Senin, 20 Maret 2020. Kala itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan secara langsung perihal temuan dua kasus pertama COVID-19 di Indonesia.
Banyak masyarakat yang masih bingung dengan penyebaran virus ini. Ada yang terkesan cuek dan tidak terlalu peduli, tetapi ada pula yang merasa khawatir dan cemas dengannya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 ini, mulai dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga program vaksinasi COVID-19.
Tiga tahun pandemi COVID-19 di Indonesia
Memasuki tahun ketiga, pandemi COVID-19 di Indonesia bisa dibilang sudah cukup terkendali. Akan tetapi, dampak dari virus mematikan ini sungguh sangat terasa.
Menurut data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 per 2 Mei 2023, Indonesia telah melaporkan lebih dari 6 juta kasus dan lebih dari 160 ribu kematian akibat COVID-19.
Tercatat ada tiga kali gelombang COVID-19 yang menerjang Indonesia sepanjang tahun 2021 hingga 2022 silam. Hal inilah yang berkontribusi pada tingginya angka kematian.
Salah satu dampak kematian yang cukup terasa terjadi selama gelombang kedua COVID-19 pada bulan Juni–Agustus 2021 yang didominasi oleh varian Delta.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rekor tertinggi angka kematian harian akibat COVID-19 mencapai 2.069 kasus pada 27 Juli 2021.
Angka kematian harian ini terus bertahan di atas 1.400 kasus per hari hingga mulai melandai memasuki pertengahan Agustus 2021 silam.
Penelitian terkait kematian akibat COVID-19
Tingginya angka kematian akibat COVID-19 tentu membuat kita bertanya-tanya, sebenarnya apa saja yang menjadi “dalang” utama di balik fenomena memilukan ini?
Studi terbaru yang dilakukan oleh Henry Surendra, MPH, PhD, FRSPH, dan tim peneliti dari Monash University membahas mengenai tingginya angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia.
Penelitian tersebut berjudul “Geographical variations and district-level factors associated with COVID-19 mortality in Indonesia: a nationwide ecological study“.
Dalam penelitian tersebut, Henry menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kematian akibat COVID-19 terkait kondisi geografis wilayah pada 514 kabupaten kota di Indonesia.
Henry Surendra
Kajian dalam ruang lingkup nasional ini mencakup data kasus konfirmasi dan kematian akibat COVID-19 dari 514 kabupaten kota di Indonesia yang tercatat oleh Satgas COVID-19 selama dua tahun, yakni dari 1 Maret 2020 hingga 27 Februari 2022.
Data tingkat kejadian COVID-19 pada tingkat kabupaten kota, kesehatan penduduk, kapasitas layanan kesehatan, dan kondisi sosio-ekonomi didapatkan dari sumber resmi pemerintah.
Menurut data tersebut, diketahui bahwa dari total 5.539.333 kasus COVID-19 yang dilaporkan, ada 148.034 orang (2,7%) meninggal dunia dan 5.391.299 orang (97,4%) sembuh.
Angka kematian akibat COVID-19 yang tercatat pada 514 kabupaten kota di Indonesia berkisar antara 0 hingga 284 kematian per 100.000 penduduk.
Adapun, lima kabupaten kota dengan angka kematian tertinggi yakni Balikpapan (284 kematian per 100.000 penduduk), Semarang (263), Madiun (254), Magelang (250), dan Yogyakarta (247).
Perbedaan angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia juga terkait dengan kasus COVID-19 yang lebih tinggi, prevalensi komorbiditas, kapasitas layanan kesehatan, dan karakteristik sosio-ekonomi yang berbeda.
“Ide besarnya (dari penelitian ini) untuk menunjukkan bahwa kita (Indonesia) masih mengalami ketimpangan pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi. Hal ini yang perlu ditanggulangi sebab berakibat pada angka kematian yang berbeda antarwilayah,” tambah Henry.
Ragam faktor yang meningkatkan kematian COVID-19
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal BMC Public Health (2023) ini menyebutkan beberapa faktor yang dapat meningkatkan angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia.
“Tingkat kematian ini dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk angka kejadian COVID-19 yang lebih tinggi, proporsi lansia dan pengidap diabetes, serta kualitas dan kuantitas layanan kesehatan,” ujar Henry.
1. Angka kejadian COVID-19
Secara umum, wilayah kabupaten kota dengan tingkat kejadian COVID-19 yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kematian akibat COVID-19 yang tinggi pula.
Wilayah kabupaten kota dengan angka kematian tertinggi, seperti Yogyakarta, Balikpapan, dan Magelang, masuk ke dalam 20 besar kabupaten kota dengan kejadian COVID-19 tertinggi.
Sepanjang 1 Maret 2020 hingga 27 Februari 2022, tercatat 7.806 kasus per 100.000 penduduk di Yogyakarta, 7.333 kasus di Balikpapan, dan 6.390 kasus di Magelang.
Meskipun demikian, wilayah kotamadya di DKI Jakarta dengan angka kejadian COVID-19 yang tinggi, seperti Jakarta Pusat (10.626) dan Jakarta Selatan (10.308), memiliki tingkat kematian yang lebih rendah.
Menurut Henry, ada faktor-faktor yang membuat Jakarta tidak masuk ke dalam daftar kabupaten kota dengan tingkat kematian COVID-19 tertinggi di Indonesia.
“Mungkin secara kapasitas dan kualitas layanan kesehatan lebih bagus dan prevalensi penyakit yang memperparah COVID-19 lebih rendah. Meski kepadatannya tinggi, mereka punya tingkat tes COVID-19 yang tinggi (sehingga angka kejadian COVID-19 jadi lebih tinggi juga),” jelas Henry.
2. Proporsi penduduk lansia
Jumlah penduduk lansia (berusia 60 tahun ke atas) dalam masyarakat yang lebih tinggi secara signifikan terkait dengan tingkat kematian COVID-19 yang lebih tinggi.
Penelitian sebelumnya di DKI Jakarta pada 2022 menunjukkan adanya peningkatan risiko kematian akibat COVID-19 pada lansia, terutama pada fase awal pandemi di Indonesia.
Pada dasarnya, lansia lebih rentan terhadap COVID-19, baik secara fisik atau sosial. Secara fisik, daya tahan tubuh lansia lebih lemah dan rentan terhadap penyakit infeksi.
Mereka cenderung mengidap penyakit bawaan (komorbid), seperti penyakit jantung, diabetes, atau gagal ginjal, yang melemahkan tubuh untuk melawan infeksi COVID-19.
Sementara secara sosial, banyak lansia di daerah di Indonesia hidup dalam situasi yang agak terkucilkan sehingga kondisi kesehatannya mungkin kurang diperhatikan.