Selama ini yang Anda tahu mungkin hanya gula atau glukosa yang jadi sumber energi utama otak. Memang benar, glukosa yang didapat dari karbohidrat adalah sumber energi yang baik untuk otak dan juga seluruh tubuh manusia. Namun, ternyata keton yang didapat dari lemak juga bisa digunakan sebagai sumber energi untuk otak. Nah, berarti antara glukosa dari karbohidrat dan keton dari lemak, mana yang lebih dibutuhkan sebagai sumber energi untuk otak?
Karbohidrat sebagai sumber energi untuk otak
Otak membutuhkan banyak energi, sama seperti anggota tubuh lainnya. Bahkan, otak bisa memakan energi sebanyak seperempat dari total asupan energi tubuh. Ini tak mengherankan, sebab lebih dari 80 miliar neuron (sel saraf) mengirim dan menerima sinyal untuk berpikir dan mengatur emosi selama 24 jam tanpa henti setiap harinya. Bahkan saat Anda sedang tidur sekalipun.
Sebagian besar energi untuk otak ini diambil dari glukosa yang berasal dari karbohidrat. Sekitar 50% dari asupan glukosa yang masuk ke tubuh bisa digunakan otak sebagai energi. Jumlah yang cukup banyak, bukan, untuk memasok energi pada otak?
Oleh karena itu, Anda mungkin akan merasa pusing dan kurang fokus saat merasa kelaparan. Masalahnya, pada saat lapar otak tidak mendapat glukosa yang cukup untuk diubah menjadi energi. Kemudian otak pun mengalami kekurangan energi.
Lemak sebagai sumber energi untuk otak
Walaupun energi utama otak adalah glukosa, dalam keadaan tertentu otak juga menggunakan energi dari sumber lain di luar karbohidrat. Hal ini terjadi saat cadangan karbohidrat dalam tubuh Anda hampir habis. Otak menjadi organ pertama yang menyadari bahwa ada kekurangan energi dari glukosa dalam tubuh Anda.
Pada saat ini, otak akan menggunakan keton dari lemak sebagai energi. Keton sendiri adalah zat yang dihasilkan ketika tubuh mengubah lemak jadi energi. Nah, keton dapat menyediakan energi lebih banyak dan lebih lama dibandingkan glukosa, bahkan bisa sampai berminggu-minggu, berbulan-bulan, sampai bertahun-tahun. Zat istimewa ini juga bisa menyediakan energi untuk otak hingga 60% dari kebutuhan.
Keton mungkin jadi energi yang disukai oleh otak. Selain karena keton bisa lebih banyak menyediakan energi untuk otak, penggunaannya pun lebih efisien dibandingkan glukosa. Tak hanya itu, keton juga dicerna lebih cepat oleh tubuh dibandingkan glukosa. Maka, keton juga dapat memasok energi lebih cepat.
Tak hanya itu, penggunaan keton sebagai energi untuk otak juga dapat meningkatkan ketajaman mental sekaligus melindungi otak dari gangguan saraf dan peradangan pada otak. Keton bisa menjadi sumber karbon untuk glutamat sehingga bisa menyeimbangkan rasio glutamat di otak. Hal ini kemudian dapat membantu mencegah gangguan saraf pada otak, seperti yang dikutip dari Ketogenic.com.
Otak mungkin mendapatkan energi dari keton ini pada saat Anda sedang puasa, setelah menjalankan olahraga berat, setelah tidur, atau sedang menjalankan diet ketogenik. Pada saat-saat ini, tubuh Anda mungkin mengurangi kekurangan glukosa sebagai energi untuk otak.
Nutrisi mana yang lebih baik untuk kesehatan otak?
Baik glukosa dan keton sama-sama bisa menjadi sumber energi untuk otak. Keduanya bisa digunakan secara bergantian. Otak manusia bisa mengatur kapan ia akan menggunakan glukosa atau keton sebagai energinya.
Nah, keton bisa jadi lebih baik dibandingkan glukosa pada kondisi tertentu. Misalnya pada orang dengan epilepsi yang disarankan untuk menerapkan diet ketogenik. Diet ini memungkinkan otak menggunakan keton sebagai energi karena asupan lemak lebih banyak dan asupan karbohidrat sedikit pada diet ketogenik.
Walaupun penggunaan keton mungkin lebih efisien dan menguntungkan bagi otak dibandingkan glukosa sebagai energi. Namun, efek jangka panjang dari penggunaan keton sebagai energi untuk otak ini belum diketahui. Jadi, Anda tetap harus mengonsumsi glukosa dengan bijak untuk menyediakan energi bagi otak dan juga bagi tubuh secara keseluruhan.
Glukosa sendiri bisa didapatkan dari karbohidrat kompleks. Misalnya gandum utuh, buah-buahan, dan sayuran. Sedangkan lemak yang baik untuk otak bisa didapatkan dari ikan, kacang-kacangan, buah alpukat, dan biji-bijian seperti kuaci.