backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

1

Tanya Dokter
Simpan

Inilah Kenapa Ada yang Suka Makanan Pedas, Ada Juga yang Tak Kuat

Ditinjau secara medis oleh dr. Satya Setiadi · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 01/07/2021

    Inilah Kenapa Ada yang Suka Makanan Pedas, Ada Juga yang Tak Kuat

    Apakah Anda termasuk penggemar dari makanan pedas? Seberapa tahan Anda menghadapi rasa pedas tersebut? Setiap orang memiliki kemampuannya sendiri-sendiri dalam menghadapi makanan pedas. Mengapa ada orang yang mampu makan makanan pedas sementara yang lainnya tidak? Tidak hanya itu, kemampuan seseorang untuk mengonsumsi makanan dengan rasa yang pedas akan berbeda-beda. Sebenarnya apa alasan yang menyebabkan semua itu terjadi?

    Orang yang suka makanan pedas mempunyai kepribadian yang berbeda

    Ternyata, dalam beberapa studi orang yang gemar makan makanan pedas memiliki kepribadian yang cenderung sama – tentu saja berbeda dengan kepribadian dengan orang yang tidak suka makan pedas. Terdapat sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa orang yang gemar makan makanan pedas cenderung mempunyai sifat petualang.

    Gemar makan makanan pedas dapat diibaratkan seperti Anda menaiki roller coaster atau permainan menantang nyali dan adrenalin. Saat Anda menaiki permainan yang membutuhkan nyali besar tersebut untuk pertama kalinya, maka Anda akan merasakan detak jantung yang cepat, mengeluarkan keringat lebih banyak, dan ketakutan. Hal ini alami terjadi dan merupakan respon tubuh yang disebut dengan mekanisme ‘bertarung atau berlari’ (fight or flight respon).

    Setelah Anda berhasil melewati rintangan tersebut dengan keadaan yang aman dan baik-baik saja, maka hal tersebut akan menantang Anda untuk melakukan hal yang lebih di waktu selanjutnya. Sama seperti ketika Anda mencoba makanan pedas pertama kali, respon tubuh yang muncul akan sama seperti saat Anda melewati rintangan tersebut. Tetapi ketika berhasil memakan semua makanan dengan rasa pedas tersebut, justru Anda merasa tertantang untuk mencoba tingkat kepedasan yang lebih dari sebelumnya. Kemudian Anda akan mencoba tingkat kepedasan yang baru, saat berhasil melewatinya kembali maka Anda akan mencoba hal yang lebih dari itu. 

    Persamaan kepribadian orang yang suka makan makanan pedas juga dibuktikan dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2012. Dalam penelitian ini, memang kelompok orang yang menyukai makanan pedas terlihat mempunyai kepribadian dan perilaku yang sama, cenderung menyukai tantangan.

    Genetik bisa jadi salah satu alasannya

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang berasal dari University of Helsinki menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk makan pedas juga dipengaruhi oleh genetik yang dimilikinya. Dalam penelitian yang melibatkan para saudara kembar ini, menemukan bahwa sebanyak 18-58% orang yang suka makanan pedas mempunyai kesamaan genetik.

    Menurut para peneliti, genetik berperan dalam menentukan variasi dan jumlah serabut saraf yang berfungsi untuk menerima rangsangan dari rasa pedas tersebut. Semakin sedikit serabut saraf khusus untuk menerima rangsangan dari rasa pedas tersebut, maka semakin kuat seseorang untuk mengonsumsi makanan tersebut bahkan tingkat kepedasannya bisa bertambah.

    Walaupun seseorang mempunyai banyak serabut saraf untuk menerima rangsangan dari rasa pedas – membuat orang tersebut tidak tahan dengan rasa pedas – namun kemampuan untuk mengonsumsi makanan pedas bisa Anda terapkan dengan membiasakan diri memakannya. Oleh karena itu, lingkungan juga berpengaruh terhadap toleransi rasa pedas yang dimiliki oleh seseorang.

    Pengaruh lingkungan sekitar

    Jika Anda menyukai makanan pedas, coba lihat lingkungan sekitar serta keluarga Anda. Apakah mereka juga rata-rata mengonsumsi makanan dengan rasa pedas juga? Ya, selera makanan di dalam keluarga sangat mempengaruhi pola makan seseorang. Apabila Anda terlahir di keluarga dan lingkungan yang suka dengan rasa pedas, maka Anda akan cenderung untuk memilih makanan dengan preferensi rasa yang sama. Hal ini bisa menjadi suatu kebiasaan bahkan ‘diturunkan’.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Satya Setiadi

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 01/07/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan