backup og meta

Para ‘Pria Tangguh’ Lebih Berisiko Bunuh Diri, Mengapa Begitu?

Para ‘Pria Tangguh’ Lebih Berisiko Bunuh Diri, Mengapa Begitu?

Laki-laki sering dikaitkan dengan citra diri yang tangguh. Mereka ‘dituntut’ untuk selalu kuat, tidak emosional, dan tidak boleh cengeng. Padahal, sebuah studi terbaru justru menunjukkan bahwa ‘pria tangguh’ lebih berisiko untuk bunuh diri dibandingkan pria yang bisa mengungkapkan emosinya.

Mengapa demikian?

Risiko bunuh diri pada ‘pria tangguh’

pria tangguh bunuh diri

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC), rata-rata angka bunuh diri pada laki-laki 3,5 kali lipat lebih besar daripada perempuan. Tingginya angka tersebut memunculkan dugaan bahwa tuntutan menjadi maskulin mungkin ada hubungannya.

Sekelompok peneliti di New York, Amerika Serikat, kemudian mempelajari data lebih dari 20.000 remaja yang terkumpul sejak tahun 1995. Hingga tahun 2014, sebanyak 22 orang telah bunuh diri. Hampir semuanya adalah laki-laki, kecuali satu orang.

Tim peneliti mempelajari skor maskulinitas para remaja tersebut dari beberapa faktor. Mereka melihatnya dari sikap tidak boleh menangis, tidak emosional atau gampang berubah mood, selalu berusaha sehat secara fisik, dan senang mengambil risiko.

Mereka menemukan bahwa pria yang skor maskulinitasnya tinggi berisiko 2,4 lebih tinggi untuk bunuh diri dibandingkan pria yang skornya rendah. Dengan kata lain, pria yang dituntut untuk jadi tangguh justru memiliki risiko bunuh diri yang lebih tinggi.

Para pria tersebut juga lebih banyak yang pernah memakai senjata, dikeluarkan dari sekolah, berkelahi dengan orang lain, atau kabur dari rumah. Selain itu, kemungkinan anggota keluarganya meninggal akibat bunuh diri pun lebih besar.

Mengapa pria lebih rentan bunuh diri?

pria tangguh cenderung bunuh diri

Ada beragam faktor yang kerap memancing seorang pria untuk bunuh diri. Beberapa faktor yang paling umum antara lain sebagai berikut.

  • Hidup sendiri atau terisolasi dari masyarakat.
  • Tidak bisa membangun dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
  • Putus cinta, bercerai, atau kematian pasangan.
  • Konsumsi narkoba atau alkohol untuk mengalihkan emosi dan stres.
  • Di-bully di sekolah, kampus, atau tempat kerja.
  • Tidak tahan dipenjara.
  • Stres berat akibat lama menganggur.
  • Trauma akibat kekerasan fisik dan seksual.
  • Menderita penyakit kejiwaan atau penyakit lain yang mengurangi fungsi tubuh.

Faktor-faktor tersebut dapat memperkuat niat bunuh diri ketika pria yang mengalaminya dituntut untuk menjadi tangguh. Norma tradisional ini menekankan bahwa pria harus kuat dan tidak boleh bergantung pada siapa pun.

Para pria yang stres akhirnya tidak punya tempat untuk mengungkapkan emosinya. Mereka cenderung menolak keadaannya, menyimpan dan merasakan sendiri keluhan yang dialami, serta berusaha mengatasinya sendiri tanpa bicara kepada orang lain.

Akibatnya, penyakit kejiwaan seperti depresi lebih sulit didiagnosis pada pria. Bahkan saat berhadapan dengan dokter pun mereka tidak tahu bagaimana cara menceritakan apa yang selama ini mengganggunya.

Apabila dibiarkan berlarut-larut, dampak yang ditimbulkan sama seperti depresi pada umumnya. Memang tidak semua pria yang depresi memiliki keinginan bunuh diri, tapi kondisi ini terbukti bisa meningkatkan risikonya.

Lebih berbahayanya lagi, pria cenderung menggunakan metode bunuh diri yang lebih mematikan dibandingkan wanita. Ini sebabnya angka kematian akibat bunuh diri pada pria lebih tinggi daripada wanita rata-rata.

Hal ini sangat disayangkan, apalagi mengingat keinginan bunuh diri pada pria tidak ada hubungannya dengan maskulinitas atau keegoisan. Niat bunuh diri justru menandakan bahwa depresi yang mereka alami sudah mencapai tingkatan yang amat berat.

Mencegah upaya bunuh diri

pria tangguh bunuh diri

Masalah bunuh diri adalah sesuatu yang pelik, tapi setidaknya ada yang dapat Anda lakukan untuk mencegahnya. Jika orang terdekat Anda mengalami depresi sehingga berkemungkinan bunuh diri, berikut langkah yang perlu dilakukan.

  • Waspadai tanda-tanda depresi, misalnya lebih mudah marah, cemas, menarik diri dari pergaulan, dan kehilangan minat dari hal yang tadinya ia sukai.
  • Tanyakan apa yang bisa Anda bantu. Pastikan ia tahu bahwa Anda akan ada untuk mendengarkannya.
  • Jangan abaikan tanda-tanda bunuh diri ataupun mengalihkan pembicaraan yang berkaitan dengan keinginan bunuh diri.
  • Temani ia berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.

Tuntutan untuk menjadi pria tangguh berdampak negatif bagi kesehatan kejiwaan serta meningkatkan risiko bunuh diri. Pasalnya, mereka tidak dapat mengungkapkan emosi dengan cara yang sehat.

Jika orang terdekat Anda mengalami hal yang sama, Anda bisa memberitahu mereka bahwa tidak ada yang salah dengan menangis atau menjadi emosional. Bagaimanapun, seorang pria tangguh tetaplah manusia yang rentan diliputi kesedihan.

Jika Anda membutuhkan bantuan ahli, Anda bisa berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Cari psikolog atau psikiater terdekat dari lokasi Anda dan booking melalui Hello Sehat.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Coleman, D., Feigelman, W., & Rosen, Z. (2020). Association of High Traditional Masculinity and Risk of Suicide Death. JAMA Psychiatry, 77(4), 435. doi: 10.1001/jamapsychiatry.2019.4702.

‘Tough guys’ at higher risk for suicide. (2020). Retrieved 23 June 2020, from https://www.upi.com/Health_News/2020/02/13/Tough-guys-at-higher-risk-for-suicide/3531581626177/

How to Support a Man Who May Be Thinking about Suicide. (2020). Retrieved 23 June 2020, from https://headsupguys.org/for-supporters/manage-suicide-risk/

Ogrodniczuk, J. S., & Oliffe, J. L. (2011). Men and depression. Canadian family physician Medecin de famille canadien, 57(2), 153–155.

Versi Terbaru

22/11/2022

Ditulis oleh Diah Ayu Lestari

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

ADHD

8 Cara Praktik Mindfulness dan Manfaatnya Bagi Mental


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 22/11/2022

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan