Enam tahun kemudian, tepatnya setelah mereka berusia 18 tahun, anak-anak ini diminta untuk menjalani pemeriksaan klinis guna menilai kecenderungan mereka terhadap gejala psikotik. Hasil pemeriksaan kuesioner dan pemeriksaan medis menunjukkan bahwa anak-anak yang terlibat dalam tindak bullying di rumahnya dengan saudara kandung mereka sendiri — baik sebagai pelaku, korban, ataupun keduanya – lebih rentan untuk mengalami gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan gangguan bipolar, dibandingkan anak-anak lainnya yang tidak mengalami bullying di rumah.
Beberapa anak yang menjadi korban bullying dari saudara kandunganya sendiri juga rentan mengalami masalah emosional sejak usia dini. Bahkan, mereka akan cenderung mudah putus asa, selalu merasa kesepian, depresi, dan terisolasi.
Bahaya bullying di rumah juga bisa berdampak terhadap kemampuan akademisnya di sekolah
Menurut Slava Dantchen yang merupakan salah seorang peneliti, jika selain di rumah bullying juga terjadi di sekolah, maka risiko anak untuk mengalami gangguan psikotik akan jauh lebih tinggi karena ia merasa sudah tidak lagi memiliki tempat yang aman.
Selain itu, efek bullying juga bisa berdampak nyata pada kesehatan anak. Anak korban bully berisiko 3 kali lipat untuk alami sakit kepala berulang dan sulit tidur. Lebih lanjut, anak-anak yang menjadi pelaku sekaligus korban bully memiliki enam kali lipat peluang untuk mengompol, empat kali lipat untuk mengalami nafsu makan buruk, dan tiga kali lipat peluang mengidap sakit perut.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar