Cacat kusta terjadi akibat gangguan pada fungsi saraf pada mata, tangan, atau kaki. Gangguan yang terjadi bisa ringan hingga berat. Umumnya cacat kusta berat terjadi akibat kerusakan akut pada fungsi saraf yang dapat memengaruhi organ lainnya. Apa yang perlu Anda lakukan untuk mencegah infeksi kusta agar tidak sampai menyebabkan cacat permanen? Berikut ulasannya.
Sekilas tentang kusta
Kusta merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyebabkan luka kulit hingga kerusakan saraf dan otot. Kerusakan saraf kulit akibat infeksi kusta akan mengakibatkan Anda tidak bisa mengalami sensasi sentuhan, suhu, hingga rasa nyeri.
Adapun gejala utama kusta meliputi:
- Lemah otot.
- Mati rasa di mata, tangan, dan kaki.
- Bercak kulit mirip panu (warnanya lebih terang dari kulit sekitar).
Biasanya masa inkubasi penyakit ini cukup lama. Gejala awal kusta bisa muncuk sekitar 3 sampai 5 tahun dari paparan infeksi pertama. Beberapa orang bahkan tidak mengalami gejala apapun hingga 20 tahun kemudian. Oleh karenanya, sangat sulit bagi dokter untuk menentukan kapan dan di mana penderita kusta terinfeksi.
Tipe cacat kusta yang perlu diwaspadai
Berdasarkan Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Nasional, cacat akibat kusta terbagi menjadi cacat primer dan cacat sekunder.
Cacat primer
Cacat primer adalah jenis cacat kusta yang disebabkan langsung oleh infeksi bakteri M. leprae dalam tubuh. Misalnya saja, mati rasa, claw hand (tangan dan jari-jari membengkok), dan kulit kering.
Pada cacat primer, bercak kulit yang mirip panu biasanya akan terus bertambah dalam waktu yang relatif singkat. Bercak kusta juga lama-lama meradang dan membengkak. Kondisi ini seringkali disertai dengan gejala demam. Orang yang mengalami kusta juga biasanya mengalami kelemahan otot dan sensasi kulit mati rasa (kebas/baal) dalam enam bulan terakhir semenjak paparan infeksi awal.
Selain itu, bisul akibat kusta kadang bisa pecah dan berkembang menjadi borok. Bila Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera kunjungi dokter untuk mendapatkan perawatan terbaik guna mencegah keparahan gejala dan kondisi.
Cacat sekunder
Cacat sekunder adalah perkembangan dari cacat primer, terutama yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Misalnya bisul ulkus (luka terbuka di kulit, alias borok), dan keterbatasan gerak sendi sebagai akibat kerusakan fungsional pada persendian dan jaringan lunak di sekitar area yang terpengaruh.
Kecacatan kusta pada tahap ini terjadi melalui dua proses, yaitu:
- Adanya aliran langsung bakteri M.leprae ke susunan saraf tepi dan organ tertentu.
- Melalui reaksi kusta.
Jika bakteri sudah masuk ke dalam saraf, maka fungsi saraf akan berkurang bahkan hilang. Secara umum, saraf berfungsi sebagai sensorik, motorik, dan otonom. Kelainan yang terjadi akibat kusta bisa menimbulkan gangguan pada masing-masing saraf atau kombinasi di antara ketiganya.
- Gangguan saraf sensorik. Saraf fungsi sensorik bertugas untuk memberi sensasi dalam meraba, merasakan nyeri, dan merasakan suhu. Gangguan pada saraf sensorik dapat mengakibatkan di antaranya tangan dan kaki mati rasa serta refleks kedip berkurang.
- Gangguan saraf motorik. Saraf motorik berfungsi memberikan kekuatan pada otot. Gangguan atau kelainan pada saraf motorik bisa berupa kelumpuhan pada tangan dan kaki, jari-jari tangan maupun kaki membengkok, serta mata tidak bisa berkedip. Jika pada bagian mata terjadi infeksi, maka bisa mengakibatkan kebutaan.
- Gangguan saraf otonom. Saraf otonom bertanggung jawab atas kelenjar keringat dan minyak di dalam tubuh. Gangguan pada bagian saraf ini mengakibatkan kekeringan dan keretakan pada kulit akibat adanya kerusakan pada kelenjar minyak dan aliran darah.
Tingkat keparahan cacat kusta
Selain dibedakan dari jenisnya, cacat kusta juga bisa dibedakan dari tingkat keparahan cacat yang terjadi. Tiap organ yang terpengaruh infeksi kusta (mata, tangan, dan kaki) diberi tingkat cacat tersendiri.
Adapun tingkat cacat kusta menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu
Tingkat 0
Pada tingkat ini organ seperti mata, tangan, dan kaki tidak mengalami kelainan apapun.
Tingkat 1
Tingkatan ini ditandai dengan kerusakan pada kornea mata. Selain itu terdapat gangguan ketajaman penglihatan tetapi tidak dalam tahap yang parah. Biasanya penderita masih dapat melihat sesuatu dari jarak 6 meter. Selain itu terjadi kelemahan otot dan mati rasa pada tangan dan kaki.
Tingkat 2
Di tingkat 2, kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna. Tak hanya itu, penglihatan sangat terganggu karena biasanya pasien dengan tingkatan ini tidak lagi mampu melihat sesuatu dari jarak 6 meter dan selebihnya. Kemudian terjadi juga kecacatan pada tangan dan kaki seperti luka terbuka dan jari membengkok permanen.
Bisakah cacat kusta dicegah?
Perkembangan kusta bisa dicegah dengan deteksi dan pengobatan dini. Dengan begitu, kerusakan jaringan, penyebaran penyakit, dan risiko komplikasi cacat kusta juga bisa ditanggulangi.
Selain itu, pemantauan kondisi pasien secara rutin dan memberikan perawatan yang tepat juga turut membantu mencegah cacat kusta.
Bila kerusakan saraf terjadi kurang dari 6 bulan dan diobati dengan cepat dan tepat, maka kerusakan saraf permanen bisa dihindarkan. Namun, jika pasien baru terdeteksi dan melakukan pengobatan setelah mengalami cacat permanen atau sekunder, maka yang bisa dilakukan hanya mengendalikan kondisi kesehatan pasien agar kecacatan tidak bertambah parah.
Adapun langkah pencegahan cacat akibat kusta yang bisa Anda lakukan di rumah yakni dengan melakukan 3M: memeriksa mata, tangan dan kaki; melindungi mata, tangan, dan kaki; dan merawat diri.