Umumnya, setiap manusia memiliki sidik jari unik. Sidik jari ini berguna sebagai pengenal, memberi gaya gesek saat menggenggam, dan meningkatkan fungsi indera peraba. Namun, ada sebagian orang yang memiliki kondisi langka tidak punya sidik jari atau adermatoglyphia.
Apa itu adermatoglyphia?
Adermatoglyphia adalah kondisi langka ketika seseorang tidak memiliki sidik jari pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
Sidik jari biasanya berupa pola tonjolan (dermatoglyphs) berbentuk lingkaran, lengkungan, dan garis yang merupakan pembentuk.
Seperti yang kita tahu, setiap orang memiliki sidik jari yang berbeda. Oleh sebab itu, sidik jari digunakan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi atau mengenali seseorang.
Namun, orang dengan adermatoglyphia tidak memiliki pola tonjolan pada telapaknya, sehingga mereka tidak dapat diidentifikasi melalui sidik jari.
Pada beberapa keluarga, adermatoglyphia bisa terjadi tanpa diikuti tanda atau gejala khas.
Adermatoglyphia juga merupakan ciri dari beberapa sindrom langka, misalnya sindrom Naegeli-Franceschetti-Jadassohn/dermatopathia pigmentosa reticularis yang memengaruhi kulit, rambut, kelenjar keringat, dan gigi.
Ciri-ciri kulit tidak punya sidik jari
Seperti penjelasan sebelumnya beberapa kasus adermatoglyphia dapat terjadi tanpa tanda atau gejala khusus.
Namun, kondisi ini diduga terkait dengan kelainan kulit lainnya seperti benjolan putih kecil di wajah, kulit melepuh, atau berkurangnya jumlah kelenjar keringat di tangan dan kaki.
Secara umum, ciri-ciri adermatoglyphia adalah tidak adanya tonjolan pada kulit jari tangan, jari kaki, telapak tangan, dan telapak kaki.
Kondisi ini berkembang pada bayi baru lahir yang berusia kurang dari 4 minggu atau pada bayi berusia 0 – 2 tahun.
Penyebab seseorang tidak punya sidik jari
Adermatoglyphia disebabkan oleh mutasi pada gen SMARCAD1. Gen ini memberikan informasi untuk membuat dua versi protein SMARCAD1.
Protein SMARCAD1 versi panjang penuh terdapat di banyak jaringan tubuh. Sementara itu, versi yang lebih pendek hanya di lapisan kulit.
Mutasi gen SMARCAD1 yang menyebabkan adermatoglyphia hanya memengaruhi versi pendek dari protein SMARCAD1.
Mutasi ini mengurangi jumlah total protein SMARCAD1 yang tersedia dalam sel kulit.
Meskipun begitu, tidak jelas bagaimana perubahan genetik ini menyebabkan adermatoglyphia,
Para peneliti berspekulasi bahwa kekurangan protein SMARCAD1 versi pendek memengaruhi perkembangan pembentukan kulit normal.
Aliran cairan ketuban pada janin diduga juga memengaruhi perubahan pola pertumbuhan sel di ujung jari ini.
Protein SMARCAD1 dan sidik jari
Protein SMARCAD1 panjang penuh mengatur aktivitas berbagai gen yang menjaga informasi genetik di dalam sel.
Fungsi protein SMARCAD1 versi pendek masih sedikit diketahui, tetapi tampaknya berperan dalam pembentukan dermatoglyph atau sidik jari.
Sidik jari ini terbentuk sejak janin berusia 17 minggu dan polanya akan menetap sepanjang hidup.
Sekalipun kulit mengalami luka, hal ini tidak akan merubah pola sidik jari seseorang.
Lapisan kulit baru yang tumbuh setelah luka sembuh tetap akan membentuk pola sidik jari yang sama.
Aktivitas protein SMARCAD1 pendek ini kemungkinan merupakan salah satu dari beberapa faktor yang menentukan pola sidik jari unik setiap orang.
Faktor risiko
Peneliti sepakat bahwa adermatoglyphia adalah kelainan yang diwariskan dalam pola dominan autosomal.
Artinya, satu salinan gen SMARCAD1 yang berubah di setiap sel cukup untuk menyebabkan seseorang tidak memiliki sidik jari.
Berdasarkan situs MedlinePlus, pada banyak kasus, orang yang terkena adermatoglyphia memiliki satu orang tua dengan kondisi tersebut.
Sampai sekarang kondisi tidak punya sidik jari belum didokumentasikan dengan baik dalam penelitian forensik.
Gangguan kulit ini menyebabkan beberapa kesulitan salah satunya untuk identifikasi data seseorang.
Untuk orang dengan adermatoglyphia, proses identifikasi secara biometrik dalam perjalanan internasional, akan sulit dilakukan.
Oleh sebab itu, kondisi ini juga dikenal sebagai “penyakit keterlambatan imigrasi”.
[embed-health-tool-bmi]