Setelah dilahirkan, normalnya bayi akan langsung bernapas dengan udara luar. Namun, mengutip dari Newborn WHO Collaborating Center, 1 dari 20 bayi membutuhkan bantuan pernapasan saat baru dilahirkan. Bantuan ini dikenal dengan nama resusitasi bayi. Baca ulasan lengkapnya, yuk, Bu!
Apa itu resusitasi bayi?
Resusitasi adalah bantuan yang diberikan setelah bayi lahir agar ia bisa bernapas, biasanya dilakukan setelah tali pusat dipotong.
Bayi yang setelah lahir tidak kunjung bisa bernapas, akan mengalami kekurangan oksigen sehingga memicu kematian.
Tujuan resusitasi bayi baru lahir juga termasuk mencegah angka kematian dan kesakitan bayi terkait cedera otak, jantung, dan ginjal.
Resusitasi termasuk dalam pemeriksaan bayi baru lahir yang membantu bayi bernapas normal dan memperkuat degup jantung.
Pada dasarnya, bayi juga mengambil oksigen selama di dalam rahim. Namun, ia tidak menghirup secara langsung, melainkan diambil dari aliran darah ibu melalui plasenta.
Namun, setelah bayi lahir, dokter akan memotong plasenta sehingga pasokan oksigen ke bayi akan terhenti. Kemudian bayi akan mengambil oksigen dari udara untuk bernapas.
Sebagian bayi mungkin membutuhkan pertolongan untuk bernapas dengan normal. Pasalnya, tidak semua bayi mungkin bisa mengambil napas dari udara setelah lahir secara spontan.
Pada saat inilah, resusitasi pada bayi yang baru lahir dibutuhkan untuk membantu si kecil bernapas dengan lancar.
Kondisi yang membuat bayi membutuhkan resusitasi
Tidak ada tanda yang dapat menunjukkan mana bayi yang membutuhkan resusitasi setelah lahir dan mana yang tidak.
Hal ini membuat resusitasi tetap harus dipersiapkan pada setiap kelahiran si kecil.
Dikutip dari Hospital Care for Children, ada kondisi yang membuat bayi membutuhkan resusitasi, yaitu:
- bayi lahir prematur,
- ibu mengalami preeklampsia,
- ketuban pecah dini (KPD),
- cairan amnion tidak bening,
- lahir setelah menjalani persalinan yang lama, dan
- lahir dari ibu yang menerima obat penenang selama tahap akhir persalinan.
Berdasarkan jurnal dari American Academy of Pediatrics (AAP), bayi baru lahir yang membutuhkan resusitasi umumnya dinilai dengan empat kondisi berikut ini:
- Apakah bayi lahir pada usia kandungan cukup bulan?
- Apakah cairan ketuban bersih dari mekonium dan tanda infeksi?
- Apakah bayi bernapas atau menangis sesaat setelah lahir?
- Apakah bayi memiliki kerja otot yang baik?
Jika jawaban dari keempat pertanyaan tersebut adalah ‘tidak’, bayi membutuhkan resusitasi.
Bagaimana cara melakukan resusitasi bayi?
Resusitasi dilakukan petugas kesehatan sesuai dengan kondisi si kecil. Terdapat empat tindakan yang bisa dilakukan secara berurutan selama resusitasi bayi.
Bayi mungkin hanya perlu menerima satu atau lebih dari empat tindakan ini.
Pengambilan keputusan untuk maju melakukan setiap tindakan resusitasi ditentukan oleh penilaian dari tiga tanda vital, yaitu pernapasan, detak jantung, dan warna kulit bayi.
Berikut langkah resusitasi bayi yang dilakukan oleh dokter:
Langkah awal
Sebagai langkah awal, ada beberapa hal yang dilakukan oleh dokter, yaitu:
- Memberikan kehangatan pada bayi.
- Memosisikan bayi dengan baik menghadap ke atas.
- Memastikan kepala bayi sedikit ke atas untuk membantu membuka jalan napas.
- Meletakkan lipatan kain di bawah bahu bayi untuk mempertahankan posisi ini.
- Membersihkan saluran napas bayi jika diperlukan.
Pembersihan di atas termasuk melakukan pengisapan di mulut dan kemudian di hidung untuk menghilangkan mekonium (feses bayi yang tertelan).
Prosedur ini dilakukan menggunakan tabung isap untuk dilakukan secara bergantian di mulut dan hidung.
Langkah berikutnya adalah merangsang bayi untuk bernapas.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyentil atau menepuk telapak kaki bayi, serta menggosok dengan lembut punggung, kaki, dan tangan bayi.
Dokter akan menilai pernapasan, detak jantung, dan gerakan otot bayi setiap selesai melakukan tindakan tersebut. Jika bayi belum bernapas, dokter akan melakukan tindakan selanjutnya.
Ventilasi
Ini adalah salah satu tindakan resusitasi yang bertujuan untuk memasukkan udara ke paru-paru bayi.
Tindakan ventilasi dilakukan dengan cara memasang sungkup (masker oksigen) dengan ukuran yang sesuai dengan wajah bayi sampai menutupi dagu, mulut, dan hidung bayi.
Dokter akan menjaga posisi kepala bayi dan meremas kantung yang ada pada sungkup. Hal ini membuat udara masuk ke paru-paru bayi sehingga bagian dadanya agak naik.
Jika dada bayi naik setelah dilakukan 2-3 kali ventilasi, artinya tekanan ventilasi mungkin cukup diberikan pada bayi.
Dokter akan melanjutkan pemberian ventilasi 40 kali per menit sampai bayi menangis atau bernapas.
Namun, jika dada bayi tidak naik, mungkin ada masalah, seperti:
- saluran napas bayi tersumbat,
- pemasangan sungkup tidak benar,
- tekanan kurang kuat, dan
- pPosisi bayi tidak benar.
Dokter akan melanjutkan ke langkah berikutnya bila tidak ada perbaikan dari kondisi bayi.
Memberi tekanan di dada bayi
Hal ini dilakukan sementara untuk meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke organ-organ penting bayi.
Tekanan dada atau pijat jantung diberikan disertai dengan ventilasi, untuk memastikan agar sirkulasi darah yang beredar dalam tubuh bayi cukup mendapatkan oksigen.
Setelah penekanan dada dilakukan selama 30-45 detik, dokter akan menilai detak jantung bayi.
Jika detak jantung bayi kurang dari 60 kali per menit penekanan dada harus dilanjutkan (setelah pemberian suntikan epinefrin).
Pemberian epinefrin
Pemberian epinefrin dilakukan ketika ventilasi dan penekanan dada tidak bekerja dengan baik.
Tolak ukurnya adalah ketika ventilasi dan penekanan dada lebih dari 45 detik tidak mendapat respon dari bayi.
Kondisi ini juga ditandai dengan detak jantung bayi tetap kurang dari 60 kali per menit dan tidak ada peningkatan.
Tidak semua bayi perlu mendapatkan resusitasi. Semuanya tergantung pada kondisi kesehatan si kecil saat dilahirkan.
[embed-health-tool-vaccination-tool]