Maraknya isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang muncul dewasa ini mengundang satu pertanyaan besar. Apakah perilaku LGBT atau gay bisa ditularkan pada orang lain? Pasalnya, masyarakat cemas bahwa menerima komunitas LGBT berarti makin banyak orang yang bakal ketularan dan akhirnya menjadi seorang gay. Nah, sekaranglah saatnya mengupas tuntas mitos apakah gay menular.
Homoseksualitas bukan gangguan jiwa
Masih banyak salah paham yang dipercaya masyarakat soal homoseksualitas. Salah satunya adalah homoseksualitas merupakan gangguan jiwa. Namun, secara medis homoseksualitas tidak digolongkan sebagai gangguan kejiwaan. Dulu memang homoseksualitas dianggap sebagai suatu kelainan. Namun, pada 1973 Asosiasi Psikiatri Amerika Serikat menghapus homoseksualitas dari kategori gangguan jiwa di Pedoman Panduan Penggolongan Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi kelima.
Di Indonesia sendiri homoseksual digolongkan sebagai orang yang berisiko mengalami gangguan jiwa (belum terdiagnosis gangguan jiwa). Menurut ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Danardi Sosrosumihardjo, SpKJ kategori ini sama halnya dengan korban bencana alam. Bukan berarti mereka memiliki gangguan jiwa, melainkan hanya rentan mengalami gangguan jiwa akibat tekanan sosial dan situasi berat yang harus dihadapi.
Mengapa seseorang bisa jadi gay?
Homoseksualitas, sama seperti heteroseksualitas (menyukai lawan jenis) adalah orientasi seksual. Dari berbagai penelitian di seluruh dunia, diketahui bahwa orientasi seksual sudah bisa terbentuk sejak kandungan, yaitu ketika Anda masih jadi janin.
Ada kode genetik khusus yang membedakan homoseksual dengan heteroseksual, yaitu Xq28. Meskipun belum dapat dipastikan bahwa gen inilah yang menentukan orientasi seksual seseorang, peneliti menyimpulkan bahwa kode genetik ini tetap memiliki peran penting dalam pembentukan identitas seksual manusia.
Penelitian lain membuktikan struktur otak homoseksual cenderung berbeda dengan heteroseksual. Bagian depan hipotalamus seorang heteroseksual hampir dua kali lipat lebih besar dari homoseksual. Ini karena saraf-saraf otak di dalam hipotalamus seorang homoseksual lebih padat sedangkan saraf-saraf otak heteroseksual cenderung renggang.
Para ahli juga melihat bahwa perbedaan kadar hormon bisa membuat seseorang cenderung menyukai lawan jenis, sesama jenis, atau keduanya. Akan tetapi, terapi hormon tidak bisa mengubahnya jadi “normal” kembali. Pasalnya, perbedaan reaksi hormon ini terjadinya di otak. Jadi suntik hormon saja tidak akan pernah bisa mengubah orientasi seksual manusia.
Apakah gay menular?
Tidak, Anda tidak bisa tertular atau menularkan homoseksualitas. Meskipun Anda memiliki teman dekat atau anggota keluarga yang gay, Anda tidak akan ikut jadi gay kalau secara biologis Anda memang tidak memiliki potensi homoseksual.
Berteman dengan gay tidak akan bikin Anda gay
[embed-health-tool-ovulation]