian Kesehatan, jumlah kumulatif AIDS yang dilaporkan yang terbanyak adalah pada kelompok ibu rumah tangga, yaitu sebesar 6539. Data ini dari tahun 1987 hingga 2014.
Dikutip dari Jakarta Globe, seorang anggota Komisi Pencegahan AIDS Surabaya, Emi Yuliana, menyatakan bahwa terjadi peningkatan kasus ibu rumah tangga yang tertular HIV. Bahkan, dibandingkan dengan para pekerja seks komersial, jumlah peingkatan pada ibu rumah tangga lebih signifikan.
Salah satu contohnya adalah Kota Bogor. Dari 1.542 jiwa penduduk Bogor yang tertular HIV, enam puluh persennya adalah ibu rumah tangga. Dengan kata lain, dari sepuluh orang yang tertular HIV, enam di antaranya adalah ibu rumah tangga.
Mengapa angka penularan HIV pada ibu rumah tangga bisa tinggi?
Usaha pencegahan penyebaran dan penularan HIV pada kelompok ibu rumah tangga menemui beberapa hambatan. Misalnya karena mereka sedang hamil sehingga menolak untuk menjalani tes HIV.
Selain itu, mereka menolak biasanya juga karena merasa malu, tabu, atau sudah merasa bahwa ia dan pasangannya tidak pernah berhubungan seksual dengan orang lain.
Menurut Yusniar Ritonga, seorang konselor HIV/AIDS, hanya ada 10 persen orang yang bersedia ikut dalam tes HIV setelah mereka menikah. Padahal, seperti yang kita tahu, ada banyak cara penularan HIV/AIDS selain lewat hubungan seksual. Bisa dari pisau cukur, bisa dari jarum suntik, atau pun benda lain yang tidak steril dan pernah terkena darah dari pengidap AIDS.
Bagaimana solusinya?
Jika melakukan tes HIV dianggap tabu, ibu rumah tangga bisa menggunakan kartu skor. Isinya adalah pertanyaan-pertanyaan terkait pekerjaan dan aktivitas seksual baik aktivitas seksual individu maupun aktivitas seksual pasangan.
Selain itu, mereka juga bisa ditanyai terkait pekerjaan yang pasangan lakukan. Misalnya jika suami Anda bekerja sebagai supir truk atau bis lintas provinsi dan jarang pulang ke rumah, maka bisa jadi Anda adalah kelompok berisiko dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
Jadi, bukan berarti sebagai ibu rumah tangga, Anda sudah dijamin aman dari penularan HIV. Semua orang bisa saja berisiko tertular HIV. Karenanya, lebih baik mencegah dan mengobatinya secepat mungkin.
[embed-health-tool-ovulation]