Tidak ada yang mau mengalami perpisahan, tapi dalam hubungan rumah tangga hal ini mungkin saja terjadi. Ketika masalah perceraian tak bisa dihindari, anak-anak yang akan menjadi korbannya. Sayangnya, tidak semua orangtua yang peka terhadap hal ini, hingga akhirnya memengaruhi kesehatan jiwa si kecil. Ya, ada cara tersendiri yang mesti dilakukan oleh orangtua setelah bercerai untuk menghadapi anaknya.
Cara menghadapi si kecil setelah bercerai
Menurut Prof. Tamara Afifi (Pembicara TEDxUCSB Talk: The impact of divorce in childen), sebagian besar anak akan merasa stres beberapa saat setelah orang tuanya bercerai. Namun, stres ini bisa terjadi dalam waktu yang lama dan ‘kambuh’ kapan saja.
Setelah resmi berpisah, Anda memiliki hidup yang baru. Perubahan kondisi ini akan mempengaruhi Anda dan sang buah hati. Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa Anda lakukan setelah bercerai untuk membantu si kecil pulih dari rasa sakitnya.
1. Bantu anak ekspresikan emosinya
Biarkan anak menunjukkan apa yang dirasakanya setelah mendengar kabar perceraian orang tuanya. Hindari menggunakan kata-kata “Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja.’
Pasalnya, kalimat tersebut justru membuat si kecil merasa orangtuanya tidak memahami kesedihan yang ia rasakan. Ibaratnya, saat itu sangat wajar bila ia marah, sedih, dan kecewa. Namun Anda justru tidak memberikan kesempatan si kecil untuk mengungkapkan kesedihannya tersebut.
Jadi, alih-alih mengatakan hal tersebut, Anda bisa mengajaknya berbicara dan menanyakan apa yang ia rasakan saat itu. Ucapkan padanya bahwa ia boleh menangis dan marah saat itu. Namun, di akhir tetap ingatkan dia bahwa Anda akan selalu berada di sampingnya dan tidak akan meninggalkannya.
2. Berikan pengertian kalau hal ini terjadi bukan karena salah si kecil
Tanpa disadari, setelah bercerai mungkin si kecil akan bertanya-tanya apa penyebab dari kejadian ini. Seringkali pikiran yang muncul adalah orangtuanya tidak sayang padanya. Beberapa anak berusaha mencegah perceraian ini dengan berperilaku baik dengan harapan kedua orang tuanya tidak jadi berpisah.
Namun, ketika kenyataanya perubahan sikapnya tidak mengubah apapun, dia berbalik sedih, marah, dan hilang kepercayaan pada dirinya. Edward Teyber, PhD, seorang psikolog California State University dan penulus buku Helping Children Cope with Divorce, mengungkapkan bahwa orangtua mesti terus-terusan meyakinkan bahwa hal ini tidak ada kaiatannya dengan sang buah hati. Katakan juga bahwa Anda berdua akan selalu sayang padanya.
3. Jadwalkan waktu untuk bertemu dengan anak
Anak harus merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Aturlah waktu supaya anak tetap bisa bertemu ayah atau ibunya. Alangkah baiknya jika Anda bisa bermain bersama, meskipun ini artinya Anda harus meredam ego. Jika anak sehari-hari tinggal dengan Anda, berikan si kecil kesempatan untuk mengunjungi ayah atau ibunya tanpa hambatan.
Kurangi ‘drama’ perebutan hak asuh anak di depan mereka. Sebaiknya Anda melepasnya dengan senyuman ketika anak akan menginap atau pergi bermain dengan ayah atau ibunya.
4. Selalu tepati janji untuk bertemu
Jika anak tidak tinggal bersama Anda, usahakan untuk tidak membatalkan rencana pertemuan dengan anak, terutama di awal-awal perpisahan. Anak akan merasa dirinya tidak diinginkan, jika Anda berkali-kali membatalkan janji untuk menemuinya.
Ketika pasangan Anda tidak menepati janjinya, jangan memperkeruh suasana dengan menjelek-jelekkanya. Siapkan rencana lain yang bisa kalian gunakan untuk menyenangkan anak.
Biarkan anak Anda mengekspresikan kekecewaanya. Anda dapat mengatakan, “Ibu paham, kamu kecewa Ayah tidak datang…” dan biarkan sang anak merespon dengan mengunkapkan apa yang dipikirkannya. Ajak anak melakukan aktivitas yang disukai agar dapat mengobati rasa kecewanya.
5. Perhatikan perubahan perilaku anak
Pada beberapa kondisi, anak berusaha bersikap baik-baik saja, seolah tidak ada masalah. Anak bisa saja berpikir untuk tidak membebankan Anda dengan perasaan sedih dan kecewanya.
Memendam perasaan seperti ini tentu tidak baik. Jika anak tidak mau terbuka, menyangkal, meskipun Anda sudah berusaha memberikan ruang yang nyaman untuk berbagi, berhentilah memaksa.
Namun, tetap awasi perubahan perilaku anak seperti perubahan pola makan, prestasi sekolah yang merosot, berat badan, aktivitas sehari-hari, dan lain-lain. Bisa saja itu menjadi tanda bahwa anak diam-diam merasa depresi dan stres
Mintalah bantuan kepada anggota keluarga lain, guru kepercayaanya, atau mungkin temannya untuk menjadi teman bicaranya. Terkadang, ia akan merasa nyaman membagikan perasaanya kepada orang lain karena takut membebani Anda.
Bukan suatu hal yang tidak mungkin anak Anda tumbuh dengan baik meskipun ayah dan ibunya berpisah. Selama Anda dan anak saling terbuka dan memberikan energi positif, kalian pasti bisa melalui masa-masa sulit ini dengan baik.