backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Tak Semuanya Fakta, Simak 5 Mitos Cuka Apel yang Banyak Dipercaya Ini

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 19/06/2021

    Tak Semuanya Fakta, Simak 5 Mitos Cuka Apel yang Banyak Dipercaya Ini

    Cuka apel adalah herbal yang identik dengan bau cukup menyengat. Sebenarnya, bau ini datang dari proses fermentasi dengan melibatkan bakteri, ragi, serta alkohol. Beberapa waktu belakangan ini cuka apel banyak digandrungi berkat berbagai manfaatnya yang sangat menakjubkan. Namun, di balik itu semua, tahukah Anda kalau masih banyak mitos cuka apel yang berseliweran?

    Berbagai mitos cuka apel yang sering disalahpahami

    Jangan sampai Anda salah kaprah dalam memahami mana saja fakta dan mitos cuka apel yang harus dipercayai.

    Mitos 1: Semua jenis cuka apel itu sama

    Banyak orang mungkin berpikir bahwa proses pembuatan cuka apel itu tinggal memeras buah apel hingga diperoleh sarinya saja. Padahal, berbeda jenis cuka apel, bisa berbeda pula cara pembuatannya. Ada jenis cuka apel yang melewati proses penyaringan, tapi ada juga yang tidak.

    Memang agak sulit membedakan kedua jenis ini, terutama bagi Anda yang baru menggunakan cuka apel. Mudahnya begini, bila tampilannya bening dan bersih, kemungkinan besar jenis cuka apel tersebut telah disaring dulu. Sebaliknya, cuka apel yang masih terlihat keruh dan ada ampasnya berarti masih cukup alami karena terdapat banyak kandungan bahan organik di dalamnya.

    Mitos 2: Manfaatnya sama seperti makan buah apel

    Meskipun terbuat dari buah apel, bukan berarti kandungan nutrisi dalam buah apel dan cuka apel itu sama persis. Jadi, ini hanyalah mitos cuka apel belaka. Seperti yang telah dijelaskan di awal, cuka apel umumnya telah melalui proses penyaringan dan fermentasi sedemikian rupa.

    Dengan begitu, beberapa kandungan nutrisi khas buah apel, vitamin C, serat, kalium, dan lainnya, mungkin saja hilang sebagian sehingga tidak sebanyak yang ada dalam buah apel asli.

    manfaat cuka apel sebagai obat psoriasis alami

    Mitos 3: Hanya manjur sebagai obat batuk alami

    Faktanya, ada segudang manfaat cuka apel selain sebagai obat batuk alami, yang tidak perlu Anda ragukan lagi. Mengutip dari laman Healthline, cuka apel diyakini mampu membantu menurunkan berat badan, mengendalikan kadar gula darah, menjaga kesehatan jantung, dan lain sebagainya.

    Anda tidak perlu khawatir karena pemakaian cuka apel, baik yang dioles di kulit maupun diminum langsung, telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, yaitu lembaga yang setara dengan BPOM di Indonesia. Pasalnya, cuka apel memiliki sifat antibakteri dan antijamur.

    Mitos 4: Tidak menimbulkan efek samping

    Jangan sampai karena cuka apel menyimpan berbagai khasiat baik di dalamnya, lantas membuat Anda melupakan dampak dari penggunaannya. Pada dasarnya, sah-sah saja untuk rutin menggunakan cuka apel atau bahkan mengonsumsinya secara langsung. Asalkan, Anda tetap mematuhi aturan penggunaannya dan tidak melewati batas anjuran.

    Pengikisan enamel gigi, gangguan pencernaan, serta tenggorokan terasa panas adalah beberapa risiko yang mungkin muncul akibat menggunakan cuka apel berlebihan. Lebih dari itu, konsumsi cuka apel dalam dosis tinggi dapat berpotensi menurunkan jumlah kalium dalam tubuh.

    Mitos 5: Bisa membahayakan kulit

    Anda mungkin mengira cuka apel itu tidak bagus untuk kulit karena sifat asamnya disertai dengan bau yang sangat menyengat. Sebaliknya, cuka apel malah bisa membantu mengatasi masalah kulit Anda. Mulai dari sebagai pembersih wajah, meredakan jerawat yang membandel, hingga memudarkan bekas jerawat.

    Bahkan konon katanya, cuka apel juga baik digunakan untuk menyembuhkan psoriasis. Cara penggunaannya pun terbilang mudah. Anda bisa mengoleskan langsung cuka apel pada kulit tipis-tipis, ataupun dicampur dengan air matang terlebih dahulu guna meminimalisasi bau tidak sedap.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 19/06/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan