backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Bullying Antar Saudara Kandung di Rumah Tingkatkan Risiko Gangguan Psikotik Saat Dewasa

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 28/12/2020

    Bullying Antar Saudara Kandung di Rumah Tingkatkan Risiko Gangguan Psikotik Saat Dewasa

    Anda mungkin lebih familiar dengan kasus bullying di sekolah atau institusi pendidikan lainnya. Namun, bullying ternyata juga bisa terjadi di rumah antara kakak beradik. Bullying saudara kandung bukan semata kenakalan atau pertengkaran yang umum dilakukan kakak-adik di rumah. Bullying adalah bentuk penindasan yang menggunakan kekerasan, ancaman, atau paksaan secara verbal maupun fisik untuk mengintimidasi orang lain. Dalam tindak bullying, ada niat dan rencana untuk menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan bagi korban, baik fisik maupun emosional.

    Bullying terjadi ketika ada ketidakseimbangan kekuatan, yang juga bisa terjadi pada hubungan kakak beradik. Orang-orang yang pernah di-bully di masa kecilnya dilaporkan cenderung lebih rentan mengalami masalah mental sewaktu dewasa. Inilah bahaya bullying di rumah yang perlu lebih diwaspadai setiap orangtua.

    Bahaya bullying antar saudara kandung: picu gangguan mental di masa depan anak-anak

    Sebuah penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh University of Warwick melaporkan mengenai bahaya bullying yang dilakukan oleh saudara kandung dalam keluarga. Peneliti menemukan bahwa tindak penindasan yang dilakukan kakak kepada adik atau sebaliknya dapat memicu perkembangan gangguan psikotik hingga 3 kali lipat saat korbannya dewasa nanti.

    Penelitian yang dipimpin oleh Profesor Dieter Wolke dari Departemen Psikologi ini dilakukan pada sekitar 3.600 anak-anak berusia 12 tahun dengan menjawab kuesioner secara rinci tentang tindakan intimidasi khas bullying yang terjadi di rumah. Hasil penelitian menemukan bahwa sebanyak 664 remaja merupakan korban bullying dari saudara kandungnya, sementara 486 di antaranya adalah pelaku bullying terhadap saudaranya, dan 771 sisanya sebagai korban dan juga pelaku bullying.

    Enam tahun kemudian, tepatnya setelah mereka berusia 18 tahun, anak-anak ini diminta untuk menjalani pemeriksaan klinis guna menilai kecenderungan mereka terhadap gejala psikotik. Hasil pemeriksaan kuesioner dan pemeriksaan medis menunjukkan bahwa anak-anak yang terlibat dalam tindak bullying di rumahnya dengan saudara kandung mereka sendiri — baik sebagai pelaku, korban, ataupun keduanya – lebih rentan untuk mengalami gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan gangguan bipolar, dibandingkan anak-anak lainnya yang tidak mengalami bullying di rumah.

    Beberapa anak yang menjadi korban bullying dari saudara kandunganya sendiri juga rentan mengalami masalah emosional sejak usia dini. Bahkan, mereka akan cenderung mudah putus asa, selalu merasa kesepian, depresi, dan terisolasi.

    Bahaya bullying di rumah juga bisa berdampak terhadap kemampuan akademisnya di sekolah

    Menurut Slava Dantchen yang merupakan salah seorang peneliti, jika selain di rumah bullying juga terjadi di sekolah, maka risiko anak untuk mengalami gangguan psikotik akan jauh lebih tinggi karena ia merasa sudah tidak lagi memiliki tempat yang aman.

    Selain itu, efek bullying juga bisa berdampak nyata pada kesehatan anak. Anak korban bully berisiko 3 kali lipat untuk alami sakit kepala berulang dan sulit tidur. Lebih lanjut, anak-anak yang menjadi pelaku sekaligus korban bully memiliki enam kali lipat peluang untuk mengompol, empat kali lipat untuk mengalami nafsu makan buruk, dan tiga kali lipat peluang mengidap sakit perut.

    Di masa depan, stres psikis dan fisik berkelanjutan bukannya tidak mungkin menyebabkan performa akademisnya menurun dratis.

    Singkatnya, adanya masalah pada hubungan sosial anak – entah dengan teman atau saudaranya – bisa menjadi tanda awal untuk mengembangkan gangguan fisik dan mental di kemudian hari.

    Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mengetahui adanya bullying antar saudara?

    Siapa pun yang terlibat, di mana pun lokasinya, bagaimana pun caranya, dan kapan pun hal tersebut terjadi, bullying tidak boleh dipandang sebelah mata apalagi benar-benar tidak dihiraukan. Sebagai orangtua, Anda bertugas sebagai penengah utama atas tindakan apapun yang dilakukan oleh buah hati Anda, termasuk kekerasan terhadap saudaranya sendiri.

    Persaingan antar saudara adalah hal normal. Namun, dikutip dari Very Well Family, Anda harus mengenali betul mana persaingan yang sehat dan mana yang berpotensi memicu kekerasan. Persaingan yang sehat dapat dilihat ketika tindakan yang dilakukan salah satu anak menjadi acuan bagi saudaranya untuk bisa lebih baik. Namun ketika persaingan berubah menjadi tindak penindasan, pelecehan, serta kekerasan baik secara fisik maupun verbal yang berulang tandanya perilaku ini tidak lagi normal. Terlebih jika sampai mengucilkan dan mengasingkan si korban.

    Meski mungkin sulit untuk menengahi pertengaran antar saudara, lakukanlah sedini mungkin dengan langkah yang tepat untuk menghindarinya menjadi tindak bullying di rumah. Sejak dini, ajarkan anak-anak Anda cara memecahkan masalah yang baik. Ajarkan dan minta juga mereka untuk memperlakukan sesama saudara dengan sopan dan hormat.

    Jika anak-anak tidak pernah diajarkan bagaimana caranya untuk bekerja sama dan memecahkan masalah, maka mungkin saja mereka akan menggunakan tindakan yang salah demi mendapatkan apa yang diinginkan.

    Ingat, rumah seharusnya menjadi tempat yang aman dengan perlakukan yang sama bagi setiap anggota keluarga. Tentu, tujuannya agar semua anggota keluarga – terutama anak-anak – selalu merasa dicintai, dibutuhkan, dan diperlakukan dengan istimewa.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 28/12/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan