Baca semua artikel berita seputar coronavirus (COVID-19) di sini.
Satuan tugas (Satgas) Lawan Covid-19 DPR RI membagikan ribuan jamu Herbavid-19 ke rumah sakit-rumah sakit rujukan COVID-19.
Obat tradisional ini menjadi kontroversi setelah diklaim mampu menjadi obat penyembuh infeksi akibat virus SARS-CoV-2. Padahal saat dibagikan, Herbavid-19 belum memiliki izin edar dari Badan Peneliti Obat dan Makanan (BPOM).
Apa isi kandungan jamu berkemasan tulisan kanji China ini? Apakah bahannya aman dikonsumsi dan mampu menyembuhkan pasien dari COVID-19?
Kabar tentang Herbavid-19, ramuan untuk pengobatan COVID-19
Sebelum membahas kandungan Herbavid-19 yang diklaim mampu mengobati COVID-19 ini, mari kita bahas terlebih dahulu asal mula kemunculannya.
Tim Satgas Lawan Covid-19 DPR RI memesan 3000 paket obat tradisional dan mendistribusikannya langsung ke beberapa rumah sakit rujukan COVID-19 diantaranya Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran dan Rumah Sakit Moewardi Solo.
Mereka mengklaim bahwa obat tradisional ini mampu mengobati pasien COVID-19 dan meminta pihak rumah sakit membagikannya ke pasien-pasien.
Sumbangan ini disebut membuat beberapa dokter penanganan COVID-19 bingung. Pasalnya saat itu Herbavid-19 belum mendapatkan izin edar dari BPOM. Bahkan belum diketahui kandungan dari jamu tradisional ini.
Di kemasan bagian depan bertuliskan kanji China 中药液 (中药 traditional chinese medicine, TCM atau obat tradisional China dan 液 liquid atau cairan).
Sisi lainnya ditempel stiker bertuliskan “LAWAN COVID-19 – Satgas DPR-RI – Herbavid-19“. Herbavid-19 kemudian menjadi sebutan untuk obat tradisional ini.
Pembagian obat tradisional ini kemudian mendapatkan kritik dari banyak pihak. Mulai dari pertanyaan isi kandungan, kenapa bisa mengklaim mampu mengobati COVID-19, hingga apakah obat tersebut diimpor dari China.
Deputi Penerangan Satgas Lawan Covid-19 DPR Arteria Dahlan mengatakan mereka membagikan ini karena pengalaman rekannya yang sembuh dari COVID-19 atas bantuan Herbavid-19.
“Tidak benar Satgas Lawan COVID-19 DPR RI mengimpor obat tradisional asal China,” kata Arteria dalam keterangannya, Selasa (28/4).
Ia menjelaskan formula Herbavid-19 mengacu pada Buku Panduan Penanganan COVID-19 di Wuhan dalam Publikasi Jurnal Kesehatan Internasional. Hanya saja, tidak dijelaskan jurnal apa yang dimaksud.
“Ramuan obat herbal tersebut, 8 jenis bahannya ada di Indonesia, hanya 3 jenis yang harus impor, honeysuckle, forsythia, dan biji burdock,” ujar Arteria.
Dua hari setelah keterangan Arteria ini, Kamis (30/4), izin edar dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) untuk obat tradisional ini dikeluarkan dengan nomor TR203643421. Herbavid-19 berhasil teregistrasi dalam waktu singkat.
Tercatat Satgas Lawan COVID-19 DPR RI sebagai pihak pendaftar dan Utomo Chinese Medical Center sebagai pabriknya.
Perbandingan kandungan Herbavid-19 dan TCM racikan Yinqiao San
Belum diketahui secara pasti apa saja kandungan Herbavid-19. Hello Sehat coba menghubungi BPOM dan Satgas COVID-19 DPR RI tapi tidak mendapatkan respons.
Arteria Dahlan sempat mengklaim sepihak bahwa obat tradisional ini berasal dari resep Yinqiao San dan dibuat oleh pakar TCM Indonesia.
Terkait kandungan Herbavid-19 ini, Ketua Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia dr. Inggrid Tania memberikan penjelasan.
Yinqiao San adalah formula obat tradisional China yang memiliki riwayat empirik atau sudah berpengalaman digunakan masyarakat China selama lebih dari 3 generasi. Obat ini digunakan untuk gangguan pernapasan dan memiliki pengalaman digunakan untuk penyakit infeksi SARS.
Meskipun begitu, formula Yinqiao San yang disebut memiliki pengalaman pada SARS ini belum ditunjang dengan studi uji klinis yang kuat.
Sementara itu, Herbavid-19 (sesuai klaim Satgas Lawan COVID-19) memiliki komposisi yang telah dimodifikasi dari formula asli.
Delapan bahan berasal dari Indonesia yakni, alang-alang, kemangi, daun mint, daun nilam, jali-jali, temulawak, daun bambu, dan akar manis. Kemudian tiga bahan yang diimpor dari China adalah honeysuckle, forsythia, dan biji burdock.
“Artinya, formula Herbavid-19 bukan formula empirik lagi. Ini formula baru yang belum ada pengalaman dipakai di masyarakat Tiongkok maupun masyarakat Indonesia,” jelas dr. Inggrid kepada Hello Sehat.
Dokter Inggrid melanjutkan bahwa semestinya formula tersebut harus melalui pengujian keamanan. Walaupun sudah mendapat izin edar dari BPOM, itu tidak membuat Herbavid-19 bisa dijadikan obat untuk pasien COVID-19.
Ia juga menjelaskan perlu ada kajian yang biasanya melibatkan para ahli bersama Kementerian Kesehatan. Mereka biasanya akan membuat rancangan atau formularium obat herbal terstandar. Rancangan ini dibuat melalui pembahasan berkali-kali, evaluasi data manfaat, keamanan, dan efektivitas.
Uji klinis suatu obat tidak sesimpel yang dibayangkan, setidaknya ada tahapan uji untuk sebuah obat bisa digunakan. Dokter Inggrid mengatakan klaim sepihak tanpa bukti uji klinis tersebut tidak bisa dibenarkan.
“Kalaupun ada kedaruratan kesehatan, bisa diupayakan agar kajian keamanan itu bisa berlangsung cepat dan efektif dengan tetap memperhatikan standar keamanan,” tutur dr. Inggrid.
Uji Remdesivir Sebagai Obat COVID-19 Belum Berhasil, Apa Artinya?