backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Mengenal FoMO, Fenomena Takut Ketinggalan Trend

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    Mengenal FoMO, Fenomena Takut Ketinggalan Trend

    Pernahkah Anda merasa takut ketinggalan kabar dari teman-teman, atau merasa sedih tak bisa berlibur ke luar kota seperti orang lain? Banyak orang yang mengenali perasaan ini dengan istilah FoMO. Apa itu FoMO? Adakah efeknya untuk kondisi psikologis seseorang?

    Apa itu FoMO?

    FoMO, singkatan dari fear of missing out, adalah suatu kondisi di mana seseorang kerap merasa khawatir akan ketinggalan kabar atau trend yang sedang berlangsung.

    Orang-orang yang mengalaminya kerap merasa takut akan dicap ketinggalan zaman dan tidak gaul. Tak hanya itu, mereka juga beranggapan bahwa orang lain selalu bersenang-senang dan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik daripada mereka.

    Kondisi ini kerap dirasakan oleh anak-anak muda, terutama bagi yang aktif di media sosial. Meski media sosial sangat bermanfaat untuk menjalin komunikasi, wadah ini juga bisa memberikan dampak yang kurang baik.

    Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi yang paling update informasi tertentu atau menunjukkan kesenangan di media sosial.

    Tak jarang berbagai unggahan foto dan video menimbulkan rasa iri dan membuat seseorang merasa bahwa hidupnya tak lagi menyenangkan.

    FoMO juga berkaitan erat dengan perasaan untuk selalu terlibat dalam segala momen yang menyenangkan agar bisa mengabadikannya dan mengunggahnya ke media sosial.

    Demi mengejar eksistensi dan pengakuan, beberapa orang bahkan sengaja memasang gambar, tulisan, atau bahkan menampilkan imej yang tak sesuai dengan jati diri sebenarnya.

    Apa dampaknya jika Anda mengalami FOMO?

    mengecek handphone

    Beberapa penelitian telah menunjukkan kaitan antara FoMO dengan perasaan terputus dari orang lain dan ketidakpuasan dengan kehidupan sendiri.

    Berdasarkan studi tahun 2013 yang terbit pada jurnal Computer in Human Behavior, orang-orang dengan tingkat FoMO yang tinggi merasa kurang terhubung dengan kehidupan sehari-hari.

    Melihat unggahan di sosial media membuat orang-orang yang mengalami kondisi ini jadi mempertanyakan kemampuan diri sendiri dan hidupnya.

    Mereka menganggap bahwa kebahagiaan, kesuksesan, dan pengalaman menarik orang lain yang tidak mereka miliki membuat hidup mereka jadi lebih menyedihkan. Sedikit banyak hal ini memengaruhi cara pandang mereka mengenai kehidupan yang ideal.

    Lama-kelamaan, perasaan takut tertinggal ini juga bisa menimbulkan kecemasan. Perlu diketahui, kecemasan adalah suatu hal yang mampu memicu stres berlebihan.

    Berdasarkan sebuah studi, kecemasan dapat membuat produksi hormon-hormon penting tubuh seperti serotonin dan adrenalin terganggu. Susah tidur, tidak nafsu makan, sakit kepala, dan mood kacau bisa muncul ketika hormon dalam tubuh Anda tidak seimbang.

    Selain itu, FoMO juga bisa memengaruhi hubungan Anda dengan orang lain. Misalnya, seorang teman menolak ajakan Anda untuk pergi ke suatu tempat. Namun beberapa hari kemudian, teman Anda mengunggah gambar yang menunjukkan bahwa ia pergi ke tempat tersebut bersama orang lain tanpa sepengetahuan Anda.

    Hal ini tentu dapat membuat Anda yang lebih dulu mengajak teman Anda merasa terkhianati. Hubungan dengan teman tersebut pun jadi kurang baik.

    Cara menghindari FoMO

    Terlalu larut dalam ekspektasi hidup dan kesenangan di sosial media dapat menimbulkan dampak pada kesehatan mental Anda. Berikut berbagai tips yang dapat membantu Anda mengurangi kecenderungan ini.

    1. Batasi waktu di sosial media

    Menghindari FoMO bukan berarti Anda tidak boleh menggunakan media sosial sama sekali. Hanya saja, ada baiknya Anda membatasi kegiatan ini.

    Coba tetapkan batasan waktu untuk memeriksa media sosial setiap hari. Misalnya, Anda hanya akan membuka aplikasi tersebut selama 2 jam dalam waktu yang terbagi. Anda juga bisa mematikan notifikasi agar tidak muncul di ponsel setiap saat.

    2 Media sosial bukanlah kehidupan nyata

    Tekankan pada pikiran Anda bahwa apapun yang diunggah orang lain di sosial media tidak selalu seindah kenyataannya. Gambar atau video yang mereka unggah tentunya hanya menampilkan momen-momen yang menyenangkan.

    Ingat, seberapa sempurna atau menarik kehidupan seseorang menurut Anda, mereka tentu juga pernah mengalami kesusahan dan hari-hari yang buruk.

    3 Bersyukur

    Lagi-lagi, media sosial dapat membuat seseorang yang mengalami FoMO cenderung membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain. Tak jarang perasaan ini diikuti dengan cemas dan iri hati.

    Meski terasa klise, melatih menumbuhkan rasa syukur bisa membantu Anda meningkatkan kepuasaan pada kehidupan yang Anda miliki. Setiap Anda merasa iri dengan hidup orang lain, alihkan fokus Anda pada aspek yang positif dari kehidupan Anda.

    4. Meditasi

    Selain membatasi waktu di media sosial, coba luangkan waktu Anda untuk berlatih meditasi. Rutin bermeditasi dapat membantu menjernihkan pikiran dan mengurangi kecemasan.

    5. Menyaring konten yang ingin Anda lihat

    Coba lihat kembali, hal-hal apa yang dapat memicu perasaan FoMO yang Anda alami. Kemudian, singkirkanlah hal tersebut dari linimasa media sosial Anda.

    Misalnya, Anda bisa menyembunyikan orang-orang yang menurut Anda mengganggu atau senang menyombongkan diri. Sebagai gantinya, penuhi linimasa Anda dengan orang-orang yang positif atau hal-hal yang Anda senangi.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan